Tafsir

Berita Tentang Jin (1)

(Tafsir QS al-Jin [72]: 1-5)

قُلۡ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ ٱسۡتَمَعَ نَفَرٞ مِّنَ ٱلۡجِنِّ فَقَالُوٓاْ إِنَّا سَمِعۡنَا قُرۡءَانًا عَجَبٗا  ١ يَهۡدِيٓ إِلَى ٱلرُّشۡدِ فَ‍َٔامَنَّا بِهِۦۖ وَلَن نُّشۡرِكَ بِرَبِّنَآ أَحَدٗا  ٢ وَأَنَّهُۥ تَعَٰلَىٰ جَدُّ رَبِّنَا مَا ٱتَّخَذَ صَٰحِبَةٗ وَلَا وَلَدٗا  ٣ وَأَنَّهُۥ كَانَ يَقُولُ سَفِيهُنَا عَلَى ٱللَّهِ شَطَطٗا  ٤ وَأَنَّا ظَنَنَّآ أَن لَّن تَقُولَ ٱلۡإِنسُ وَٱلۡجِنُّ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبٗا  ٥

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Telah diwahyukan kepadaku bahwa sekumpulan jin telah mendengarkan (al-Quran yang kubaca).” Lalu mereka berkata, “Sungguh kami telah mendengarkan bacaan yang menakjubkan, yang memberikan petunjuk pada kebenaran sehingga kami pun mengimaninya dan tidak akan mempersekutukan Tuhan kami dengan sesuatu pun. Sungguh Mahatinggi keagungan Tuhan kami. Dia tidak beristri dan tidak pula beranak. Sungguh orang yang bodoh di antara kami selalu mengucapkan perkataan yang melampaui batas terhadap Allah. Sungguh kami mengira bahwa manusia dan jin itu tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah.” (QS al-Jin [72]: 1-5).

 

Surat ini dinamakan Surat al-Jin. Dinamakan demikian karena isinya memberitakan tentang perkataan dan sikap para jin yang mendengarkan al-Quran serta keadaan mereka. Surat ini termasuk Makkiyyah.1 Bahkan tidak ada perbedaan tentang hal ini.2 Surat ini turun pada tahun sepuluh kenabian.3

Sebagaimana surat Makkiyyah, isinya menitikberatkan pada masalah dasar-dasar agama dan akidah Islam; tentang keesaan Allah, risalah, hari kebangkitan dan pembalasan. Inti surat ini membicarakan bangsa jin dan hal-hal khusus yang berkaitan dengan mereka. Dari mulai mereka mendengarkan al-Quran sampai mereka masuk Islam. Surat ini mengisahkan sebagian kisah menakjubkan yang hanya terjadi pada mereka. Sebagian mereka mencuri dengar. Mereka dilempar dengan bintang api yang dibakar. Juga hal-hal lain mengenai pembicaraan jin yang menakjubkan. Sebagaimana manusia, di antara mereka ada yang Mukmin dan ada yang kafir.

Surat ini diawali dengan pembicaraan tentang sebagian jin yang mendengarkan pembacaan al-Qurann dan kandungannya mempengaruhi mereka. Lalu mereka mengimannya dan mengajak kaumnya untuk beriman. Pada akhirnya, surat ini ditutup dengan penjelasan bahwa hanya Allah Yang Mahatahu hal gaib dan ilmu-Nya meliputi seluruh apa yang ada di alam ini (Lihat: QS al-Jin [72]: 28).

 

Relevansi dengan Surah Sebelumnya

Terdapat al-munâsabah (relevansi) yang sangat erat antara surat ini dan yang sebelumnya. Di antaranya adalah janji bahwa hujan lebat akn diturunkan kepada orang yang mau meminta ampun kepada-Nya. Allah SWT berfirman:

فَقُلۡتُ ٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارٗا  ١٠ يُرۡسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيۡكُم مِّدۡرَارٗا  ١١

Lalu aku berkata (kepada mereka), “Mohonlah ampunan kepada Tuhan kalian. Sungguh Dia Maha Pengampun. (Jika kalian memohon ampunan,) niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepada kalian (QS Nuh [71]: 10-11).

