Nisa

Rumah Basis Pendidikan Generasi Pembangunan Peradaban Mulia

Rumah merupakan tempat penyemaian generasi pembangun peradaban mulia, kader tangguh yang akan meneruskan perjuangan orangtuanya. Karena itu keluarga diharapkan mampu melahirkan generasi  yang baik dan kuat dzurriyat[an] thayyibat[an]  dan mencegah munculnya generasi buruk dan lemah dzurriyat[an] dhia’f[an].

Namun dalam kehidupan yang didominasi sekulerisme kapitalisme, rumah telah kehilangan fungsinya sebagai basis pendidikan keluarga.  Tidak sedikit rumah yang sudah beralih fungsi hanya  tempat bernaung secara fisik semata, bahkan ada juga yang sekedar tempat singgah sementara.  Para penghuninya lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah.

Bagaimana gambaran rumah sebagai basis pendidikan keluarga dan apa yang harus dilakukan agar rumah optimal mewujudkan fungsi tersebut?

 

Seruan untuk Mendidik Keluarga

Bagi seorang Muslim, pendidikan keluarga adalah perkara yang penting bahkan menjadi salah satu kewajiban yang dibebankan Allah SWT. Allah SWT berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا ٦

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka… (TQS at-Tahrim [66]: 6).

 

Penjagaan keluarga dan generasi dari azab neraka tidak mungkin bisa terwujud kecuali dengan memahamkan mereka dengan ajaran Islam.  Di sinilah letak pentingnya proses pendidikan dilakukan di rumah.

 

Rumah Sebagai Basis Pendidikan

Pendidikan pertama harus diterima anak dari orangtuanya di rumah.  Ilmu yang mereka peroleh akan menjadi modal berharga untuk terjun ke tengah masyarakat, menghadapi realitas kehidupan yang beragam.  Bekal ini akan membuat mereka mampu memilah dan memilih apa yang harus mereka ikuti dan mana perkara yang harus mereka jauhi.  Mereka pun akan siap untuk menghadapi berbagai masalah dan menyelesaikannya dengan patokan kebenaran yang jelas, yakni syariah Islam.

Kuat-lemahnya bangunan ditentukan oleh kokoh tidaknya pondasi.  Demikian juga kualitas anak-anak kita bergantung pada proses pendidikan yang ditanamkan di rumah.  Mereka akan tumbuh menjadi sosok yang memilki keimanan yang kuat, taat syariah, serta memiliki kecakapan dan kecukupan ilmu jika mendapatkan pendidikan yang baik di rumah.  Sebaliknya, mereka akan menjadi generasi yang  lemah dan rusak jika tidak  merasakan pendidikan yang baik di rumah.

Anak yang lahir dalam keluarga yang peduli pada pendidikan Islam tidak mudah terpengaruh oleh apapun yang terjadi di luar.  Mereka akan memiliki komitmen untuk istiqamah dalam kebenaran yang telah mereka yakini (hasil pendidikan di rumah).

 

Benteng yang Harus Dijaga

Dalam pandangan Islam negara (pemimpin/imam) adalah pelindung dan penanggung jawab urusan rakyatnya.  Negara berkewajiban memastikan kebutuhan rakyatnya terpenuhi dengan baik, termasuk keharusan menyeleng-garakan pendidikan yang layak. Rasulullah saw. bersabda:

إنَّماَ الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

Sungguh Imam (Khalifah) itu (laksana) perisai. Orang-orang akan berperang mendukung dirinya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya (HR al-Bukhari, Muslim, an-Nasa’i, Abu Dawud dan Ahmad).

 

Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa Imam/Khalifah adalah junnah (perisai) yang menghalangi musuh menyerang kaum Muslim, menghalangi sebagian masyarakat menyerang sebagian yang lain, melindungi kemurnian Islam dan orang-orang berlindung kepada dirinya.

Namun, sekarang Imam/Khalifah yang akan melindungi itu belum hadir lagi. Karena itu berbagai serangan dan ancaman terus bertebaran di tengah umat tanpa ada yang menghadang.  Misalnya, ide dan pemikiran yang bertentangan dengan Islam terus berkembang  dan merusak generasi Muslim.  Kesesatan dan penyesatan terus bermunculan tanpa ada yang menghalangi seperti islamophobia, ide islam moderat, penghinaan terhadap ajaran Islam, kriminalisasi ulama dan aktivis Islam, dll.

