Baiti Jannati

Rumahku Surgaku

Baytî jannatî. Rumahku surgaku. Ini merupakan ungkapan yang mengandung makna kiasan. Menggambarkan suasana rumah yang nyaman, tenteram, damai dan penghuninya diliputi kebahagiaan.  Keadaan yang jauh dari resah dan gelisah. Baytî jannatî bisa mewakili keadaan  para penghuni rumah yang anugerahi sakînah mawaddah wa rahmah.

Kenikmatan surga sebenarnya hanya bisa dirasakan oleh orang Mukmin di akhirat kelak (Lihat, antara lain: QS at-Taubah [9]: 72).

Mungkinkah surga bisa diwujudkan dalam kehidupan dunia? Bisakah kenikmatan surga dihadirkan dalam rumah kita? Surga bukan hal yang mustahil diraih bagi siapapun yang meyakini keberadaannya, juga paham bagaimana cara mencapainya.

 

Bukan Khayalan

Ketenangan, kenyamanan serta kehidupan keluarga yang dipenuhi cinta dan kasih sayang bisa diwujudkan dalam kehidupan nyata. Allah SWT telah mengabarkan pada kita dalam firman-Nya:

وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ ٢١

Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan Dia menjadikan di antara kalian rasa kasih dan sayang. Sungguh pada yang demikian benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir (QS ar-Rum [30]: 21).

 

Cinta, kasih sayang dan ketenteraman bisa muncul dari suami/istri kepada pasangannya. Ia merupakan anugerah dari Allah dan salah satu tanda kekuasaan-Nya.

 

Harus Diupayakan

Dalam ayat tersebut di atas, Allah SWT menjelaskan bahwa ketenteraman semestinya bisa dirasakan oleh pasangan yang sudah menikah. Namun faktanya, tidak sedikit rumah tangga yang tidak medapatkan kebahagiaan dalam pernikahannya.  Alih-alih tenang dan tenteram, pasangan tersebut justru senantiasa dalam perselisihan yang bisa berakhir pada perceraian. Karena itu suasana surga harus diupayakan, bukan hanya menjadi harapan.  Pasangan suami-istrilah yang paling bertanggung jawab melahirkan suasana rumah yang diidamkan.

Model keluarga seperti apa yang akan dibina? Apakah model keluarga Muslim yang menetapkan makna bahagia ketika mampu istiqamah dalam ketaatan pada syariat? Ataukah gaya keluarga kapitalis saat kebahagiaan selalu diukur dengan capaian nilai materi?

Selayaknya gambaran keluarga yang akan dibangun sudah dirancang sebelum pernikahan diakadkan.  Artinya, visi dan misi keluarga sudah dicanangkan dan aturan yang akan diterapkan pun telah disepakati oleh kedua calon pasangan.

 

Prasyarat Baytî Jannatî

Pertama: Menjadikan iman dan Islam sebagai landasan pernikahan.  Iman yang kokoh akan melahirkan keyakinan yang kuat pada kemahakuasaan Allah SWT. Kekokohan iman akan menjadi tameng manakala keluarga dihadang kesulitan.  Keluarga tersebut tidak akan gelisah apalagi putus asa karena yakin Allah akan memberikan jalan keluar dari setiap permasalahan (QS ath-Thalaq [65]: 2).   Keluarga tidak mungkin akan meraih bahagia jika amal tak dilandasi iman dan tidak didasari Islam. Keluarga tanpa landasan iman akan jauh dari keberkahan.

Kedua: Menetapkan visi, misi dan tujuan berkeluarga sesuai Islam. Visi keluarga seorang Muslim adalah meraih kebahagian hidup di dunia  dan di akhirat kelak bisa masuk surga bersama keluarga.  Misi dan tujuan berkeluarga adalah mewujudkan sakinah mawaddah wa rahmah; melahirkan generasi shalih-shalihah, penghulu orang bertakwa dan pelanjut estafet perjuangan Islam.

Ketiga: Menjalani kehidupan keluarga sesuai panduan syariah Islam.  Menempuh kehidupan rumah tangga ibarat bahtera yang sedang mengarungi samudera. Tak selamanya berlayar dalam air yang tenang. Kadang ada riak dan gelombang. Bahkan tidak jarang dihadang hujan dan badai.