 

Dalam ayat ini disebutkan jika mereka mau istiqamah, niscaya akan dicurahkan air yang melimpah. Allah SWT berfirman:

وَأَلَّوِ ٱسۡتَقَٰمُواْ عَلَى ٱلطَّرِيقَةِ لَأَسۡقَيۡنَٰهُم مَّآءً غَدَقٗا  ١٦

Andai mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), niscaya Kami akan mencurahkan air yang banyak (QS al-Jin [72]: 16).4

 

Allah SWT menyebutkan dalam dua surat ini yang berkaitan dengan langit. Dalam Surat Nuh Allah SWT berfirman:

أَلَمۡ تَرَوۡاْ كَيۡفَ خَلَقَ ٱللَّهُ سَبۡعَ سَمَٰوَٰتٖ طِبَاقٗا  ١٥

Tidakkah kalian memperhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis? (Qs Nuh [71]: 15).

 

Adapun di sini Allah SWT berfirman:

وَأَنَّا لَمَسۡنَا ٱلسَّمَآءَ فَوَجَدۡنَٰهَا مُلِئَتۡ حَرَسٗا شَدِيدٗا وَشُهُبٗا  ٨

(Jin berkata lagi,) “Sungguh kami (jin) telah mencoba mengetahui (rahasia) langit. Lalu kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api.” (QS al-Jin [72]: 8).

 

Allah SWT juga menyebutkan azab bagi orang-orang yang membangkang dalam kedua surah tersebut. Pada surah sebelumnya Allah SWT berfirman:

مِّمَّا خَطِيٓـَٰٔتِهِمۡ أُغۡرِقُواْ فَأُدۡخِلُواْ نَارٗا ٢٥

Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan, lalu dimasukkan ke neraka (QS Nuh [71]: 25).

 

Adapun dalam surat ini Allah SWT berfirman:

وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَإِنَّ لَهُۥ نَارَ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا  ٢٣

Siapa saja yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia akan mendapat (azab) Neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya (QS al-Jin [72]: 23).5

 

Tafsir Ayat

Allah SWT berfirman:

قُلۡ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ ٱسۡتَمَعَ نَفَرٞ مِّنَ ٱلۡجِنِّ ١

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Telah diwahyukan kepadaku bahwa sekumpulan jin telah mendengarkan (al-Quran yang kubaca).”

 

Ayat ini diawali dengan kata [قُلْ] (katakanlah). Kata tersebut merupakan fi’l al-amri dari  kata [قَالَ – يقُوْل] (berkata, mengucapkan, menceritakan). Ini merupakan seruan dari Allah SWT kepada Rasululah saw. untuk memberitahukan peristiwa yang terjadi jin. Ibnu Abbas dan lainnya berkata (tentang makna ayat ini), “Muhammad, katakanlah kepada umatmu bahwa telah diwahyukan kepadamu melalui Malaikat Jibril bahwa sesungguhnya ada sekelompok jin yang mendengar.”6

Beliau diperintahkan menyampaikan berita itu kepada seluruh manusia, baik kaum Muslim maupun kaum musyrik. Penyampaian kabar tersebut kepada mereka dimaksudkan Allah SWT untuk menunjukkan kemuliaan agama ini, Kitab-Nya dan pembawanya.7

Hal itu juga menunjukkan bahwa perkara yang diperintahkan untuk disampaikan tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting. Tentu agar para pendengarnya mau mendengarkannya secara seksama dan penuh perhatian, mengerjakan yang diperintahkan dan membenarkan Nabi saw dalam perkara yang ia kabarkan.8

Jumhur ulama membaca [أُوحِيَ] sebagai fi‘il rubâ`iyy (terdiri dari empat huruf), sementara Ibnu Abu ‘Ablah, Abu Ayyas dan al-‘Atki dari Abu ‘Amr, membaca [وُحِيَ] sebagai fi‘il tsulâtsiyy (terdiri dari tiga huruf). Ini adalah dua bahasa yang sama.9 Artinya, “Katakanlah, wahai Muhammad Allah SWT telah mewahyukan kepadaku.10

