Siyasah Dakwah

Mengapa Memusuhi Dakwah

“Peperangan  Islam dengan kekufuran akan terus berlangsung hingga kekufuran itu tumbang dan Islam memperoleh kemenangan.” (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahulLâh, Kitab Dukhûl Mujtama’)

 

Hizbut Tahrir (HT), sejak awal berdirinya di tanah suci Palestina di tahun 1953 hingga sekarang, tetap istiqomah dalam tujuan perjuangannya, yakni da’wah li isti’nâf al-hayâh al-islâmiyyah (berdakwah untuk melanjutkan kehidupan Islam). Kehidupan Islam yang dimaksud oleh HT adalah sebuah kehidupan Islam yang diatur hanya dengan hukum-hukum Islam. Penerapan hukum-hukum Islam tersebut hanya akan terlaksana secara kâffah di dalam institusi Khilafah.

Sebagai bagian dari HT, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang masuk ke Indonesia awal tahun 80-an pun telah mengawali seruannya dengan solusi syariah dan khilafah atas persoalan yang menimpa negeri ini.

Apa yang diserukan oleh HTI, hanyalah ide Islam. HT mengajak umat untuk selalu menjadikan akidah Islam sebagai asas atau pondasi dalam membangun sebuah pemikiran. HT mengajak umat agar selalu menjadikan syariah Islam sebagai standar dalam melakukan setiap amal (perbuatan).

Untuk itu, HT menyeru umat agar bersama-sama berjuang untuk menegakkan Khilafah. Dengan adanya Khilafah, akidah akan terjaga, dan syariah Islam akan bisa diterapkan secara menyeluruh.

Inilah yang tidak disukai oleh mereka yang membenci dakwah ini. Seandainya HT tidak menyerukan ini, mungkin mereka tidak akan menghalang-halangi dakwah HT. Artinya, sejatinya mereka sedang memusuhi ajaran Islam, yakni Khilafah.

Lebih jauh, di bawah ini adalah alasan-alasan mengapa mereka memusuhi dakwah yang diserukan oleh HT.

 

  1. HT memperjuangkan Islam secara kâffah (total).

Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw. untuk seluruh manusia. Risalah Islam yang dibawa oleh beliau mencakup akidah dan syariah. Syariah Islam mengatur tiga hal: hubungan manusia dengan Penciptanya dalam masalah akidah dan ibadah; hubungan manusia dengan sesamanya dalam masalah muamalah dan ‘uqûbât; hubungan manusia dengan dirinya sendiri, yakni dalam masalah akhlak, pakaian, makanan dan minuman.

Inilah kesempurnaan Islam sebagai sebuah agama sekaligus mabda’ atau ideologi (Lihat: TQS an-Nahl [16]: 89).

HT memahami bahwa kesempurnaan Islam tersebut tidak akan bisa terlaksana secara kâffah kecuali di dalam institusi negara. Itulah Khilafah Islam. Benar, tanpa Khilafah kita bisa shalat, puasa, membayar zakat, melakukan pernikahan secara Islam, dan hal lainnya.

Namun, banyak perkara yang tidak bisa terlaksana tanpa adanya Khilafah. Contoh sederhana adalah masalah ‘uqûbât atau persanksian. Hal ini hanya bisa diterapkan secara sempurna jika dilakukan oleh Khilafah. Itulah mengapa para ulama menyebut khilafah sebagai tâjul furûdh (mahkota kewajiban). Pasalnya, dengan adanya khilafah, kewajiban-kewajiban lain akan bisa ditegakkan.

Karena itulah HT selalu menyerukan solusi Islam berupa syariah dan khilafah. Alasannya, tanpa Khilafah, penerapan syariah Islam tidak akan bisa dilaksanakan secara kâffah. Padahal Allah SWT telah menyeru orang-orang beriman agar masuk ke dalam Islam secara kâffah, menyeluruh (Lihat: QS Al-Baqarah [2]: 208)

Seruan tentang Khilafah ini tentu tidak mereka sukai. Mengapa? Karena mereka khawatir, jika Khilafah tegak, mereka akan kehilangan kekuasaan yang telah mereka miliki, berikut manfaat-manfaat yang mereka dapatkan saat berkuasa.

 

  1. HT memperjuangkan Khilafah untuk umat.

HT melihat kondisi umat Islam yang semakin memprihatinkan, baik secara kehidupan dan pemikiran. Kehidupan umat Islam jauh dari kata baik. Padahal di dalam al-Quran tegas Allah SWT menyatakan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik (Lihat: QS Ali Imran [3]: 110).

