Siyasah Dakwah

Hizbut Tahrir Hanya Berdakwah

Siapa saja yang mengamati secara mendalam, kontinu dan jujur aktivitas organisasi Hizbut Tahrir, baik di Indonesia ataupun di belahan bumi lainnya, tidak akan menemukan pada kelompok ini  kecuali dakwah memperjuangkan Islam.  Ide dan pemikiran (fikrah) yang diemban serta jalan perjuangan (tharîqah) yang ditempuh tidak keluar dari garis perjuangan (dakwah) yang ditempuh Rasulullah bersama para Sahabat.  Eksistensi Hizbut Tahir hakikatnya  dalam rangka memenuhi seruan Allah SWT dalam Firman-Nya:

وَلۡتَكُن مِّنكُمۡ أُمَّةٞ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ

Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyerukan kebajikan, melakukan amar makruf nahi munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung (Ali Imran [3]: 104).

Pemikiran-pemikiran yang diemban oleh Hizbut Tahrir—mulai dari  akidah, syariah dalam ekonomi, pendidikan, sosial kemasyarakatan, peradilan,  politik dalam dan luar negeri—adalah ide-ide Islam yang diperjuangkan dalam bentuk dakwah.

Rangkaian persoalan yang ada di masyarakat selalu direspon oleh Hizbut Tahir dengan standar akidah Islam dan tidak pernah melenceng dari dakwah (menyeru) untuk kembali pada syariah Islam secara menyeluruh.

Dalam persoalan akidah, misalnya, saat negeri ini diterpa dengan munculnya beragam aliran sesat dan menyimpang, Hizbut Tahrir tanggap dan tampil menjelaskan akar persoalan kesesatannya dengan ukuran akidah Islam, alasan mengapa ajaran tersebut marak dan tumbuh berkembang dan bagaimana solusinya. Semua dijelaskan kepada masyarakat dalam bentuk dakwah, bukan dengan melakukan tindakan main hakim sepihak kepada pelaku aliran sesat.

Ketika sistem (politik) ekonomi di negeri ini kian terkooptasi sistem  ekonomi liberal gaya baru (neo imperialism dan neo-liberalisme), Hizbut Tahrir tampil dengan suara lantang menjelaskan bahaya negara yang dihela dengan sistem ekonomi pasar tersebut.  Bahaya besar diderita masyarakat saat terjadi “simbiosis mutualisme” antara penguasa dan pengusaha, apalagi jika pengusaha jadi penguasa (corporate state).

Pada saat rangkaian UU seperti UU Sumber Daya Alam, UU Minerba, UU Listrik, UU Penanaman Modal ditelikung menjadi UU yang sangat pro asing,  Hizbut Tahrir protes keras dan menyebutnya ini sebagai “jalan legal”  memuluskan agenda-agenda asing dalam menguasai dan menjarah kekayaan Indonesia. Masyarakat dicerahkan tentang konsekuensi buruk akibat UU tersebut, dan sekaligus diberi solusi bagaimana Islam menata kehidupan ekonomi bernegara dengan sudut pandang Islam.  Semua dalam bentuk dakwah. Tidak jarang perwakilan dari Hizbut Tahrir secara langsung mendatangi DPR, berdakwah untuk menolak UU tersebut yang sangat merugikan rakyat.

Saat generasi ini diterpa oleh arus kehidupan rendahan seperti LGBT, kelompok ini bersama dengan komponen umat yang peduli generasi, menguliti bobroknya ide dan perilaku kehidupan sosial menyimpang yang secara massif digasak Barat ke negeri ini. Selalu saja masyarakat dicerahkan dengan solusi syariah Islam melalui dakwah. Tak terdengar Hizbut Tahrir Indonesia melakukan swipping atas pelaku LGBT betapa pun masyarakat yang normal ingin muntah melihat perilaku kaum Sodom ini.

Sewaktu negeri ini digerogoti gejala separatis, Hizbut Tahir Indonesia tampil paling depan menyeru masyarakat dan Pmerintah agar menolak intervensi asing yang mendesain melalui jajak pendapat sehingga pada akhirnya memisahkan Timor Timur dari pangkuan NKRI. Ini karena Hizbut Tahrir meyakini bahwa tindakan separatis memang bertentangan dengan ajaran Islam.