Secara bahasa [الْوَحْيُ] menunjuk pada dua pengertian dasar, yaitu: sesuatu yang tersembunyi dan berlangsung dengan cepat. Oleh sebab itu, dikatakan wahyu penyampaian berita secara tersembunyi dan cepat,  khusus ditujukan kepada orang tertentu tanpa diketahui orang lain.11

Secara syar’i wahyu adalah [إعلام الله تعالى لنبى من أنبيائه بحكم شرعى ونحوه]  (penya-mpaian berita dari Allah SWT kepada salah satu dari nabi-Nya tentang hukum syariah dan yang lainnya.12

Dalam ayat ini diberitakan bahwa yang diberi wahyu adalah Rasululullah saw. Berita dalam ayat ini dikuatkan dengan huruf [أَنَّ] (sesungguhnya). Menurut Ibnu ‘Asyur, hal itu berguna untuk memberikan perhatian terhadap berita tersebut. Dhamîr asy- sya’n pada frasa [أَنَّهُ] juga untuk memberikan perhatian lebih terhadap berita yang disampaikan.13

Patut dicatat bahwa dhamîr asy- sya’n berguna untuk menunjukkan keagungan informasi yang disebutkan setelahnya. Dengan demikian ini mengharuskan pendengarnya untuk menyimak dengan sungguh-sungguh dan memperhatikan berita tersebut dengan serius.

Perkara yang diberitakan adalah ada sekelompok jin yang mendengarkan bacaan al-Quran. Disebutkan:

ٱسۡتَمَعَ نَفَرٞ مِّنَ ٱلۡجِنِّ ١

Sekumpulan jin telah mendengarkan (al-Quran yang kubaca).

 

Kata [الاِسْتِماع] berarti memperhatikan dan mendengarkan dengan baik.14 Kata [الاِسْتِماع] berarti [الْإِصْغَاء] (memperhatikan). Kata [اَلْمُسْتَمِع] adalah orang yang bermaksud untuk mendengarkan dan memperhatikan.15

Yang sengaja mendengarkan adalah sekelompok jin. Objek yang didengarkan adalah al-Quran. Meskipun tidak disebutkan, hal itu dapat dipahami karena dinyatakan secara tersurat dalam kalimat sesudahnya, yakni dalam firman-Nya: [إنَّا سَمِعْنا قُرْآنًا عَجَبًا] (Sungguh kami telah mendengarkan bacaan yang menakjubkan).16

Secara bahasa kata [نَفَرٌ] berarti jamaah atau kelompok, mulai dari tiga hingga sepuluh.17 Pada asalnya kata tersebut digunakan untuk kelompok manusia, kemudian digunakan untuk menyebut jin secara at-taysbîh (keserupaan) karena tidak ditemukan kata lainnya, seperti halnya kata [رِجَالٌ] yang disebutkan dalam ayat berikutnya.18

Demikian, menurut Ibnu Katsir, dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan Rasul-Nya untuk menceritakan kepada kaumnya bahwa ada makhluk jin yang mendengarkan bacaan al-Quran. Lalu mereka pun mengimani dan membenarkan al-Quran serta taat padanya.19

Menurut Abu Bakr al-Jazairi, Allah SWT telah memerintahkan Rasul-Nya untuk menyatakan dan mengumumkan kepada manusia, baik yang beriman maupun yang kafir, bahwa Allah SWT telah mewahyukan kepada beliau berita tentang sekumpulan jin yang berjumlah tiga sampai sepuluh telah mendengarkan al-Quran. Kejadian ini terjadi di bawah sebuah pohon kurma pada saat Rasulullah saw. dan para Sahabat sedang shalat Subuh.20

Patut dicatat jin adalah makhluk gaib yang tak terlihat oleh manusia. Rasululah saw. juga tidak melihat kehadiran mereka yang mendengarkan bacaan al-Quran. Beliau baru mengetahui kejadian itu setelah mendapat informasi dari Allah SWT. Secara lahiriah, firman-Nya: [قُلْ اُوْحِيَ اِلَيَّ]  menunjukkan makna demikian. Kesimpulan tersebut diperkuat dengan dengan hadis dari Ibnu ‘Abbas ra. yang berkata:

مَا قَرَأَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَلَى الْجِنِّ وَمَا رَآهُمُ

Rasulullah saw. tidak membacakan (al-Quran) kepada jin dan beliau tidak melihat mereka (HR Muslim). 21

 

WalLâh a’lam bi ash-shawâb. [Ust. Rokhmat S. Labib, M.E.I.]