Faktanya, kita melihat kehidupan umat Islam sekarang ini jauh dari predikat sebagai umat terbaik. Lihatlah bagaimana kondisi umat Islam di beberapa negeri Muslim. Mereka dijajah dan dihinakan oleh Barat.

Demikian pula jika kita melihat pemikiran umat Islam sekarang. Nilai-nilai Barat seperti demokrasi, nasionalisme, sekularisme dll telah merasuk dan merusak pemikiran umat Islam.

Di sinilah pentinya Khilafah dan khalifah. Imam al-Ghazali mengungkapkan pentingnya kekuasaan dan agama. Beliau mengungkapkan:

اَلدِّيْنُ وَالسُّلْطَانُ تَوْأَمَانِ, اَلدِّيْنُ أُسٌّ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ وَمَا لاَ أُسَّ لَه فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لَا حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ

Agama dan kekuasaan (ibarat) saudara kembar. Agama adalah pondasi dan kekuasaan adalah penjaga. Sesuatu yang tanpa pondasi niscaya runtuh dan sesuatu tanpa penjaga niscaya lenyap (Al-Ghazali, Al-Iqtishâd fî al-I’tiqâd).

Dengan adanya Khilafah, khalifah akan menerapkan syariah Islam. Dengan penerapan syariah tersebut akan tercipta kemaslahatan. Kemaslahatan sendiri adalah akibat (hasil) dari penerapan syariah, bukan ‘illat penetapan syariah.

 

  1. HT membangkitkan umat dan melawan penjajahan.

Mereka juga tidak suka dengan aktivitas muhawalah al-mukhatabah (usaha menyeru masyarakat) yang dilakukan oleh HT. Ini karena seruan HT memberikan penyadaran (al-idrak) dan pemahaman (al-fahm) kepada masyarakat tentang realitas apa yang sesungguhnya terjadi, yakni kerusakan yang sangat parah di tengah masyarakat. Semua itu adalah akibat dari penerapan sistem kapitalisme-sekuler.

Dengan dakwah pemikirannya (da’wah fikriyyah), HT bergerak di tengah-tengah masyarakat, membangunkan mereka dari tidurnya. Tujuannya agar sadar bahwa secara pemikiran, politik, sosial, budaya, hukum, ekonomi, sejatinya semua negeri-negeri Islam sedang dalam penjajahan oleh apa yang sekarang dikenal dengan neo-imperialisme atau penjajahan gaya baru.

Sebagai contoh, jika dulu Barat datang ke negeri ini, kemudian menjajah serta menjarah sumberdaya alam yang melimpah, kemudian di bawa ke negara mereka, maka sekarang berbeda. Barat dengan mudahnya masuk ke dalam negeri ini, mengelola (baca: menjarah) sumberdaya alam di negeri ini melalui UU yang dibuat oleh Pemerintah. Lihatlah bagaimana kekayaan alam yang melimpah di Papua, yakni emas, dijarah oleh pihak asing.

 

  1. HT batu sandungan untuk kepentingan politik.

Banyak pengamat yang menilai, bahwa pencabutan BHP HTI adalah karena kekalahan Ahok pada Pilgub di Jakarta. Alasannya karena massifnya seruan “Haram Pemimpin Kafir”. Seruan tersebut disuarakan HTI. Seruan ini kemudian semakin lama mencetuskan gerakan dan seruan tolak pemimpin kafir oleh mayoritas masyarakat Muslim di Jakarta kala itu.

Inilah yang ditakutkan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan. Mereka tidak ingin hal demikian terjadi lagi di Pilpres 2019. Karena itu harus ada upaya untuk menekan hingga melenyapkan dakwah yang dilakukan oleh HTI melalui pencabutan BHP HTI.

Memang, sejak awal aktivitas yang dilakukan HT adalah aktivitas politik (siyâsah). Ide-ide Islam yang diserukan oleh HTI dirasakan akan menjadi batu sandungan bagi kepentingan mereka, khususnya dalam masalah politik (kekuasaan).

 

Lanjutkan Perjuangan

Karena dakwah adalah sebuah kewajiban dari Allah SWT tidak perlu mendapatkan ijin dari siapapun, termasuk dari penguasa di mana HT berada. HTI juga bukan organisasi terlarang. Tidak ada satu pun produk hukum yang dikeluarkan Pemerintah atau Pengadilan yang menyatakan HTI organisasi terlarang, sebagaimana PKI telah lama ditetapkan sebagai partai yang terlarang hidup di Indonesia sebagaimana yang tertuang di dalam TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966.

Oleh karena, tetap lanjutkan perjuangan. Allahu Akbar! [Adi Victoria; (Penulis & Aktivis Dakwah)]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2 × three =

Back to top button