Tafsir

Ancaman Bagi Mereka Yang Mendustakan Al-Quran

يَوۡمَ تَرۡجُفُ ٱلۡأَرۡضُ وَٱلۡجِبَالُ وَكَانَتِ ٱلۡجِبَالُ كَثِيبٗا مَّهِيلًا  ١٤

(Ingatlah) pada hari (ketika) bumi dan gunung-gunung berguncang keras dan jadilah gunung-gunung itu seperti onggokan pasir yang dicurahkan. (QS al-Muzzammil [73] 14)

 

Tafsir Ayat

Allah SWT berfirman:

يَوۡمَ تَرۡجُفُ ٱلۡأَرۡضُ وَٱلۡجِبَالُ ١٤

(Ingatlah) pada hari (ketika) bumi dan gunung-gunung berguncang keras.

 

Kata [يَومَ] (hari) berkedudukan sebagai zharf zamân (keterangan waktu).1 Kata [الرَّجْفَةُ]  bermakn [الزَّلْزَلَةُ وَالرِّعْدَةُ الشَّدِيدَةُ] (guncangan dan goyangan yang sangat dahsyat).2

Az-Zamakhsyari dan Fakhruddin ar-Razi memaknai ar-rajfah sebagai [الزَّلْزَلَةُ وَالزَّعْزَعَةُ الشَّدِيدَةُ] (guncangan dan goyangan yang sangat dahsyat).3

Dengan demikian ayat ini menerangkan bahwa mereka dibelenggu dan diazab pada hari saat bumi dan gunung berguncang dengan keras.4

Wahbah az-Zuhaili berkata, “Sesungguhnya azab atas orang-orang kafir terjadi pada hari ketika  bumi dan gunung bergetar dan menggoyang orang-orang di atasnya.”5

Kemudian Allah SWT berfirman:

وَكَانَتِ ٱلۡجِبَالُ كَثِيبٗا مَّهِيلًا  ١٤

Jadilah gunung-gunung itu seperti onggokan pasir yang dicurahkan.

 

Ayat ini menerangkan keadaan yang terjadi: [الجِبَالُ] (gunung-gunung). Bentuk tunggalnya adalah [الجَبَل] (gunung, bukit). Pada hari itu keadaan gunung-gunung diserupakan dengan [كَثِيبا مَّهِيلا]. Secara bahasa, kata [الْكَثِيبُ] bermakna [الرَّمْلُ الْمُجْتَمِعُ] (pasir yang bertumpuk-tumpuk).6 Dengan kata lain, al-katsîb adalah pasir yang bertumpuk-tumpuk membentuk gundukan. Bentuk jamaknya [الْكُثْبَانُ].7

Kata [المهِيل] berkedudukan sebagai sifatnya. Kata tersebut berarti [الَّذِي يَمُرُّ تَحْتَ الأَرْجُلِ] (yang lewat di bawah kaki).8 Al-Wahidi berkata, “Maknanya, pasir yang mengalir.” Lalu untuk segala sesuatu yang dihamburkan, baik itu debu atau makanan,  disebut (أهلته هيلا).

Adh-Dhahhak dan al-Kalbi mengatakan bahwa al-mahîl adalah sesuatu yang jika engkau injak dengan kaki, maka kaki itu akan terperosok ke dalamnya. Jika kamu ambil bawahnya, maka akan berhamburan.9

Itulah yang terjadi pada gunung. Selain  berguncang dengan keras, gunung itu berubah menjadi rapuh dan berhamburan. Ibnu Katsir berkata, “Maknanya, gunung-gunung berubah menjadi bagaikan bukit pasir, padahal sebelumnya sangat kokoh dan keras hingga seluruh bagiannya sirna.” 10

Penyebutan berbagai siksaan itu bertujuan untuk menakut-nakuti orang-orang yang mendustakan. Allah SWT akan menyiksa mereka dengan semua itu jika mereka tetap mendustakan Nabi saw. dan al-Quran.