Dalam persoalan politik, Hizbut Tahrir memandang politik sebagai pengaturan urusan suatu masyarakat dengan sudut padang (ideologi) tertentu. Pemerintah adalah pelaku pelaksana kebijakan politik. Adapun masyara-kat, dalam bentuk individu ataupun berkelom-pok, berpolitik dengan melakukan muhâsabah (koreksi dan kritik) atas beragam kebijakan politik yang dilakukan penguasa.  Respon Hizbut Tahrir   atas ragam kebijakan politik Pemerintah tersebut tidak pernah keluar dari konteks dakwah.

Ketika rangkaian rezim negara ini melakukan kebijakan yang tidak pro rakyat, seperti menjual aset negara kepada asing, terus menumpuk hutang luar negeri dengan riba, menarik subsidi atas bahan pokok kebutuhan rakyat, mencabut subisidi BBM serta menaikan harganya, membebani rakyat dengan kian bervariasi dan kian tingginya pajak, melakukan impor komoditas yang sejatinya tidak perlu. Semua dikritisi oleh Hizbut Tahrir dengan mengembalikannya pada bagaimana pandangan  Islam dan disampaikan dalam konteks dakwah.

Hatta  soal kepemimpinan. Saat partai-partai politik (Islam) malu-malu menyampaikan esensi al-Quran surat al-Maidah 51 tentang larangan seorang Muslim memilih pemimpin kafir, Hizbut Tahrir tampil pioner menyampaikan pesan al-Quran tersebut bahwa haram bagi seorang Muslim memilih pemimpin kafir.  Semua kegiatan tersebut dilakukan oleh organisasi ini dengan suara dakwah, damai dan tanpa kekerasan.

Saking nyaringnya suara dakwah yang disuarakan oleh Hizbut Tahrir atas persoalan-persoalan kemasyarakatan, mulai dari persoalan akidah sampai Khilafah Islamiyah, selain kian banyak umat yang tersadarkan, tidak sedikit masyarakat yang nyinyir dan menyebut organisasi ini dengan “omdo”, omong doang. Dakwah syariah dan Khilafah saat itu dikatakan utopis.

Semua yang didakwahkan oleh Hizbut Tahrir tidak pernah keluar dari ajaran Islam, termasuk ajaran Khilafah Islamiyah. Khilafah Islamiyah justru merupakan ajaran Islam yang sangat agung. Ide ini bukan milik organisasi Hizbut Tahrir.  Ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah sepakat akan kewajiban pelaksanaannya.  Ajaran ini merupakan “Tâj al-Furûd” mahkota rangkaian kewajiban. Artinya, saat kaum Muslim meninggalkan sistem kehidupan ini, rangkaian kewajiban lain terlalaikan.

Pernyataan politisi PDIP, yang menyebut “Jokowi mirip Umar bin al-Khaththab”, satu sisi adalah ungkapan jujur akan sistem Khilafah yang nyata melahirkan pemimpin legendaris yang tidak mungkin dihilangkan dari benak kaum Muslim. Sejujurnya Umar yang terlahir di zaman jahiliah menjadi agung karena hidup dan menjalankan sistem warisan baginda Rasul, Khilafah Islamiyah ‘ala minhâj an-Nubuwwah.

Metode (tharîqah) yang ditempuh oleh Hizbut Tahrir dalam upaya merealisasikan pemikiran-pemikirannya dengan jalan damai, tanpa kekerasan. Dalam perjuangannya, Hizbut Tahrir senantiasa berusaha mengikuti metode atau tharîqah dakwah yang ditempuh Rasulullah Muhammad saw. sejak dari Makkah hingga tegaknya Negara Islam yang pertama di Madinah al-Munawwarah.

Tidak ada satu peristiwa pun selama Rasulullah saw. menjalankan aktivitas dakwahnya di Lota Makkah, yang dapat dijadikan argumentasi untuk membolehkan penggunaan kekerasan dalam menerapkan syariah Islam. Memang, dalam menghadapi tindakan keras orang-orang Quraisy, sempat muncul keinginan para sahabat untuk menggunakan kekerasan/senjata. Mereka memohon kepada Rasulullah saw. agar mengizinkan hal itu. Namun, Rasulullah menolak.