Dalam kondisi ketiadaan pemerintahan Islam, harapan pelindung itu sekarang tertumpu pada keluarga.  Beban keluarga dalam mendidik dan melindungi generasi menjadi sangat berat. Kadang kekuatan yang dimiliki  tidak sebanding dengan serangan yang dihadapi yang begitu massif, terstruktur dan sistemik. Namun, tetap benteng keluarga ini harus terus dipertahankan jangan sampai dihancurkan oleh lawan.

Kita berharap pendidikan yang ditanamkan di rumah akan menjadi pondasi untuk melahirkan kader tangguh yang akan mengokohkan barisan untuk memperjuangkan tegaknya institusi pelindung hakiki.  Pada saat itulah beban pendidikan di rumah akan terasa mudah karena dibantu dan diringankan oleh negara.  Negara tidak akan membiarkan ide-ide yang merusak berkembang.  Kebijakan pendidikan yang dicanangkan negara pun akan sejalan dengan pendidikan di rumah, yakni mencetak generasi bertakwa.

 

Upaya Menjadikan Rumah Sebagai Basis Pendidikan

Dorongan pendidikan yang diselenggarakan di rumah harus lahir dari keimanan, yakni menjadikan iman sebagai unsur pertama dan utama.  Dengan dasar iman, orangtua akan terus berkomitmen untuk mendidik anak-anaknya sekalipun berbagai kesulitan menyertai. Mereka pun tidak berharap mendapat imbalan materi. Pendidikan anak diyakini sebagai investasi tiada henti.  Buahnya berupa aliran pahala yang tidak akan terputus oleh waktu. Rasulullah saw. bersabda:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْه عَمَلُه إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَه

Jika seorang telah meninggal dunia, seluruh amalnya terputus kecuali tiga: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendo’akan dirinya (HR Muslim).

 

Rumah sebagai basis pendidikan akan tercapai manakala keluarga  memiliki visi-misi pendidikan yang ingin diwujudkan.  Visi pendidikan yang dicanangkan akan mengarahkan proses pendidikan yang harus dijalani, yakni mencetak generasi shalih/shalihah yang berkeribadian Islam.  Orangtua sebagai pelaku utama  memahami tugas dan tanggung jawab serta target dari upaya yang mereka lakukan.  Pendidikan tidak berjalan ala kadarnya, sekadar penggugur kewajiban, namun dilaksanakan dengan penuh kesungguhan dan mengerahkan segenap upaya demi tercapainya target pendidikan.

Keberhasilan sebuah proses pendidikan erat kaitannya dengan ketepatan metode yang diterapkan.  Seorang Muslim tidak perlu bingung mencari metode pendidikan yang harus diambil untuk mendidik putra-putrinya.  Telah ada contoh yang baik yang diberikan baginda Nabi saw.

Dengan mempelajari sirah perjalanan hidup beliau akan diperoleh gambaran metode pendidikan yang telah beliau amalkan.  Contoh tersebut meliputi; proses penanaman pemahaman, memberikan informasi yang cukup disertai fakta yang terindra (bukan dogma dan intimidasi); memberikan contoh nyata dan pembiasaan;  serta mendorong dan memberikan motivasi.

Kesuksesan pendidikan di rumah ditentukan oleh kebenaran materi yang disampaikan. Berikut materi yang harus diberkan:

Pertama, terkait keimanan.   Rasulullah saw. memberikan contoh nyata bagaimana beliau menanamkan keimanan kepada putra pamannya, Ibnu Abbas ra. yang waktu itu usianya masih kanak-kanak.

Rasulullah saw. bersabda, “Nak, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa patah kata. Jagalah (agama) Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah (ketentuan) Allah, niscaya akan engkau dapati Allah ada di hadapanmu. Jika engkau memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan hanya kepada Allah. Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah.  Ketahuilah! Andaikata seluruh umat berhimpun untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat bagimu, mereka tidak akan mampu memberikan manfaat apapun, kecuali sesuatu yang telah Allâh tetapkan untukmu. Jika mereka berhimpun untuk menimpakan suatu malapetaka kepadamu, mereka tidak akan mampu melakukan itu sedikit pun kecuali menurut sesuatu yang telah Allâh tetapkan bagimu. Pena-pena takdir telah diangkat dan lembaran-lembaran catatan takdir telah kering.” (HR at-Tirmidzi).

