Dari Redaksi

Hijrah, Keyakinan dan Kemenangan

Hijrah Rasulullah saw. dari Makkah al-Mukarramah ke Madinah al-Munawwarah tercatat sebagai peristiwa penting dalam sejarah Islam dan sirah Rasulullah saw. Tidaklah mengherankan kalau Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. menjadikan hijrah Rasullah itu sebagai tahun pertama saat penetapan kelender Islam.

Hijrah Rasulullah saw. tidak bisa dilepaskan dari dakwah. Ia merupakan pembatas antara fase dakwah Makkah dan Madinah.

Di Makkah Rasulullah saw. belum punya kekuasaan. Keamanan juga belum ada di tangan kaum Muslim. Rasulullah baru menyampaikan secara lisan dakwahnya. Saat di Madinah, barulah Rasulullah saw. masuk pada fase penerapan ajaran-ajaran Islam secara praktis. Sejak itu Madinah menjadi tempat yang layak untuk menjadi Negara Islam yang pertama.

Dari hijrah Rasulullah saw. ini, kita belajar tentang ketaatan. Rasulullah saw. hijrah bukanlah karena takut. Tidak ada yang ditakuti Rasulullah saw. kecuali Allah SWT. Hijrah juga bukan karena beliau khawatir nyawa beliau terancam. Tentu karena beliau yakin akan selalu dilindungi oleh Allah SWT. Beliau berhijrah tidak lain untuk memenuhi perintah Allah SWT. Untuk membangun peradaban Islam di Madinah. Membangun negara yang didasarkan pada prinsip tauhid dan menegakkan hukum yang berdasarkan syariah Islam.

Negara Islam pertama ini pula yang menjadi tonggak kebangkitan umat Islam. Pasca wafat Nabi saw., negara ini menjadi negara global Khilafah ar-Rasyidah ‘ala minhâj an-nubuwwah. Menjadi negara adidaya yang menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Bergelimang dengan kebaikan, kesejahteraan dan keamanan. Diliputi ketaataan kepada Allah SWT. Negara adidaya Khilafah ini mempersatukan umat Islam, mengurus umat Islam, melindungi nyawa dan kekayaan umat Islam, menjaga kehormatan Islam dan Rasulullah saw.

Dalam ketaatan kepada Allah tentu ada ujian, tantangan, ancaman dan hal-hal yang tidak menyenangkan. Di sinilah, kesediaan berkorban di jalan Allah SWT menjadi penting. Ini yang ditunjukkan oleh para sahabat, muhajirin, yang tidak peduli meninggalkan harta benda di Makkah. Tak peduli sulitnya perjalanan di tengah ancaman. Tak peduli panas terik siang hari dan dingin yang sangat di malam hari. Menempuh jarak lebih kurang 490 kilometer. Tidak hanya itu, untuk menghindari kejaran kafir Quraisy yang bernafsu membunuh, Rasulullah saw. menempuh bukan jalan biasa. Bermula dari rumah Rasulullah saw. menuju Gua Tsur, yang berjarak lebih kurang 6 km di selatan Makkah. Beliau bermukim di sana lebih kurang tiga hari, kemudian bergerak terus hingga tiba di Quba pada tanggal 8 Rabiul Awwal. Beliau lalu mendirikan masjid pertama di sana. Beliau tiba di Kota Madinah pada tanggal 12 Rabiul Awwal.

Pengorbanan karena taat ini pula yang ditunjukkan oleh Abu Bakar ra., sahabat Rasulullah tercinta, yang menemani beliau saat hijrah. Tidak hanya bahagia karena bisa hijrah bersama Rasulullah, Abu Bakar ra. juga diliputi rasa khawatir dan takut. Bukan takut dirinya celaka, tetapi tak ingin Rosulullah menderita. Dikisahkan saat tiba di Gua Tsur, Abu Bakar ra. masuk terlebih dulu. Memeriksa adakah sesuatu yang membahayakan Rasulullah atau tidak. Ia membersihkan tempat itu, baru kemudian mempersilakan Rasulullah saw. masuk. Sahabat tercinta ini lebih memilih menahan rasa sakit daripada mengganggu Rasulullah saw dalam istirahatnya. Saat itu kaki Abu Bakar yang digunakan untuk menutupi lubang disengat binatang berbisa.

Kondisi ini membuat air matanya menetes hingga membasahi wajah Rasulullah saw. Lalu Beliau berkata kepadanya, “Ada apa denganmu, wahai Abu Bakar?”

Abu Bakar menajwab, “Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, wahai Rasulullah! Aku telah disengat,” jawabnya.

Lantas Rasulullah saw. meludah kecil ke arah bekas sengatan tersebut sehingga apa yang dirasakan Abu Bakar hilang sama sekali. Inilah pengorbanan dalam ketaatan.

Semua ketaatan dan pengorbanan ini dijalani dengan sabar dan ikhlas karena Allah SWT. Diperkuat dengan keyakinan akan janji kebahagian dan kemenangan dari Allah SWT. Inilah yang dikatakan Rasulullah saw. kepada sahabatnya, yang sangat khawatir dengan kondisinya: Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”. Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepadanya (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan menjadikan kalimat orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (TQS at-Taubah [9]: 40).

Jangan bersedih. Sungguh Allah bersama kita. “Inna AlLâh ma’anâ” merupakan keyakinan penting untuk sebuah kepastian bahwa Allah SWT pasti akan menolong hamba-hambanya yang taat. Allah bersama kita berarti Allah pasti akan menolong kita dan memperkuat kedudukan kita: Hai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian (TQS Muhammad [47]: 7).

Karena itu, dalam perjuangan ini, kita tidak boleh berputus asa. Tidak boleh ragu bahwa kemenangan akan tiba. Yakin akan kemenangan dan tidak boleh berputus asa terhadap berbagai derita dalam dakwah ini pulalah yang disampaikan oleh Amir Hizbut Tahrir, Syaikh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah rahimahulLâh dalam pesannya menyambut Idul Adha Malam kesepuluh Dzulhijjah 1439 H.

Saudara-saudaraku, sungguh musibah-musibah ini seandainya menimpa umat lain niscaya sudah runtuh atau hampir dan niscaya putus asa dari melanjutkan kehidupan jika di situ masih ada kehidupan… Adapun Umat Islam, di dalam kitab Rabb-nya, Sunnah Nabi-Nya hingga di dalam fenomena ciptaan siang dan malam, ada hal-hal yang membuat umat Islam bergeming dalam berbagai kesulitan dan tidak melunak tekadnya dalam berbagai krisis. Mereka justru bertambah kuat dan makin membulatkan tekad…Umat Islam menunaikan amalnya dengan kuat, ihsân dan menatap Rabb-nya dengan tawakal yang benar. Adapun di dalam Kitab Rabb-nya maka ayat-ayat mengatakan demikian: Sungguh bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sungguh bersama kesulitan itu ada kemudahan (TQS asy-Syarh [94]: 6).

Allahu Akbar! [Farid Wadjdi]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

18 + sixteen =

Back to top button