Akibat Mengabaikan Amar Makruf Nahi Mungkar
يا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ مُرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ مَنْ قَبْلِ أَنْ تَدْعُونِى فَلاَ أُجِيبَكُمْ وَتَسْأَلُونِى فَلاَ أُعْطِيَكُمْ وَتَسْتَنْصِرُونِى فَلاَ أَنْصُرَكُمْ
Wahai manusia, sungguh Allah ’Azza wa Jalla berfirman, “Perintahkanlah kemakrufan dan laranglah kemungkaran sebelum kalian berdoa kepada-Ku dan tidak Aku ijabah, sebelum kalian meminta kepada-Ku dan tidak Aku beri, serta sebelum kalian meminta pertolongan-Ku dan kalian tidak Aku tolong.” (HR Ahmad, Ibu Hibban, al-Baihaqi, Ishhaq ibnu Rahawaih dan ath-Thabarani).
Sanad hadis ini dinilai dha’îf karena adanya seorang perawi yang dinilai majhûl, yaitu ‘Ashim bin Umar bin Utsman. Namun demikian, hadis ini dikuatkan oleh banyak hadis lainnya yang shahih dan hasan dengan makna yang serupa. Karena itu hadis ini menurut Syu’aib al-Arnauth menjadi hasan li ghayrihi.
Al-Munawi di dalam At-Taysîr fi Syarh al-Jâmi’ ash-Shaghîr menjelaskan: Kalimat “murû bi al-ma’rûf” bermakna: perintahkan semua yang telah diketahui sebagai bagian dari ketaatan berupa seruan tauhid dan lainnya; lalu “wa inhaû ‘an al-munkar” bermakna laranglah kemaksiatan dan kekejian serta apa saja yang menyalahi syariah berupa hukum-hukum parsial (cabang). Kemudian frasa “Qabla an tad’ûnî falâ yustajâbu lakum”, di dalam satu riwayat ditambah “wa qabla an tastaghfirû falâ yughfar lakum (sebelum kalian memohon ampunan dan kalian tidak akan diampuni)…Dalam hal ini adalah isyarat bahwa amar makruf nahi mungkar adalah wajib, tetapi wajib kifayah dan tidak dikhususkan atas orang tertentu; para wali, orang yang adil, merdeka, laki-laki, atau orang balig saja selama dia tidak khawatir atas dirinya, atau atas anggota tubuhnya atau hartanya. Kewajiban ini (amar makruf dan nahi mungkar itu) tidak gugur dengan anggapan bahwa hal itu tidak berguna.
Hadis di atas menjelaskan tiga akibat amar makruf dan nahi mungkar tidak dilakukan, diabaikan atau bahkan ditinggalkan. Pertama, doa tidak diijabah. Kedua, ketika meminta sesuatu kepada Allah, Allah tidak memberi. Ketiga, ketika meminta pertolongan kepada Allah SWT, Allah tidak memberikan pertolongan.
Di dalam hadis lainnya juga disebutkan akibat lain. Hudzaifah bin al-Yaman ra. menuturkan bahwa Rasul saw. pernah bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ، أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ، ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلا يَسْتَجِيبُ لَكُمْ
Demi Zat yang jiwaku ada di genggaman tangan-Nya, sungguh kalian melakukan amar makrufnahi mungkar atau hampir-hampir Allah menimpakan atas kalian sanksi-Nya, kemudian kalian berdoa kepada-Nya dan doa kalian tidak diijabah (HR at-Tirmidzi dan al-Baihaqi. Imam at-Tirmidzi berkomentar: ini hadis hasan).
Hadis ini menyatakan, doa tidak diijabah itu setelah Allah menurunkan sanksi atas masyarakat yang meninggalkan amar makruf nahi mungkar. Artinya, ketika sanksi Allah turun, lalu orang-orang berdoa agar sanksi itu dihilangkan, doa itu tidak diijabah.
