Tarikh

Pembela Agama Allah SWT

(Kisah Umar bin al-Khaththab)

Bagian 2-Selesai

Dalam tulisan sebelumnya, dikisahkan bahwa Umar bin al-Khaththab ra. berperan sebagai pihak yang diorder oleh rezim untuk mempersekusi Rasulullah saw. dan pengikutnya. Betapa pun keras dan kuatnya tekanan yang ada, Rasulullah saw. dan para sahabatnya tetap sabar. Bahkan beliau menasihati dan mendoakan Umar. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw. secara langsung. Berdoa kepada Allah SWT agar Islam diberi kemuliaan dengan masuk Islamnya Umar. Demikian juga yang dilakukan oleh Sahabat Nu’aim yang menasihati Umar agar tidak melakukan persekusi ke aktivis dakwah. Rasul saw., berdoa, “Ya Allah, muliakanlah Islam dengan orang yang paling Engkau cintai dari kedua orang ini; dengan Abu Jahl bin Hisyam atau dengan Umar bin Al-Khathab.” (HR at-Tirmidzi).

Betapapun keras sikap Umar ra. kepada Rasulullah saw., di balik keras sikapnya ternyata ada kejujuran dan kebersihan hati. Mungkin ini juga terjadi dalam masa sekarang. Walaupun rezim begitu anti Islam, dengan melakukan sikap yang sangat keras kepada para aktivis dakwah dan ke ormas Islam, kita yakin bahwa masih ada orang-orang yang seperti Umar. Memiliki kejujuran dan kebersihan hati. Di balik keras sikapnya, ketika disampaikan kebenaran Islam, ia bisa menerima dengan lapang dada sebagaimana sikap Umar bin al-Khaththab ra. Awalnya, Umar menjadi penentang Islam yang sangat keras, namun ia bisa berubah seratus delapan puluh derajat ketika menerima kebenaran Islam. Ia menjadi pembela Islam yang terdepan. Ia berdiri di depan dengan segala pengorbanannya untuk membela Islam dengan sikap terbuka, tidak sembunyi-sembunyi.

Hal ini tampak ketika Umar mendengar bahwa saudarinya beserta suaminya telah masuk Islam. Ia marah dan mendatangi mereka berdua. Ketika ia mengetuk pintu, mereka berdua berkata, “Siapa ini?” Umar berkata, “Ibnu al-Khathab.”

Mereka berdua sedang membaca Kitab (al-Quran) yang ada di tangan mereka. Ketika mendengar mendengar kedatangan Umar, mereka berdua segera bersembunyi. Ketika Umar memasuki rumah, Fathimah merasakan aroma kemarahan di wajahnya. Fathimah menyembunyikan lembaran-lembaran itu di bawah pahanya. Umar berkata, “Bisikan dan suara pelan apa yang aku dengar dari kamu tadi?”

Saat itu mereka sedang membaca surat Thaha. Mereka berdua berkata, “Hanya cerita antara kami berdua.”

Umar berkata, “Mungkin kamu berdua telah berpihak pada Muhammad.”

Adik ipar Umar berkata, “Wahai Umar, bagaimana jika kebenaran berada di luar agamamu?”

Umar menendang Said, adik iparnya, dan menggenggam jenggotnya kuat sekali. Said ia banting ke tanah, lalu ia injak dan ia duduki dadanya. Fathimah menolak tubuh Umar dari atas tubuh suaminya. Umar memukul adiknya hingga wajahnya berdarah. Fathimah marah sambil berkata; “Wahai musuh Allah, apakah engkau memukul aku hanya karena aku mentauhidkan Allah?”

Umar berkata, “Ya.”

Fathimah berkata, “Lakukanlah apa yang ingin engkau lakukan. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Kami telah masuk Islam meskipun engkau tidak suka.”

Keteguhan sikap adik dan iparnya dalam memegang teguh kebenaran Islam menjadi salah satu faktor Umar menjadi berpikir. Ajaran seperti apa ini sehingga adik dan iparnya mau mengubah keyakinan lamanya dan meyakini keimanan barunya dengan sedemikian itu.

Ini bisa menjadi ibrah bahwa walau dalam tekanan rezim anti Islam, para pengembannya harus tetap tsiqah dan memegang teguh keyakinan dan dakwah. Para pengemban dakwah syariah dan Khilafah yang saat ini dicitrakan buruk oleh rezim, harus tetap sabar, tegar dan tetap menyuarakan dakwah tersebut secara lantang dan terbuka. Pasalnya, bisa jadi sikap ini akan membuka mata dan pikiran para ahlul quwwah untuk memberikan dukungan pada dakwah.

