Dari Redaksi

Visi Negara Khilafah

Pidato presiden Jokowi tentang visi Indonesia 2019-2024, memunculkan berbagai tanggapan. Oleh para pendukungnya, visi  Jokowi itu dipuja visioner dan diyakini bisa membuat Indonesia mampu menghadapi tantangan global yang dinamis, cepat, kompleks, berisiko dan penuh kejutan.

Dalam pidatonya  di Sentul Bogor pada Minggu (14/7/2019) Jokowi memaparkan lima fokus pemerintahannya pada priode kedua yaitu melanjutkan pembangunan infrastruktur, pembangunan SDM, pangkas yang menghambat investasi, reformasi birokrasi dan pembangunan APBN tepat sasaran. Dengan lima fokus ini, Jokowi berharap Indonesia bisa menjadi negara yang makin produktif, berdaya saing dan mampu mengikuti beragam perubahan.

Namun, ada pula yang memberikan catatan kritis mengkritisi pidato Jokowi yang terpilih dengan dugaan banyak kecurangan, Komisi Nasional HAM dan Indonesia Corruption Watch (ICW), juga Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), menyayangkan Jokowi tidak menyinggung isu lingkungan, Hak Asasi Manusia (HAM) dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Padahal selama priode pertama pemerintahannya, Jokowi masih menyisakan catatan terkait HAM seperti pembangunan infrastuktur yang masih mengabai-kan prinsip-prinsip HAM, maraknya kasus intoleransi, dan tingginya angka konflik agraria dalam bentuk sengketa lahan dengan perusahaan asing. Dalam kasus pelanggaran berat HAM, tidak ada kemajuan berarti dalam menyelesaikan masalah-masalah pelanggaran HAM yang pernah terjadi. Ditambah lagi dengan dugaan pelanggaran HAM di akhir jabatannya seperti peristiwa penangkapan aktivis serta penembakan dengan peluru tajam pada 22-23 Mei 2019 di Jakarta.  Masih maraknya korupsi seharusnya Jokowi menjadi persoalan ini menjadi prioritas ke depan.

Potensi otoriter dalam masa pemerintahanya ke depan juga disoroti. Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun menilai beberapa diksi yang dipakai Jokowi seperti: saya kejar, saya hajar dan saya copot berbau sentralistik dan agak keras. Apalagi pemilihan kata yang terbilang keras itu tidak dibarengi indikator yang jelas di dalamnya. Menurut dia, ini berpotensi hegemoni makna atas tafsir Pancasila dan berpotensi otoriter.

Dengan visi seperti ini, keraguan Indonesia akan unggul semakin menguat. Apalagi selama priode pertama Jokowi dengan visi yang hampir sama, alih-alih Indonesia memimpin dunia, bangkit, Indonesia malah semakin terpuruk. Hutang semakin meningkat. Kondisi kesejahteraan rakyat yang semakin menurun. Beban ekonomi rakyat semakin berat. Rezim Jokowi pun memberikan karpet merah yang seluas-luasnya untuk masuknya investasi asing yang merugikan Indonesia. Investasi dengan Cina, selain akan menjadi jebakan hutang ke depan, juga memberikan jalan bagi masuknya pekerja Cina hingga level bawah. Di sisi lain rakyat kesulitan mendapatkan pekerja. Industri dalam negeri seperti baja Karakatau Steel terancam bangkut karena kebijakan Jokowi yang membebaskan masuknya baja Cina membanjiri pasar dengan harga yang  rendah.

Pangkal dari keterpurukan Dunia Islam termasuk Indonesia justru karena mengadopsi ideologi Kapitalisme liberal dengan mencampakkan syariah Islam. Penerapan ideologi Kapitalisme inilah yang menguatkan penjajahan asing untuk mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia atas nama hutang, investasi asing, atau perdagangan bebas. Privitasasi BUMN, pengurangan subsidi yang dipaksakan IMF dan World Bank justru semakin memperberat beban hidup rakyat. Dengan Kapitalisme ini, alih-alih bangkit, Indonesia justru akan semakin bangkrut secara ekonomi maupun politik.

Untuk berhadapan dengan negara kapitalis global seperti Amerika Serikat dan sekutunya, juga untuk menghentikan agresifitas China dengan proyek global OBOR-nya, Dunia Islam harus memiliki negara global dengan dasar ideologi Islam yang jelas. Imperium Kapitalisme global, baik dari Barat maupun timur (Cina), hanya bisa dihadapi dengan ideologi global juga. Amerika dan sekutu Baratnya telah membangun imperium dunia melalui PBB, IMF, World Bank, dominasi mata uang dolar, dan kekuatan militer yang memaksa. Semua ini hanya bisa dihadapi dengan negara global. Itulah Khilafah Islam yang mempersatukan negeri-negeri Islam di seluruh dunia.

Dalam konstelasi politik internasional, Khilafah terbukti menjadi negara nomor satu selama berabad-abad. Khilafah berhasil menyatukan berbagai sumberdaya yang luar biasa besar yang dimiliki umat Islam dalam sebuah institusi negara yang luasnya mencapai tiga benua. Khilafah telah menggariskan sebuah kebijakan yang dibangun di atas dasar prinsip keadilan dan kebenaran hingga ia mampu menjadi pemimpin bangsa-bangsa yang ada. Kabar tentang tentang keadilan Khilafah tersebar luas melintasi perbatasan wilayah kekuasaannya. Hal ini membuat banyak sekali manusia tertarik untuk masuk Islam.

Yang terpenting, Khilafah merupakan ajaran Islam. Menegakkan Khilafah hukumnya wajib. Khilafah adalah kekuasaan yang menerapkan syariah Islam secara kaffah (menyeluruh).

Visi ekonomi negara Khilafah adalah memberikan jaminan kepada seluruh warga negara untuk mendapatkan kebutuhan primer dan akses demi memenuhi kebutuhan sekunder, serta jaminan ketersediaan kebutuhan pokok (primer) bagi kalangan yang kurang mampu.

Untuk menjadi negara adidaya, industri yang akan dibangun haruslah menjamin upaya pengembangan teknologi mutakhir, termasuk teknologi energi nuklir, pengembangan energi alternatif.

Adapun visi politik penting negara Khilafah adalah pembebasan dari segala bentuk penjajahan baik politik maupun ekonomi, termasuk penjajahan melalui pinjaman luar negeri yang disertai bunga maupun penguasaan sumber-sumber kekayaan alam oleh perusahaan-perusahaan multinasional.

Di bidang pendidikan, negara Khilafah akan membangun pendidikan dengan standar internasional bebas bea bagi seluruh warganegara, tanpa memandang agama, mazhab, kekayaan maupun pengaruh.

Negara Khilafah dalam visi politik luar negerinya, akan menjadi sebuah negara yang memimpin dunia dan menyebarkan Islam ke seluruh penjuru bumi. Sebuah negara yang akan menyuarakan harapan seluruh umat manusia, termasuk bangsa-bangsa di kawasan Afrika dan Asia serta Amerika Latin yang saat ini ditindas oleh negara-negara penjajah.

Khilafah akan mengakhiri politik luar negeri yang penuh nuansa kelemahan dan ketertundukan ini, diganti dengan pola baru dengan dasar Islam. Berdasarkan syariah Islam, Khilafah akan membangun hubungan dengan negara-negara lain baik di bidang ekonomi, politik, budaya atau pendidikan. Dalam seluruh urusan luar negeri, Khilafah akan memastikan bahwa dakwah Islam bisa disampaikan kepada seluruh umat manusia dengan cara yang terbaik. Allahu Akbar!  [Farid Wadjdi]

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

two × three =

Back to top button