 

Catatan kaki:

1        al-Zamakhsyari Abu Hayyan, al-Kasysyâf, vol. 4 (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabiyy, 1407 H), 622; al-Andalusi, al-Bahr al-Muhîth, 10 (Beirut: Dar al-Fikr, 1420 H), 292; al-Samarqandi, Bahr al-’Ulûm, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993), 410

2        Ibnu ‘Athiyah, al-Muharrir al-Wajîz, vol. 5 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1422), 378;  Ibnu ‘Asyur, al-Tahrîr wa al-Tanwîr, vol. 29 (Tunisia: al-Dar al-Tunisyiyyah, 1984), 216

3        Ibnu ‘Asyur, al-Tahrîr wa al-Tanwîr, vol. 29, 216

4        al-Suyuthi, Asrâr Tartîb آyât al-Qur‘ân (tt: Dar al-Fadhilah, tt), 148

5        al-Zuhaili, al-Tafsîr al-Munîr, vol. 29 (Damaskus: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 1998), 155

6        Ibnu ‘Adil, al-Lubâb fî ‘Ulûm al-Kitâb, vol. 19 (Beirut: Dar al-Kutub, 1998), 405.

7        Lihat Ibnu ‘Asyur, al-Tahrîr wa al-Tanwîr, vol. 29, 219

8        Sayyid Thanthawi, al-Tafsîr al-Wasît li al-Qur‘ân al-Karîm, vol. 15 (Kairo: Dar al-Nahdhah, 1998), 131

9        al-Syaukani, Fath al-Qadîr, vol. 5 (Damaskus: Dar Ibnu Katsir, 1994), 363

10      al-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta‘wîl al-Qur‘ân, vol. 23 (Beirut: Muassasah al-Risalah, 2000), 647

11      Manna’ al-Qaththan, Mabâhits fî ‘Ulû al-Qur`ân (tt: Makatbat al-Ma’arif, 2000). 28

12      Musfthafa Daib al-Bagha, al-Wâdhih fî ‘Ulûm al-Qur`ân (Damaskus: Dar al-Qalam al-Thayyib, 1998), 17

13      Lihat Ibnu ‘Asyur, al-Tahrîr wa al-Tanwîr, vol. 29, 220

14      Ahmad Mukhtar, Mu’jam al-Lughah al-‘Arabiyyah al-Mu’ashirah, vol. 2 (tt: ‘Alam al-Kitab, 2008), 1108

15      al-Harari, Hadâiq al-Rûh wa al-Rayhân, vol. 31, 88

16      Lihat Ibnu ‘Asyur, al-Tahrîr wa al-Tanwîr, vol. 29, 221; Sayyid Thanthawi, al-Tafsîr al-Wasît li al-Qur`ân al-Karîm, vol. 15, 131

17      al-Sam’ani, Tafsîr al-Qur‘ân, vol. 6 (Riyadh: Dar al-Wathan, 1997), 63; al-Jazairi, Aysar al-Tafâsîr, vol. 5 (Madinah: Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam, 2003), 446; Ibnu ‘Adil, al-Lubâb fî ‘Ulûm al-Kitâb, vol. 19, 405; al-Syaukani, Fath al-Qadîr, vol. 5, 363

18      Lihat Ibnu ‘Asyur, al-Tahrîr wa al-Tanwîr, vol. 29, 220

19      Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur‘ân al-‘Azhîm, vol. 8 (Beirut: Dar Thayyibah, 1999), 238. Lihat juga al-Shabuni, Shafwat al-Tafâsîr, 3 (Kairo: Dar al-Shabuni, 1997), 434

20      al-Jazairin, Aysar al-Tafâsîr, vol. 5, 446-447

21      al-Qurthubi, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, vol. 19 (Kairo: Dar al-Kutub al-Mishiryyah, 1964), 1; al-Syaukani, Fath al-Qadîr, vol. 5, 363

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

16 + six =

Back to top button