Kapitalisme Menindas Perempuan
Kasus-kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan tidak pernah absen dalam lintasan peristiwa. Kejadian-kejadian tersebut seolah menggugat masyarakat dunia yang tidak memberi ruang aman bagi perempuan.
Dunia yang rawan bagi perempuan telah menggerakkan sebagian masyarakat untuk menuntut keadilan bagi perempuan. Dengan definisi dan sudut pandang sekuler, para aktivis perempuan menyuarakan keadilan dan kesetaraan gender. Beragam kampanye dan inisiasi digulirkan untuk mengubah tatanan hirarki masyarakat yang mereka anggap menyudutkan perempuan hingga menjadi tatanan masyarakat yang egaliter bagi perempuan.
Deklarasi Universal Majelis Umum PBB dicanangkan demi menyatakan bahwa segala bentuk kekerasan terhadap perempuan akan menghambat peluang mereka untuk mencapai kesetaraan hukum, sosial, politik dan ekonomi dalam masyarakat. Deklarasi ini menegaskan bahwa istilah kekerasan terhadap perempuan akan mengacu pada tindakan yang membahayakan fisik, seksual atau psikologis, baik dalam kehidupan publik atau pribadi. Intimidasi, pelecehan dan penghinaan atau bahkan melarang perempuan berpartisipasi dalam lingkungan sosial bisa dikategorikan sebagai kekerasan terhadap perempuan. Aroma kebebasan tercium sangat jelas dalam definisi tersebut.
Namun, apakah gerakan ini berhasil membuat kaum perempuan mendapat tempat yang aman dan terhormat di dunia ini? Data menunjukan bahwa kaum perempuan tetap dalam kondisi terpuruk. Mereka mendapatkan stereotype sebagai pemuas nafsu, bukan hanya di dunia domestik, bahkan meluas ke lingkup publik. Rasa aman pun kian lenyap dari kaum perempuan seiring dengan rambahan kaum ini ke dunia publik.
Masyarakat Eropa, dengan segudang klaimnya untuk membela hak-hak perempuan, juga tidak mampu menjaga perempuan dari kekerasan. Jumlah perempuan dalam sebuah keluarga Eropa yang mengalami kekerasan fisik dan mental sangat mengkhawatirkan. Di Inggris hampir setiap menit perempuan menghubungi polisi karena berada dalam bahaya akibat kekerasan di keluarga.
Dalam bidang ekonomi, abad partisipasi perempuan yang dicanangkan mantan Menlu AS, Hillary Clinton, telah memaksa perempuan untuk berkiprah di lini bisnis. Bahkan dengan kapitalisme pasar saat ini, para perempuan dipaksa bekerja, yang sering membuat mereka menderita. Mereka harus rela meninggalkan anak-anak dan keluarganya untuk menjadi buruh pabrik atau tenaga kerja migran dengan upah murah dan rawan terhadap pelecehan dan kekerasan.
Para perempuan juga diaruskan untuk menggeluti pekerjaan yang mengeksploitasi kecantikannya, seperti menjadi model iklan, dengan bayaran yang sangat kecil dibandingkan dengan keuntungan perusahaan-perusahaan kapitalis yang menyewa mereka. Bahkan mereka disiksa dengan stereotype Barat, bahwa cantik itu harus bertubuh langsing, tinggi, mulus dan berkulit putih sehingga membuat mereka terpedaya dengan diet ketat dan produk-produk kosmetik berbahaya. Begitulah cara Barat memperlakukan perempuan.
Alhasil, kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan tidak pernah bisa sirna dari dunia yang dipimpin Barat kapitalis saat ini. [Ummu Hasyim ; (Ibu Rumah Tangga)]