Hal serupa juga saat ini bisa kita jumpai saat angota-anggota Hizbut Tahrir Indonesia yang “dipersekusi” kegiatannya oleh kelompok-kelompok tertentu. Hizbut Tahrir tidak pernah melayani mereka, apalagi melawan dengan melakukan tindakan fisik serupa. Semua ini dilakukan semata-mata menjunjung metode perjuangan yang dilakukan oleh Rasulullah saw.

Adapun framing yang dilakukan Ansaad Mbai (mantan Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme [BNPT])  yang mengait-ngaitkan perjuangan menegakkan Khilfah Islamiyah dengan tindakan terorisme adalah upaya ngawur. Hal tersebut terbukti saat  Ustadz Ismail Yusanto (Jubir HTI) bertanya dan mengklarifikasi beberapa hal, terbongkar framing jahat yang dibuat Ansaad Mbai. Jubir HTI menanyakan apa dasar Mbai menyebut Hizbut Tahrir (HT) di banyak dibubarkan diseluruh dunia? Apakah berdasarkan keputusan pengadilan negara yang bersangkutan? Ansyad Mbai tidak mampu menjawab, Mbai hanya menyebut penyimpulan Hizbut Tahrir dibubarkan ia akui hanya berasal dari diskusi berbagai tokoh terorisme di berbagai dunia yang ia kunjungi.

Bukti bahwa ide dan pemikiran yang diemban Hizbut Tahrir adalah berasal dari Islam juga dikemukakan oleh ulama-ulama yang dapat kepercaya.  Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma’ruf Amin menegaskan ormas Islam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bukan ormas yang sesat atau menyimpang. “Oo..bukan (sesat atau menyimpang),” ujarnya saat ditanya apakah HTI sesat atau menyimpang oleh Hidayatullah.com di Hotel Santika, TMII, Jakarta, usai Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, Senin (8/5/2017).

Demikian pula apa yang dikemukakan saksi ahli yang dihadirkan pihak Hizbut Tahrir Indonesia, dalam sidang lanjutan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis (22/2/2018), yakni Prof. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc.  Beliau mengatakan bahwa HTI berdakwah secara umum. Dalam melakukan aktivitasnya, HTI menyampaikan ajaran-ajaran Islam dalam berbagai aspeknya. “Sejauh yang saya ketahui, dalam melakukan aktivitasnya, HTI menyampaikan ajaran-ajaran Islam dalam berbagai aspeknya. Aktivitas-aktivitasnya tidak keluar dari makna dakwah secara umum,” kata Didin saat menjadi saksi ahli yang dihadirkan pihak eks HTI di PTUN, Jakarta.

Kegiatan Hizbut Tahrir adalah dakwah; menyeru masyarakat pada pemikiran dan perasaan manusia akan taat kepada hukum Allah. Karena itu jika ditanya peran strategis yang diberikan oleh organisasi ini, tentu bertumpu pada membina dan meningkatkan sumberdaya manusia. Sumberdaya inilah sesungguhnya yang menjadi tulang punggung kekuatan suatu bangsa. Persoalan bangsa seperti korupsi, ketidakjujuran, disebabkan rendahnya moralitas dan integritas bangsa Indonesia. Masyarkat bisa menyaksikan bahwa kader-kader yang dibina oleh Hizbut Tahrir jauh dari perlaku amoral tersebut.

Di kalangan generasi muda, kegiatan yang dilakukan Hizbut Tahrir secara nyata memberikan arah sudut pandang hidup dan jatidiri sehingga mereka jauh dari gaya hidup hedonis,  hidup bebas dan permisif seperti pacaran, seks bebas, serta menghindarkan generasi muda dari penyalahgunaan obat-obat terlarang.

 

Khatimah

Alhasil, seluruh kegiatan Hizbut Tahrir adalah dakwah. Dalam Islam, aktivitas dakwah jelas merupakan sebaik-baik amal dan ucapan. Allah SWT berfirman:

وَمَنۡ أَحۡسَنُ قَوۡلٗا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ ٱلۡمُسۡلِمِينَ

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata, “Sungguh aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (QS Fushilat [41]: 33). [Abah Hilwa]

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

6 + fifteen =

Back to top button