Rumah tangga Muslim bukan tanpa masalah, bukan tanpa kesulitan, juga tidak berarti selamanya senang dan bahagia.  Kadang menghadapi prahara dan ujian. Namun, semua itu tidak akan mengaburkan jalan. Tidak akan memalingkan tujuan karena arah perjalanan sudah dipandu dengan aturan yang diturunkan Pencipta manusia Yang Mahaadil dan Mahabijaksana. Itulah syariah Islam.

Syariat Islam telah menetapkan seperangkat aturan yang harus  dijalankan supaya tercapai kesakinahan dalam keluarga. Di antara ketentuan tersebut adalah pembagian peran dalam keluarga antara suami dan istri.  Islam mewajibkan suami menjadi qawwâm, pemimpin atas istri dan anak-anaknya. Suami juga dituntut untuk memberikan nafkah yang layak dan mempergauli istri dengan sebaik-baiknya. Bahkan Rasulullah saw. menilai kebaikan seorang suami berdasarkan kebaikannya dalam memperlakukan istri dan keluarganya. Ini sebagaimana sabda Baginda Rasulullah saw.:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

Sebaik-baik kalian adalah (suami) yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku (HR at-Tirmidzi).

 

Kesakinahan keluarga akan terganggu manakala peran suami sebagai qawwâm dan/atau sebagai pencari nafkah tidak terpenuhi secara optimal.  Keluarga akan kehilangan arah jika sosok pemimpin tidak hadir.  Karena itu suami yang berharap surga ada di tengah keluarganya akan berupaya dengan segenap kemampuan untuk menjadi pemimpin terbaik bagi istri dan anak-anaknya.

Kesakinahan dan kenyamanan keluarga bukan hanya ditentukan oleh terlaksananya kewajiban suami, namun juga dipengaruhi oleh peran yang dijalankan istri. Tugas dan fungsi utama seorang perempuan adalah sebagai ibu dan pengatur rumah, umm[un] wa rabbah al-bayt. Rasulullah saw. menggambarkan sosok wanita shalihah dalam sabdanya: “Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki (suami)? Yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkan suaminya, bila diperintah akan mentaati suaminya dan bila suaminya pergi  ia akan menjaga dirinya.” (HR Abu Dawud).

Kehadiran istri shalihah akan melahirkan ketenteraman bagi suami sekalipun berbagai masalah menghadang.  Ketaatannya bisa menjadi peredam kegelisahan. Penjagaan istri terhadap diri, anak-anak dan harta suami akan terus menumbuhkan kepercayaan yang kuat.  Peran utama inilah yang semestinya menjadi fokus perhatian seorang istri yang mendambakan ada surga di rumahnya.  Dia aka berusaha keras untuk menjadi pendamping setia suami; menjadi ibu pendidik yang penuh kasih sayang; dan  menjadi manajer handal yang akan menjaga rumah terus tertata.

 

Karakter Penghuni Surga

Rumahku surgaku memang ada dalam kehidupan dunia. Rumah yang penghuninya merasakan kenikmatan luar biasa layaknya berada di surga akhirat kelak.  Karena itu siapapun yang berkeinginan menghadirkan suasana surga di dalam rumahnya perlu mewujudkan karakter penduduk surga pada diri dan anggota keluarganya.

Sifat dan karaker para penghuni surga bayak dijelaskan dalam al-Quran maupun Hadis Rasulullah saw. Di antaranya adalah: kokoh dalam keimanan dan bersegera melakukan ketaatan (QS Ali Imran [3]: 15-17); paham ilmu syariah (QS Fathir [35]: 28-30); tidak menunda untuk bertobat dan memperbaiki diri (QS Ali Imran [3]: 133); komitmen tidak mengulangi kesalahan (QS Ali-Imran [3]:135); semangat dalam perjuangan menegakkan dînulLâh (QS at-Taubah [9]:111-112, ash-Shaf [61]: 11-12).

 

Penutup

Baytî jannatî (rumahku surgaku) selayaknya menjadi cita-cita orang beriman.  Seorang Mukmin harus berupaya sungguh-sungguh mewujudkannya dengan memenuhi prasyarat yang diperlukan serta menghiasi diri dengan karakter para penghuni surga.

WalLâhu a’lam. [Dedeh Wahidah Achmad (Ketua Lingkar Studi Tsaqofah Islam)]

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

18 − seven =

Back to top button