Kedua, seputar pengetahuan syariah.  Tema ini membahas apa saja yang diharamkan Allah, apa saja yang diwajibkan, serta perkara yang sunah, makruh juga mubah.  Pemahaman tentang hukum syariah akan menjadi standar penilaian sesuatu baik atau buruk, sebuah perbuatan harus dilakukan atau harus ditinggalkan.

Rasulullah saw. bersabda:

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاء سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاء عَشْرٍ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ

Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat ketika  berusia tujuh tahun. Pukullah mereka jika meninggalkan  shalat ketika berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah mereka  di ranjang masing-masing (HR Abu Dawud).

 

Ketiga, life skills dan kemandirian. Kemampuan ini penting dimiliki agar anak mampu bertahan hidup dalam kondisi apapun dan mereka bisa menyelesaikan masalah yang mereka hadapi dengan benar sesuai tuntunan syariah.  Dari Ibn Umar,  Nabi saw. bersabda, “Ajarilah anak-anak lelakimu berenang dan memanah. Ajari menggunakan alat pemintal untuk wanita,” (HR al-Baihaqi).

Hadis ini salah satu nas yang menunjukkan bahwa Nabi saw. memperhatikan pendidikan life skills.

Keempat, kewajiban berdakwah.  Di antara target pendidikan di rumah yang harus diraih adalah membangun kesadaran bahwa menyampaikan ajaran Islam adalah salah satu kewajiban yang harus ditunaikan.  Terkait dakwah ini juga penting dibahas bagaimana kondisi umat saat ini menderita karena syariah Islam tidak diterapkan secara kaffah. Pemahaman tentang kewajiban dakwah dan urgensinya akan melahirkan semangat  untuk terlibat dalam perjuangan penegakan syariah.

 

Melahirkan Generasi Hebat

Peletakan pondasi pendidikan di rumah memiliki tujuan-tujuan yang mulia. Di antaranya:

Pertama, menyelamatkan keluarga dari api neraka.  Allah SWT berfirman (Lihat QS at-Tahrim [66]: 6).

Kedua, pendidikan yang diberikan orangtua diharapkan bisa menjaga anak tetap dalam fitrahnya sebagai insan yang beriman. Nabi saw. bersabda:

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاه يَهُوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِه أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Kedua orangtuanyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi (HR al-Bukhari).

 

Ketiga, melahirkan generasi pemimpin yang peduli pada nasib umat.  Salah satu kesuksesan pendidikan di rumah adalah munculnya calon pemimpin umat, kader dakwah, pelanjut perjuangan.  Di pundak merekalah harapan tegaknya Khilafah bisa diwujudkan.

رَبَّنَا هَبۡ لَنَا مِنۡ أَزۡوَٰجِنَا وَذُرِّيَّٰتِنَا قُرَّةَ أَعۡيُنٖ وَٱجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِينَ إِمَامًا ٧٤

Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa (QS al-Furqan [25]: 74).

 

Membutuhkan Kerjasama

Sebuah bangunan tidak akan terwujud jika baru meletakkan pondasi, namun perlu dilanjutkan dengan pemasangan bahan-bahan lainnya.  Mencetak generasi tangguh pembangun peradaban Islam juga tidak mungkin hanya dilakukan di rumah.  Kita adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi  dan saling mempengaruhi dengan masyarakat dan lingkungan sekitar.  Oleh karena itu harus dijalin kerjasama harmonis antara rumah dengan pihak-pihak yang mempengaruhi anak.  Di antaranya kerjasama dengan sekolah, tetangga sekitar, komunitas tempat anak kita beraktivitas, dan kelompok dakwah .

Kehadiran mereka harus mendukung dan mengokohkan pendidikan yang dilakukan di rumah.  Tidak boleh dibiarkan adanya pihak yang kontra produktif apalagi menghancurkan pondasi yang sudah kita bangun dalam keluarga.  

WalLahu a’lam. [Dedeh Wahidah Achmad]

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

6 + 10 =

Back to top button