Akibat lainnya, Abu Bakar ash-Shidiq ra. menuturkan bahwa Rasul saw. bersabda:
إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الظَّالِمَ فَلَمْ يَأْخُذُوا عَلَى يَدَيْهِ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللَّه بِعِقَابٍ مِنْهُ
Sungguh manusia itu, jika mereka melihat orang zalim, sementara mereka tidak menin-dak dia, maka Allah segera menimpakan azab-Nya kepada mereka secara umum (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ahmad dan Ibu Hibban).
Dalam redaksi lainnya, Rasul saw. bersabda:
إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الْمُنْكَرَ لَايُغِّيِرُوْنَهُ، أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللَّهُ بِعِقَابِهِ
Sungguh manusia itu, jika mereka melihat kemungkaran, lalu mereka tidak mengubah-nya, maka hampir-hampir Allah menimpakan sanksi-Nya kepada mereka secara umum (HR Ahmad, Ibu Hibban dan al-Baihaqi).
Dalam redaksi lainnya, dalam riwayat Ahmad, lafal “lâ yughayyirûnahu (mereka tidak mengubahnya)”menggunakan lafal “lâ yunkirûnahu (mereka tidak mengingkarinya)”. Hadis ini menjelaskan, ketika kemungkaran dilakukan di tengah masyarakat, sementara masyarakat tidak mengubahnya atau tidak mengingkarinya—dalam riwayat lain ditekankan bahwa mereka mampu mengubahnya tetapi mereka tidak mengubahnya—maka ketika itu Allah menimpakan azab kepada mereka secara umum.
‘Adi bin ‘Umairah juga menuturkan bahwa Rasul saw. pernah bersabda:
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يُعَذِّبُ الْعَامَّةَ بِعَمَلِ الْخَاصَّةِ حَتَّى يَرَوُا الْمُنْكَرَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِمْ وَهُمْ قَادِرُونَ عَلَى أَنْ يُنْكِرُوهُ، فَلَا يُنْكِرُونَهُ، فَإِنْ فَعَلُوا ذَلِكَ عَذَّبَ اللَّهُ الْخَاصَّةَ وَالْعَامَّةَ
Sungguh Allah ‘Azza wa Jalla tidak mengazab masyarakat secara umum karena perbuatan orang-perorang sampai mereka melihat kemungkaran di antara mereka dan mereka mampu mengingkarinya tetapi mereka tidak mengingkarinya. Jika mereka melakukan hal itu, Allah mengazab individu maupun masyarakat secara umum (HR Ahmad dan ath-Thabarani).
Dalam riwayat ‘Arsu bin Umairah, Rasul saw. pun bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُعَذِّبُ الْعَامَّةَ بِعَمَلِ الْخَاصَّةِ، حَتَّى تَعْمَلَ الْخَاصَّةُ بِعَمَلٍ تَقْدِرُ الْعَامَّةُ أَنْ تُغَيُّرَهُ وَلاَ تُغَيُّرُهَ فَذَاكَ حِيْنَ يَأْذَنُ اللهُ فِيْ هَلاَكِ الْعَامَّةِ وِالْخَاصَّةِ
Sungguh Allah tidak mengazab masyarakat secara umum karena perbuatan orang-perorang sampai orang-orang tertentu melakukan perbuatan (kemungkaran) dan masyarakat umum mampu mengubahnya tetapi mereka tidak megubahnya. Ketika itu Allah menimpakan kebinasaan atas masyarakat umum maupun orang-orang tertentu (HR Ahmad dan ath-Thabarani).
Di dalam hadis lain juga dinyatakan, ketika amar makruf nahi mungkar ditinggalkan, maka orang-orang jahat akan berkuasa.
Semua akibat buruk itu merupakan qarînah (indikasi) yang menegaskan bahwa amar makruf nahi mungkar adalah wajib. Sebaliknya, meninggalkan amar makruf nahi mungkar merupakan dosa. Selain itu, mengabaikan amar makruf nahi mungkar juga akan berdampak sangat buruk bagi masyarakat secara umum, bukan hanya bagi pelaku kemungkaran.
Wallâh a’lam bi ash-shawâb. [Yahya Abdurrahman]