 

Beberapa Pelajaran Penting

Terdapat banyak pelajaran yang dapat diambil dari ayat-ayat ini. Pertama: Bersabar ats tibanya azab Allah SWT kepada orang-orang kafir. Ayat-ayat ini mengokohkan perintah Allah SWT kepada Nabi saw. dalam ayat-ayat sebelumnya. Beliau diperintahkan bersabar terhadap perkataan mereka yang menyakitkan. Juga meninggalkan mereka dengan cara yang baik. Allah SWT juga memerintahkan beliau untuk menyerahkan urusan orang kafir itu kepada-Nya. Seolah dikatakan kepada beliau, “Teruslah berdakwah dan sampaikan kebenaran. Jangan pedulikan orang-orang kafir yang terus mengganggumu itu. Janganlah kamu disibukkan untuk membalas perlakuan mereka. Serahkan urusan mereka kepada-Ku. Aku yang membereskan urusan mereka.”

Ini juga merupakan hiburan kepada Rasulullah saw. terhadap berbagai ulah dan perkataan mereka yang melampaui batas (Lihat yang senada dengan ayat ini: QS al-Qalam [68]: 44).

Kedua: Pemberian tangguh bagi kaum kafir. Kaum kafir dan terus-menerus dalam kekufuran serta tak mau bertobat hingga mati, diancam dengan dengan azab yang keras. Memang azab itu tidak langsung dijatuhkan kepada mereka, namun itu pasti datang. Mereka diberi tangguh hingga waktu tertentu, kemudian mereka ditimpa azab. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya: [وَمَهِّلْهُمْ قَلِيْلا] (dan berilah mereka penangguhan sebentar).

Pemberian tangguh kepada kaum kafir dalam azab, bahkan mereka diberi berbagai kenikmatan sebelum pada akhirnya ditimpa azab, juga disebut sebagai al-istidrâj. Al-Istidrâj adalah menghukum secara bertahap, setingkat demi setingkat. Demikian penjelasan Abu Bakar al-Jazairi.11

Ketika mereka melakukan maksiat yang baru, Allah SWT akan memberikan nikmat yang baru. Lalu Allah menghukum mereka disebabkan karena dosa-dosa mereka,  sedangkan mereka tidak  menyadari.12

Kata tersebut digunakan dalam dua ayat, yakni firman Allah SWT:

سَنَسۡتَدۡرِجُهُم مِّنۡ حَيۡثُ لَا يَعۡلَمُونَ  ٤٤

Kelak akan Kami membiarkan mereka berangsur-angsur (menuju kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui (QS al-Qalam [68]: 44).

 

Menjelaskan ayat ini, Abdurrahman al-Sa’di berkata, “Kami memberi mereka keleluasaan dengan harta dan anak. Kami memberi mereka keleluasaan dalam rezeki dan pekerjaan agar mereka teperdaya dan tetap berada di atas apa yang memudaratkan mereka. Ini adalah balasan tipudaya Allah atas mereka. Balasan tipudaya-Nya kepada musuh-musuh-Nya amat kokoh dan kuat. Dampak bahaya dan siksaan mereka akan benar-benar sampai kepada mereka.”13

Juga firman Allah SWT:

وَٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بِ‍َٔايَٰتِنَا سَنَسۡتَدۡرِجُهُم مِّنۡ حَيۡثُ لَا يَعۡلَمُونَ  ١٨٢ وَأُمۡلِي لَهُمۡۚ إِنَّ كَيۡدِي مَتِينٌ  ١٨٣

Orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami akan Kami biarkan secara berangsur-angsur (menuju kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui. Aku memberi tenggang waktu kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku sangat teguh (QS al-A’raf [7]: 182-183).

 

Menurut Ibnu Katsir, ayat ini bermakna:

 

Sungguh Dia membukakan bagi mereka pintu-pintu rezeki dan berbagai aspek kehidupan di dunia hingga mereka benar-benar teperdaya oleh apa yang sedang mereka alami. Mereka berkeyakinan bahwa diri mereka berada di atas sesuatu yang berarti, sebagaimana diberitakan dalam firman-Nya (yang artinya): Tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka. Lalu Kami menyiksa mereka dengan sekonyong-konyong. Ketika itu mereka terdiam berputus asa. Kemudian orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala pujian milik Allah, Tuhan semesta alam (QS al-An’am [6]: 44-45).14

 

Al-Istidrâj juga disebutkan dalam Hadis Nabi saw. Dari ‘Uqbah bin ‘Amir ra., Rasulullah saw. bersabda:

إِذَا رَأَيْتَ الله يَعْطِى الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا عَلَى مَعَاصِيهِ مَا يُحِبُّ فَإِنَّمَا هُوَ اسْتِدْرَاجٌ

Jika kamu melihat Allah memberi hamba dari (perkara) dunia yang dia inginkan, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj. (HR Ahmad).

