Nisa

Dampak Buruk UU Cipta Kerja Bagi Perempuan Dan Keluarga

PR dan pemerintah mati rasa.  Pengesahan UU Cipta Karya (5/10) menuai kemarahan masyarakat. Melegalisasi kezaliman penguasa memang tabiat demokrasi.  Maklum, ongkos politik untuk mengantarkan rezim ke tampuk pemerintahan, disokong penuh oleh pemodal kakap.  Konsep Good Governance yang diaruskan secara global membentuk penguasa hanya mampu menjadi regulator. Alhasil, muncullah rezim berkarakter bodoh dan malas. Gemar menyerahkan urusan hajat hidup rakyat ke tangan investor.

Pemerintah bagai makelar, menawarkan keunggulan negara demi investasi asing, termasuk menggunakan metode omnibus law.  Secara lugas dalam forum Indonesia-Australia Business Roundtable di Canberra (10/2/20) Presiden Joko Widodo mengatakan Omnibus law akan menyederhanakan banyak regulasi dan menciptakan iklim investasi yang kondusif.1

 

Korban Kezaliman UU Cipta Kerja

Omnibus Law yang diteken sebagai UU Cipta Kerja nyatanya memang lebih menguntungkan pengusaha, bahkan membuka kesempatan luas bagi asing.  Di antara sekian persoalan yang bakal menunai kekacauan, akibat yang segera dirasakan rakyat adalah masalah ketenagakerjaan.  Para pekerja yang menjadi tulang punggung keluarga, jelas terancam posisinya.  Terbayang suram masa depan keluarga.  Jangankan harapan memenuhi pendidikan bagi anak atau menjamin kesehatan keluarganya, memenuhi kebutuhan pangan dan energi harian pun mereka kuatir tak mampu.

Take home pay para pekerja bakal terganggu. Bisa lebih rendah dari yang diterima sebelumnya.  Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) bakal dibuat menyesuaikan laju inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) dihapus.  Mereka mesti bersaing dengan tenaga alih daya yang disediakan lembaga outsourcing. Apalagi metode penetapan upah akan disusun berdasarkan satuan waktu atau satuan hasil pekerjaan.  Mereka juga bakal kehilangan tunjangan dan jaminan yang biasa diperoleh pekerja tetap. Pasalnya, tidak ada batas waktu bagi perusahaan untuk membuat mereka sebagai pekerja kontrak.

Hak mereka untuk menjalankan posisi kemanusiaannya pun dihilangkan demi alasan efisiensi produksi.  Banyak hak cuti—termasuk cuti untuk menjalankan perintah wajib agama—kemungkinan  dihilangkan.  Kalaupun perusahaan memperbolehkan cuti, hak upah atas cuti itu hilang.

Risiko kehilangan pekerjaan bertambah besar karena potensi gelombang kedatangan TKA.  Berbagai regulasi dalam UU baru menjadi bukti bahwa Pemerintah memang tak memberlakukan syarat ketat bagi pekerja asing.  Apalagi dalam situasi ekonomi yang sulit, akan banyak modus bagi perusahaan untuk mem-PHK mereka.  Jika itu terjadi, nilai pesangon berkurang dari sebelumnya 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Pesangon bahkan bisa dihapuskan dalam kondisi tertentu.

Tanpa pemberlakuan UU Cipta Kerja saja, akibat pandemi Corona, kelangsungan hidup pekerja serta keluarganya sudah amat terganggu. Pusat Penelitian Kependudukan LIPI menunjukkan, 15,6 persen pekerja mengalami PHK dan 40 persen pekerja mengalami penurunan pendapatan. Sebanyak 7 persen pendapatan buruh turun sampai 50 persen.2

Keadaan ekonomi keluarga bakal semakin parah setelah UU ini diberlakukan. Belum lagi bila membicarakan nasib buruh perempuan. Mereka tentu turut menjadi korban. Bahkan bisa jadi lebih parah.  Pada saat pemberlakuan UU Ketenagakerjaan No. 13/2003 yang mengatur cuti haid saja, izinnya masih dipersulit perusahaan. Bila tidak mendapatkan surat keterangan dokter dari klinik pabrik atau klinik tingkat I yang tercantum dalam kartu BPJS, mereka terpaksa memilih menahan sakit saat bekerja. Apalagi bila menggunakan UU Cipta Kerja, tak ada cuti hamil dan keguguran. Sebab, dalam UU itu hanya disebutkan cuti tahunan dan cuti panjang sesuai  perjanjian kerja.

Di lain pihak, UU yang disinyalir mempermudah perampasan lahan dan menyempitkan lapangan pekerjaan ini, akan mendorong migrasi perempuan untuk sekadar menjadi pekerja rumah tangga di negeri orang.  Padahal buruh migran acap kali menjadi korban kekerasan dan pelanggaran hak berlapis.3

 

Syariah Islam Menghapuskan Kezaliman

Semua derita buruh itu tidak akan terjadi bila kaum Muslim masih berada di bawah naungan Khilafah Islamiyah.  Karena Khilafah menerapkan politik ekonomi—termasuk masalah ketenagakerjaan—sesuai  hukum syariah Islam.  Tak ada kebebasan kepemilikan sebagaimana paradigma Kapitalisme yang membuat para pemodal berani merampas sumberdaya melalui regulasi hasil pat gulipat dengan rezim, legislator dan penegak hukum.   Regulasi ini membuat para oligark mampu menguasai negara dan hajat hidup rakyat.

