Pengantar

Pengantar [Ulama dalam Lingkaran Kekuasaan]

Assalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.

Pembaca yang budiman, ulama kembali diuji. Bukan oleh musibah atau bencana. Namun, oleh fitnah dunia. Fitnah kekuasaan dan jabatan.

Hari-hari ini bangsa ini kembali diramaikan oleh perebutan kekuasan setiap lima tahunan. Pilpres. Ajang lima tahunan ini kembali membelah umat. Termasuk ulamanya. Ada ulama yang konsisten menjaga jarak dengan penguasa. Mereka tetap kritis terhadap kekuasaan. Mereka tetap konsisten melakukan amar makruf nahi mungkar terhadap rezim zalim. Sebaliknya, tak sedikit ulama yang berusaha dekat penguasa. Bahkan terus menempel pada kekuasaan. Setali tiga uang. Penguasa pun berusaha meraih simpati ulama. Berusaha menganggandeng tangan ulama. Tentu semata-mata demi mempertahankan kekuasaan. Penguasa berharap, kedekatan dengan ulama bisa menjadi alat untuk meraih simpati umat sekaligus menjadi legitimasi atas kekuasaannya yang jauh dari Islam. Penguasa tentu sadar, selama ini mereka anti Islam dan cenderung memushi para ulama. Saat-saat seperti ini, tentu mereka ingin menghapus kesan itu dari benak umat. Mereka ingin—saat makin dekat dengan Pilpres—umat melihat bahwa mereka mulai dekat dengan ulama. Celakanya, banyak ulama yang tidak sadar bahwa mereka hanya dimanfaatkan oleh penguasa demi melangengkan kekuasaan mereka yang korup. Banyak ulama malah rela bahkan terkesan bangga menjadi stempel penguasa zalim saat ini.

Sikap ulama seperti saat ini tentu sangat jauh dengan sikap ulama dulu. Ulama salafush shalih dulu sangat ketat menjaga jarak dengan kekuasaan. Mereka cenderung tak mau dekat-dekat dengan penguasa. Khawatir terkena fitnahnya. Boro-boro berlomba-lomba mendatangi pintu penguasa. Diundang datang ke istana penguasa pun mereka enggan. Tentu bukan karena kekuasan itu haram dan harus dijauhi. Namun, mereka khawatir jika kedekatan mereka dengan kekuasaan menjadikan mereka terkena fitnah dunia. Fitnah jabatan dan kekuasaan. Mereka khawatir tak lagi bisa bersikap kritis terhadap penguasa. Mereka khawatir lidah mereka kelu menghadapi kezaliman penguasa. Mereka khawatir tak lagi bisa melakukan amar makruf nahi mungkar terhadap penguasa.

Itulah tema utama al-waie kali ini, selain sejumlah tema menarik lainnya. Selamat membaca!

Wassalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

16 − eleven =

Back to top button