 

Ketiga: Siksaan kepada penghuni neraka berupa makanan yang sangat menyakitkan. Isi neraka hanya siksa dan azab. Termasuk makanan yang diberikan kepada mereka. Ini sebagaimana diberitakan dalam firman-Nya: [وَطَعَاما ذَا غُصَّة] (dan [ada] makanan yang menyumbat di kerongkongan). Azab di neraka yang berupa makanan juga diberitakan dalam ayat-ayat lainnya. Misalnya dalam firman-Nya:

لَّيۡسَ لَهُمۡ طَعَامٌ إِلَّا مِن ضَرِيعٖ  ٦ لَّا يُسۡمِنُ وَلَا يُغۡنِي مِن جُوعٖ  ٧

Tidak ada makanan bagi mereka selain dari pohon yang berduri, yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar (QS al-Ghasyiyah [88]: 6-7).

 

Menurut Ibnu Abbas  ra., dharî’  adalah sebuah pohon dari api.  Ikrimah mengatakan bahwa itu adalah sebuah pohon yang banyak durinya, yang tidak tinggi, melainkan menempel di tanah. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Mujahid bahwa ad-dharî’ adalah nama tumbuhan yang dikenal dengan nama lain, asy-syibriq. Orang-orang Hijaz menamainya adh-dharî’ ketika  kering. Pohon tersebut mengandung racun. Qatadah, adh-dharî’ adalah makanan yang paling buruk, paling kotor, dan paling menjijikkan. 15

Makanan lainnya adalah ghislîn. Ini sebagaimana diberitakan dalam firman-Nya:

وَلَا طَعَامٌ إِلَّا مِنۡ غِسۡلِينٖ  ٣٦ لَّا يَأۡكُلُهُۥٓ إِلَّا ٱلۡخَٰطِئُونَ  ٣٧

Tiada (pula) makanan sedikitpun (bagi dia), kecuali dari darah dan nanah. Tidak ada yang memakannya, kecuali orang-orang yang berdosa (QS al-Haqqah [69]: 36-37).

 

Penghuni neraka juga diberi makanan zaqqûm. Buah itu dari pohon yang tertanam di dasar Jahanam. Buah ini akan membuat perut orang yang memakannya bergolak, seperti air yang mendidih. Allah SWT berfirman:

إِنَّ شَجَرَتَ ٱلزَّقُّومِ  ٤٣ طَعَامُ ٱلۡأَثِيمِ  ٤٤ كَٱلۡمُهۡلِ يَغۡلِي فِي ٱلۡبُطُونِ  ٤٥ كَغَلۡيِ ٱلۡحَمِيمِ  ٤٦

Sungguh pohon zaqum itu adalah makanan orang yang bergelimang dosa. (Zaqum itu) seperti cairan tembaga yang mendidih di dalam perut, seperti mendidihnya air yang sangat panas (QS ad-Dukhan [44]: 43-46).

 

Tentang dahsyatnya siksa makanan zaqqûm juga diberitakan dalam firman Allah SWT yang lain (Lihat: QS ash-Shaffat [37]: 62-65).

Nabi saw. juga bersabda:

لَوْ أَنَّ قَطْرَة مِنَ الزَّقُّوم قُطِرَتْ فِى دَارِ الدُّنْيَا لَأَفْسَدَتْ عَلَى أَهْلِ الدُّنْيَا مَعَايِشَهُمْ، فَكَيْفَ بِمَنْ يَكُونُ طَعَامَه

Andai setetes dari zaqqum menetes di dunia, niscaya akan menimbulkan kerusakan terhadap penghidupan penduduk dunia, lalu bagaimana nasib orang yang memakannya? (HR at-Tirmidzi).

 

Dalam ayat lainnya, Allah SWT menyebut adanya asy-syajarah al-mal’ûnah (pohon yang terlaknat). Allah SWT  berfirman:

وَٱلشَّجَرَةَ ٱلۡمَلۡعُونَةَ فِي ٱلۡقُرۡءَانِۚ ٦٠

(Begitu pula) pohon yang terkutuk dalam al-Quran (QS al-Isra‘ [17]: 60).

