Tuntunan Syariah Mengatasi Wabah
Penyebaran Covid-19, khususnya di negeri ini, terus bergerak ke segala arah. Semua disasar, tak peduli agama, suku, ras, tempat tinggal maupun status sosial. Per 1 April 2020 sudah mencapai 1677 kasus positif, 157 meninggal dunia, dan 103 sembuh. Artinya, rata-rata tingkat kematiannya (case fatality rate) mencapai 9,36%. Angka ini paling tinggi di Asia dan urutan kedua di dunia setelah negara Italia.
Ketua Satgas Covid-19 dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. dr. Zubairi Djoerban, Sp.PD memprediksi penyebaran Covid-19 ini seperti gunung es. Artinya, jumlah kasus yang terlihat tampak sedikit, padahal banyak yang tidak terungkap. Selain itu, menurut prediksi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), yang merupakan bagian draf “Covid-19 Modelling Scenarios Indonesia”, tanpa intervensi Negara, lebih kurang 2,5 juta orang berpotensi terjangkit Covid-19. Bila intervensinya rendah, kurang lebih 1,75 juta orang berpotensi terjangkit Covid-19. Menurut prediksi beberapa kalangan, akan terjadi super spreading (penyebaran tak terkendali) wabah ini pada Bulan Ramadhan dan Lebaran tahun ini (sekitar akhir April s.d akhir Mei 2020).
Oleh karena itu, sudah saatnya semua pihak (terutama pemegang kebijakan di negeri ini) bersatu-padu dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati mengambil petunjuk wahyu dari Allah SWT, yaitu konsep Islam dalam pemberantasan Covid-19. Konsep Islam tersebut antara lain: Pertama, pemimpin Muslim itu harus yang bertakwa dengan senantiasa memperhatikan urusan dan kemaslahatan (kebaikan) rakyatnya. Termasuk urusan menjaga kesehatan rakyatnya berdasarkan tuntunan syariah Islam. Nabi Muhammad saw. bersabda, “Pemimpin masyarakat adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Jadi, dalam penanganan Covid-19 pemimpin negeri ini harus bertindak cepat, profesional dan syar’i. Dalam pandangan Islam nyawa seorang manusia itu lebih berharga daripada bumi dan seisinya.
Kedua, Islam telah memberikan tuntunan tentang penanganan wabah penyakit yang menimpa masyarakat luas. Nabi Muhammad saw. bersabda, “Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasukinya. Jika wabah terjadi di tempat kalian berada, jangan tinggalkan tempat itu” (HR al-Bukhari).
Jadi, Islam telah memberikan resep yang manjur sejak 14 abad yang lalu bahwa untuk mengatasi wabah penyakit yang menimpa masyarakat adalah dengan karantina atau lockdown. Kebijakan lockdown ini pernah diterapkan oleh Khalifah Umar bin al-Khaththab saat terjadi wabah Tha’un pada era kepemimpinannya. Dengan kebijakan “lockdown” kala itu, wabah penyakit (Tha’un) tersebut dapat diberantas dalam waktu yang relatif singkat.
Ketiga, jika wabah telah menyebar dalam suatu wilayah, Negara wajib menjamin pelayanan kesehatan berupa pengobatan secara cepat, profesional, dan gratis untuk seluruh rakyat di wilayah terdampak wabah tersebut. Negara harus menyediakan tempat pengobatan (Rumah Sakit, Poliklinik, Pusat Pelayanan Kesehatan, Puskesmas, dll), laboratorium pengobatan dan fasilitas lainnya secara memadai untuk mendukung pelayanan kesehatan masyarakat agar wabah segera berakhir. Negara pun wajib menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, khususnya kebutuhan pangan rakyat di wilayah wabah (yang diterapkan kebijakan lockdown) tersebut. Adapun orang-orang yang sehat di luar wilayah yang dikarantina tetap melakukan aktivitas sehingga kehidupan sosial dan ekonimi tetap berjalan.
Alhasil, kita semua perlu meneladani konsep dari Islam tersebut dalam penanganan wabah (terutama Covid-19 ini) dan segera melakukan langkah-langkah yang shalih yang telah dituntunkan oleh Allah SWT, Tuhan sekalian alam. Dengan itu niscaya akan akan tercipta kebaikan bagi seluruh umat manusia. Yakinlah! Jangan ragu!. WalLahu a’lam. [Achmad Fathoni ; (Direktur el-Harokah Research Center)]