Lenyapnya fungsi negara sebagai penanggung jawab umum semua urusan rakyat menyebabkan para pemodal leluasa mengatur urusan ketenagakerjaan.  Kapitalisme pula yang melahirkan strata dalam masyarakat. Para kapitalis menjelma menjadi borjuis yang selalu menzalimi kelas proletar, para pekerja yang dianggap lebih rendah posisinya.  Negara memindahkan beban jaminan kesejahteraan pekerja kepada para pemodal yang memiliki akses dan aset luar biasa hingga para pekerja bergantung nasib pada tuannya.

Karena itulah kaum pekerja mulai tertarik mengadopsi ideologi Sosialisme sebagai bentuk perlawanan atas kezaliman yang menimpa mereka.  Karena itu, untuk menghindari chaos, para pengusaha lantas memberikan upah sesuai standar kesejahteraan yang dituntut buruh.

Realitas inilah yang dianggap membebani para pengusaha. Mereka harus menanggung upah jutaan pekerjanya sesuai living cost. Para pemodal harus  menanggung upah minimum regional, Kebutuhan Hidup Layak (KHL), tunjangan dan berbagai jaminan.  Kesalahan demi kesalahan akibat mengadopsi ideologi yang batil telah membawa pada masalah demi masalah, yang tak akan mampu diurai oleh sistem Kapitalisme ataupun Sosialisme.  Termasuk kesalahan memobilisasi perempuan ke dunia upah murah, yang berujung pada eksploitasi karena hanya menganggap mereka sebagai faktor produksi, bukan ibu generasi.

Solusi tuntas hanya mampu diberikan Islam (Lihat: QS al-Jatsiyah [45]: 18). Dalam aspek makro, pemeliharaan urusan rakyat adalah tanggung jawab negara.  Khilafah memberikan layanan gratis pendidikan, kesehatan, transportasi dan energi. Jaminan kesehatan dan jaminan hari tua dipenuhi negara, bukan pemberi kerja.  Khilafah wajib menyediakan lapangan kerja, termasuk pemberian modal kerja dan keahlian. Jaminan nafkah untuk yang tidak mampu akan dipenuhi oleh Baitul Maal bagi seluruh rakyat. Semua mekanisme itu tentu memberikan ketenteraman bagi pengusaha dan pekerja.

Demikian pula jaminan pemenuhan kebutuhan perempuan akan dipenuhi sesuai hukum nafkah oleh suami atau walinya, tanpa menuntut diri harus bekerja untuk membantu ekonomi keluarga. Kalaupun dia memilih untuk bekerja, syariah telah menjaga dirinya dalam aturan yang melindungi kehormatannya, sekaligus menjaga posisi utamanya sebagai ibu generasi.  Tidak mungkin dia bekerja lembur atau pergi jauh dari perlindungan mahram-nya.

Umat Islam tidak mengenal strata sosial sehingga terbagi dalam kelas pekerja dan kelas pemilik modal.  Dalam skala mikro, Khilafah tinggal memastikan syariah Islam berlaku saat mengatur ijârah (akad kontrak) antara pengusaha dan pekerja.  Imbalan yang diperoleh akan sesuai dengan manfaat yang diberikan, bukan kebutuhan atau living cost terendah.  Mereka semua terikat dengan hukum syariah, termasuk jika terjadi perselisihan.  Perselisihan—terutama masalah upah—diselesaikan melalui perantaraan khubara (ahli) independen yang dipilih oleh kedua belah pihak, atau oleh aparat negara jika keduanya tak bersepakat. Aparat negara, seperti qâdhi, turut berwenang menyelesaikan perselisihan secara adil. Kalau negara melakukan kezaliman, maka wajib seluruh umat menuntut Negara dan Mahkamah Mazhalim wajib menghilangkan kezaliman itu.

Demikianlah keindahan syariah Islam.  Pemeliharaan kepentingan seseorang sebagai anggota masyarakat berkaitan dengan pemeliharaan kepentingan seluruh rakyat. Kebutuhan buruh adalah kebutuhan seluruh rakyat, yang dijamin pemenuhan seutuhnya oleh Khilafah.  Inilah serangkaian mekanisme yang mampu menghilangkan semua potensi kezaliman yang bakal menimpa rakyat, termasuk perempuan dan keluarganya. []

 

Catatan Kaki:

1        https://nasional.okezone.com/read/2020/02/10/337/2166391/dalam-forum-bisnis-di-australia-presiden-jokowi-pastikan-omnibus-law-akan-permudah-investasi

2        https://bisnis.tempo.co/read/1350955/dampak-corona-305-juta-orang-terkena-phk-hingga-juni

3        https://www.validnews.id/Dampak-Omnibus-Law-Bagi-Perempuan-biO

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

15 + 18 =

Back to top button