 

Menurut Ibnu Abbas ra., yang dimaksud pohon terlaknat tersebut adalah pohon zaqqûm.16

Dengan demikian makanan ini dihidangkan bagi penduduk neraka  sama sekali tidak mengenyangkan dan tidak memberikan manfaat sedikitpun. Mereka tidak merasakan lezat, juga tidak bermanfaat bagi tubuhnya. Karena itu kehadiran makanan ini sejatinya bagian dari siksaan yang Allah berikan kepada mereka.

Keempat: Beberapa keadaan yang terjadi Hari Kiamat. Di antara yang diberitakan dalam ayat ini adalah bumi dan gunung-gunung berguncang pada saat itu. Tentang guncangan yang sangat keras juga diberitakan dalam banyak lainnya (Lihat: QS al-Hajj [22]: 1).

Peristiwa dahsyat juga dialami gunung-gunung. Jika saat ini gunung-gunung terlihat tegak berdiri kokoh, maka pada Hari Kiamat keadaan tersebut berubah drastis. Saat itu keadaannya menjadi rapuh, bagaikan onggokan pasir yang bertaburan.

Setelah itu keadaan bumi pun menjadi rata. Tak ada perbukitan dan gunung-gunung (Lihat: QS Thaha [20]: 105-107).

Demikianlah. Manusia akan mendapatkan balasan atas semua perbuatan yang dikerjakan. Orang-orang yang berlaku buruk dan jahat terhadap Rasulullah saw. dan semua ajaran yang beliau dakwahkan akan merasakan hukumannya. Memang hukuman itu tidak langsung dijatuhkan seketika itu juga. Jika mereka terus-menerus dalam kejahatannya  maka mereka akan ditimpa azab.

Ini menjadi peringatan keras bagi pelakunya untuk segera berhenti dari kejahatannya dan bertobat kepada Alah SWT serta memperbaiki diri.

Sebaliknya, bagi Rasulullah saw. dan kaum Muslim, ini menjadi pelipur lara. Mereka tidak perlu disedihkan oleh perilaku mereka. Sebabnya, Allah SWT tak membiarkan mereka terus-melakukan kejahatan.

WalLâh a’lam bi ash-shawwâb. [Ust. Rokhmat S. Labib, M.E.I.]

 

Catatan kaki:

1        al-Qurthubi, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, vol. 19, 47; Abu Bilal, al-Mujtabâ min Musykil I’râb al-Qur‘ân, vol. 4, 1381

2        al-Syaukani, Fath al-Qadîr, vol. 5, 382. Lihat juga al-Zuhaili, al-Tafsîr al-Munîr, vol. 29, 204

3        al-Zamakhsyari, al-Kasysyâf, vol. 4, 641; al-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, vol. 30, 690

4        al-Qurthubi, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, vol. 19, 47

5        al-Zuhaili, al-Tafsîr al-Munîr, vol. 29, 204. Lihat juga al-Shabuni, Shafwat al-Tafâsîr, 3, 443

6        al-Zamakhsyari, al-Kasysyâf, vol. 4, 641; al-Qurthubi, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, vol. 19, 47; al-Syaukani, Fath al-Qadîr, vol. 5, 382

7        al-Zamakhsyari, al-Kasysyâf, vol. 4, 641; al-Qurthubi, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, vol. 19, 47; al-Syaukani, Fath al-Qadîr, vol. 5, 382

8        al-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, vol. 30, 690

9        al-Qurthubi, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, vol. 19, 47; al-Syaukani, Fath al-Qadîr, vol. 5, 382

10      al-Syaukani, Fath al-Qadîr, vol. 5, 382. Lihat juga al-Qurthubi, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, vol. 19, 47

11      al-Zuhaili, al-Tafsîr al-Munîr, vol. 29, 204

12      al-Jazairin, Aysar al-Tafâsîr, vol. 2, 267

13      Lihat juga al-Jazairin, Aysar al-Tafâsîr, vol. 2, 267

14      al-Sa’di, Taysîr al-Karîm al-Rahmân fî Tafsîr Kalâm al-Mannnân (tt: Muassasah al-Risalah, 2000), 81

15      Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur‘ân al-‘Azhîm, vol. 3, 516

16      Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur‘ân al-‘Azhîm, vol. 8, 385

17      al-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta‘wîl al-Qur‘ân, vol. 17, 484

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

five × four =

Back to top button