Oleh karena itu ketika Umar mendengarkan kata-kata tegas dari adiknya, ia menyesal dan berdiri dari atas dada suami Fathimah. Ia duduk, kemudian berkata, “Berikanlah kepadaku lembaran yang ada padamu agar aku dapat membacanya.”

Fathimah berkata, “Aku tidak akan memberikannya.”

Umar berkata, “Celakalah engkau. Apa yang engkau katakan itu telah merasuk ke dalam hatiku. Berikanlah kepadaku agar aku dapat melihatnya. Aku berjanji kepadamu bahwa aku tidak akan mengkhianatimu hingga engkau dapat menyimpannya di tempat yang engkau inginkan.”

Fathimah berkata, “Engkau itu najis. Tidak boleh menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci. Karena itu mandilah atau berwudhu!”

Umar keluar untuk mandi kemudian ia kembali kepada saudarinya. Fathimah memberikan lembaran (al-Quran). Di dalamnya terdapat surat Thaha dan beberapa surat lain.

Ketika ia melihat “BismilLâhir-Rahmânir-Rahîm” di dalam lembaran itu, ia terkejut. Ia menjatuhkan lembaran itu dari tangannya. Ia memikirkan dirinya, kemudian lembaran-lembaran itu ia ambil kembali. Lembaran yang ia lihat berisi ayat (yang artinya): Thâhâ. Kami tidak menurunkan al-Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah, tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. Itulah Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam diatas Arsy. Kepunyaan-Nyalah semua yang ada di langit, semua yang dibumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah. Jika kamu mengeraskan ucapanmu maka sungguh dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi. Dialah Allah. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai Asmaul Husna (nama-nama yang baik).” (QS Thaha []: 1-8).

Ayat demi ayat itu terasa agung di dadanya. Lalu ia berkata, “Kaum Quraisy lari dari ini?” Kemudian ia meneruskan bacaannya hingga ke ayat (yang artinya): Sungguh Aku ini adalah Allah. Tidak ada Tuhan (yang haq) selain Aku. Karena itu sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. Sungguh Hari Kiamat itu akan datang. Aku merahasiakan (waktunya) agar tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan. Karena itu sekali-kali janganlah kamu dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu jadi binasa (TQS Thaha []: 14-16).”

Apa yang yang terjadi pada Umar bisa menjadi pelajaran, bisa jadi banyak para penentang Islam yang belum paham atau gagal paham dengan dakwah syariah dan Khialafah. Tugas pengemban dakwahlah menjelaskan dengan sejelas-jelasnya, apa itu syariah dan Khilafah, bagaimana hukum Khilafah, hukum memperjuangkan Khilafah, manfaat ketika Khilafah berdiri dan sisi-sisi lainnya yang oleh musuh-musuh Islam dicitrakan sebagai sebuah ajaran yang menyeramkan. Semua harus dijelaskan secara jelas dan gamblang.

Diskursus dan perdebatan tentang syariah dan Khialafah terus digulirkan di tengah-tengah masyarakat. Itu akan membuka mata dan hati semua yang belum paham sehingga mengerti dan paham, bahwa syariah dan Khilafah tidak seperti yang selama ini mereka pahami dan tuduhkan.

Jika Umar saja bisa berubah setelah memahami Islam, akan sangat mungkin nanti, dengan dakwah Islam, akan banyak orang yang berbondong-bondong masuk dalam barisan mendukung syariah dan Khilafah. Mungkin nanti akan terjadi, banyak orang yang setelah paham dengan syariah dan Khilafah akan berkata, “Kaum liberal dan rezim lari dari ini (syariah dan Khilafah?). Kok bisa ya?”

Deimikian sebagaimana sikap keheranan Umar di atas ketika selesai membaca Surat Thaha ayat 1-4 di atas.

Oleh karena itu wajar jika kemudian Umar berkata, “Yang mengatakan ini maka pastilah tidak ada (Tuhan) lain yang di sembah bersama-Nya. Tunjukkan kepadaku tempat Muhammad.”

Umar pun kemudian mengikrarkan syahadat di depan Rasulullah saw. Ia masuk Islam dan menjadi pembela Islam (Imam Ahmad, Fadhâ’il ash-Shahâbah, 1/344. Sumber: Dr. Muhammad Ash Shalabim The Great leader of Umar bin Al Khattab. Pustaka Al-Kautsar, cetakan pertama, September 2008). Selesai.

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. [Abu Umar]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

fifteen + 8 =

Back to top button