Menyempurnakan Kegembiraan Idul Fitri
Sebagian salafush-shalih ditanya, “Kapankah kalian berhari raya?” Mereka menjawab, “Pada hari kami tidak bermaksiat kepada Allah SWT. Itulah hari raya kami. Hari raya itu bukan bagi orang-orang yang memakai pakaian kebesaran, tetapi bagi mereka yang mengimani azab akhirat. Bukan pula hari raya itu bagi mereka yang mengenakan pakaian yang indah, tetapi untuk mereka yang mengetahui jalan (Islam).” (Syaikh Bahauddin Muhammad bin Husain al-Amili, Al-Kasykul, 1/82).
Apa yang dikatakan salafush-shalih di atas merupakan hakikat kemenangan dan kegem-biraan kita pada Hari Raya Idul Fitri, yakni pada saat kita, kaum Muslim, tidak lagi bermaksiat kepada Allah SWT, menjalankan seluruh perintah Allah SWT. Inilah ketakwaan yang diharapkan Allah SWT semakin terbangun dari Ramadhan kita (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 183).
Ketakwaan yang dituntut dari kita adalah ketakwaan total. IttaqilLah haytsuma kunta. Bertakwalah di mana pun kita berada; kapan pun itu; dan dalam kondisi apa pun. Ketakwaan total terwujud dalam ketundukan pada hukum-hukum Allah SWT secara total pula. Bukan hanya saat kita shaum. Bukan hanya saat kita shalat. Saat kita berekonomi, bernegara, melakukan politik luar negeri, saat menjalankan peradilan dll, semuanya harus berhukum pada hukum Allah SWT. Ketakwaan secara total itu akan terwujud ketika ada Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah yang menerapkan seluruh syariah Islam secara total.
Tentu Idul Fitri merupakan karunia dari Allah ‘Azza wa Jalla bagi kaum Muslim. Kemenangan ini akan sempurna, kegembiraan ini akan utuh, saat terwujud janji Allah SWT dan kabar gembira dari Rasulullah saw., yakni kembalinya Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Khilafah akan menerapkan syariah Islam secara total. Khilafah menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia. Khilafah akan melindungi harta, kemuliaan dan nyawa kaum Muslimin. Khilafah pun mempersatukan umat Islam seluruh dunia.
Saat ini, bagaimana mungkin kebahagiaan kita bisa sempurna saat Idul Fitri. Pasalnya, ratusan ribu nyawa kaum Muslim terbunuh di Suriah. Jutaan penduduknya hidup di pengungsiaan. Jet-jet tempur Rusia, Amerika dan penjajah Yahudi terus menerus membombardir saudara-saudara kita. Bagaimana kebahagiaan kita bisa utuh saat penguasa-penguasa represif di negeri-negeri Islam, dengan dukungan negara imperialis Barat, mereka terus menangkapi, menyiksa dan mengkriminalisasi pejuang Islam yang menegakkan syariah Islam. Bagaimana mungkin kebahagiaan kita bisa sempurna saat syariah Islam masih ditelantarkan. Rasulullah saw. masih dihina. Kekayaan umat Islam masih dirampas negara-negara imperialis. Kaum Muslim banyak hidup dalam kemiskinan dan penderitaan.
Sempurnanya kegembiraan kita pada hari raya ataupun pada waktu yang akan datang adalah saat sistem-sistem buatan manusia di negeri-negeri Islam dihilangkan. Saat aturan-aturan Kapitalisme liberal yang telah menyengsarakan umat Islam dicampakkan. Saat negeri-negeri Islam yang ditindas dan dijajah dibebaskan. Kegembiraan kita akan sempurna saat para penguasa negeri-negeri Islam, yang merupakan boneka-boneka negara imperialis, pengkhianat umat, ditumbangkan dan dihinakan sehina-hinanya. Merekalah selama ini yang telah menjadi kaki tangan penjajah Barat untuk memecah-belah negeri Islam, merampas tambang-tambang di negeri Islam, lalu mereka persembahkan untuk tuan-tuan mereka. Merekalah yang menyiksa para aktifis Islam dengan keji. Mempersulit hidup para para pejuang Islam. Mempersulit kehidupan rakyat yang terjerumus dalam kemiskinan akibat kebijakan negara yang keliru.
Merekalah, para panguasa pengkhianat, yang dengan keji mengkriminalkan ajaran Islam yang mulia seperti syariah Islam. Termasuk jihad dan Khilafah. Merekalah yang menuduh para pejuang Islam yang membebaskan negeri mereka dari penjajahan sebagai teroris. Mereka menuduh pejuang Palestina di tanah yang dijajah zionis Israel, Muslim Uighur di Turkistan Timur yang dirampas Cina, Muslim Rohingya di Arakan, Muslim Kashmir sebagai teroris. Padahal negara-negara Barat, Cina Komunis, Birma, India, Zionis Yahudi, merekalah teroris sejati.
Kesempurnaan kegembiraan Hari raya akan terjadi saat umat Islam bersatu di bawah Panji Rasulullah saw. dalam naungan Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Bukan persatuan yang sifatnya emosional, tetapi persatuan hakiki yang mempersatukan potensi umat Islam yang berserakan. Menyatukan lebih satu miliar umat Islam di seluruh dunia. Menyelamatkan kekayaan negeri Islam yang semata-mata untuk kemashlatan kaum Muslim. Menjaga wilayah-wilayah yang secara geopolitik sangat stategis dan penting. Persatuan ini akan memobilisasi tentara-tentara negeri-negeri Islam yang akan membebaskan Suriah, Palestina, Afganistan, Arakan, Turkistan Timur dari penjajahan.
Kegembiraan ini tentu saja berawal ketika seruan untuk menegakkan Khilafah disambut oleh mayoritas umat Islam, para tokoh-tokoh umat, dan ulama-ulama yang mukhlis. Ketika umat Islam sadar wajibnya menegakkan Khilafah. Kemudian umat terjun bersama untuk memperjuangkan dan mewujudkan Khilafah secara nyata. Kegembiraan akan tegaknya Khilafah akan terwujud saat ahlul quwwah, umat Rasulullah saw. yang memiliki kekuasaan riil, para pemimpin militer umat, memberikan nushrah (pertolongan)-nya bagi tegaknya Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Dengan itu sempurnalah kegembiraan, yang ditandai dengan kehidupan islami yang kembali berlanjut dalam semua aspek: politik, ekonomi, tata pergaulan, pendidikan dan semua aspek kehidupan lainnya. Ditandai pula dengan pembangunan kembali benteng Islam yang agung, yakni Khilafah Rasyidah kedua yang mengikuti manhaj kenabian.
Seruan amir Hizbut Tahrir, Al-‘Alim al-Jalil Syaikh Atha Abu Rasyta yang pernah disampaikan saat menyambut Hari Raya Idul Fitri penting penting untuk kita perhatikan: “Pada hari raya yang besar dan perjuangan untuk mewujudkannya itu, kami menyeru Anda. Jadikanlah penutup hari raya Anda dengan melaksanakan perintah Allah SWT. Caranya dengan berjuang bersama para pejuang mukhlish untuk memuliakan agama ini dan meneguhkan kembali kekuasaan Islam. Agar kita bertakbir bersama-sama pada hari kemenangan yang nyata. Takbir orang-orang yang meraih kemenangan, yang tunduk patuh, melantunkan segala pujian dan bertobat…”
Allahu Akbar! [Farid Wadjdi]