Opini

Perang Dagang Cina-AS, Siapa Buntung?

Perang dagang Cina-AS menemukan titik jenuh. Kedua negara rugi miliaran dolar sejak 2018. Perang dagang ini menghantam industri otomotif, teknologi dan pertanian. Ekonomi AS dan Cina kehilangan sekitar 2,9 miliar dolar AS pertahun.

Sesuai data Kementerian Pertanian AS, total pengiriman ekspor pertanian AS ke Cina selama 10 bulan pertama di 2018 turun 42 persen dari tahun sebelumnya, yakni menjadi 8,3 miliar dolar AS. Adapun kontrak berjangka kedelai yang paling aktif diperdagangkan rata-rata 8,75 dolar AS pergantang pada periode Juli hingga Desember 2018. Jumlah tersebut turun dari rata-rata 9,76 dolar AS selama periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Cina mematok tarif impor untuk komoditas kedelai, jagung, gandum dan sorgum. Perdagangan di bidang pertanian mengalami hantaman cukup besar. Sebab Cina merupakan importir kedelai terbesar dunia dan mengandalkan AS untuk minyak dari biji-bijian senilai 1,2miliar dolar AS. Saat ini sebagian besar pasokan kedelai Cina diimpor dari Brasil.

Terlepas dari kerugian dua negara di atas, liberalisme perdagangan membuat negara-negara miskin dan berkembang masih merana dengan model perdagangan tersebut. Serbuan produk-produk impor dari negara maju yang tidak jarang biaya produksi dan pemasarannya disubsidi besar-besaran oleh negara justru menggilas perekonomian mereka. Mereka pun akhirnya hanya menjadi negara konsumtif.

Padahal pada mulanya negara-negara industri seperti Cina, Inggris dan AS sangat memproteksi industri mereka dengan tarif yang tinggi. Setelah kuat mereka menuntut perdagangan bebas. Tujuannya tidak lain agar para kapitalis meraup untung lebih besar karena pasar produk-produk mereka makin luas. Di sisi lain berbagai ekspor komoditas negara-negara berkembang ke negara-negara industri, jika mengancam industri dalam negeri mereka, dihambat dengan berbagai regulasi.

Inilah dampak penerapan sistem ekonomi Kapitalisme. Salah satu doktrinnya adalah kebebasan memiliki dan melakukan transaksi ekonomi. Perdagangan bebas dipandang sebagai metode untuk mendistribusikan barang dan jasa secara efisien. Dengan kebijakan tersebut berbagai hambatan tarif dieliminasi. Harga barang pun semakin murah dan mudah didistribusikan ke negara lain. Kompetisi tak terelakkan. Barang yang diproduksi dan dipasarkan secara efisien akan eksis, sementara yang tidak efisien akan tersingkir secara alamiah.

Pada kenyataannya perdagangan bebas hingga perang dagang telah menjadi salah satu strategi negara-negara kapitalis untuk mendominasi negara lain.

Di dalam Islam haram hukumnya membiarkan negara-negara kafir menguasai kaum Muslim. Allah SWT berfirman: Allah tidak akan pernah membiarkan orang-orang kafir menguasai kaum Muslim (TQS an-Nisa’ [3]: 141].

Bagaimana dengan Indonesia? Orang sadar punya jawabannya. WalLâhua’lam. [Taufik S. Permana ; (Geopolitical Institute)]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

three × two =

Back to top button