H Budi Mulyana: Bukan BRICS Penantang AS, Tapi Khilafah
Pengantar:
Kemunculan BRICS, oleh sebagian kalangan, dianggap berpotensi menjadi pesaing sekaligus penantang AS dengan Kapitalisme Globalnya.
Betulkah demikian? Ataukah BRICS akan mandul di hadapan hegemoni AS? Bagaimana dengan potensi kebangkitan kembali Khilafah? Jika Khiafah tegak Kembali, betulkah akan menjadi pesaing dan penantang utama Kapitalisme Global pininan AS?
Itulah di antara pertanyaan yang diajukan Redaksi kepada Pengamat Internasional, Ustadz H. Budi Mulyana. Berikut hasil wawancaranya.
Kepentingan apa yang melatar belakangi munculnya BRICS?
BRICS, sesuai dengan Namanya, membawa kepentingan negara-negara tersebut, Brazil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan. Ini dimulai dengan kegelisahan dengan dominasi Amerika Serikat dalam menghegemoni dunia dengan Kapitalisme Globalnya.
Negara-negara ini, dengan potensi yang mereka miliki, memiliki keyakinan dapat menyaingi Amerika Serikat dalam konstelasi internasional, lebih khusus dalam bidang ekonomi. Dengan berhimpun dalam BRICS, setidaknya mereka menjadi potensi penantang hegemoni Amerika Serikat yang menerapkan unilateralisme pasca Perang Dingin.
Siapa yang menginisiasi BRICS?
BRICS sesuai dengan namanya diusung oleh negara Brazil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan. Mulanya, BRIC dicetuskan oleh ekonom Jim O’Neill, yang saat itu bekerja di Goldman Sachs Group Inc pada 2001, untuk menarik perhatian terhadap tingkat pertumbuhan yang kuat di Brasil, Rusia, India dan Cina. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan pandangan optimis kepada para investor di tengah keraguan pasar setelah serangan teroris di Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001.
Empat negara terkait akhirnya merealisasikan ide tersebut atas dasar kepentingan bersama. BRIC muncul dengan keyakinan bahwa peran mereka dalam dunia yang didominasi oleh AS akan lebih besar jika suara mereka digabungkan.
Rapat pertama para menlu BRIC digelar oleh Rusia di tengah-tengah Sidang Umum PBB pada tahun 2006. Pertemuan puncak yang melibatkan para pemimpinnya digelar pertama kali pada 2009. Afrika Selatan diundang untuk bergabung dalam kelompok tersebut pada akhir 2010.
Tentu negara-negara yang tergabung dalam BRICS memiliki kepentingan masing-masing. Namun, mereka memiliki kepentingan yang sama, sesuai dengan niatan awal pendirian BRICS.
Apakah BRICS strategis untuk mengguncang geopolitik AS?
Secara potensi, BRICS memiliki kemampuan untuk mengguncang hegemoni Amerika Serikat. India dan Cina adalah dua negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Secara potensi ekonomi, produk domestik bruto Cina ada lebih dari dua kali lipat lebih besar daripada gabungan keempat anggota lain. Dari sisi teori, hal tersebut menunjukkan bahwa Cina memberikan pengaruh yang paling besar. Namun, perlahan-lahan India telah melampaui Cina dalam tingkat populasi dan menjadi penyeimbang.
Namun demikian, potensi yang dimiliki oleh negara-negara yang tergabung dalam BRICS belumlah cukup untuk menyaingin Amerika Serikat. Amerika Serikat telah menyusun sistem internasional yang kompatibel untuk dapat mewujudkan kepentingan nasionalnya. Tidak sekadar memperkuat dirinya sebagai sebuah negara. Amerika juga menyusun pola interaksi sistemik di bidang keuangan, politik dan lainnya. Semua dibangun dalam kerangka ideologis, Kapitalisme Global.
Salah satu tujuan BRICS adalah membangun tatanan dunia baru dan mata uang menghadapi dolar AS. Apakah mampu?
Sulit bagi BRICS untuk membangun tatanan dunia baru dan mata uang untuk menghadapi Amerika Serikat. Secara prinsip, tidak ada konseptualisasi ideologis baru yang diusung oleh BRICS. Mereka masih ‘bermain’ dalam sistem Kapitalisme Global ‘ala Amerika Serikat. Tidak ada gagasan baru yang mereka tawarkan. BRICS hanya meminta mereka terlibat, atau Amerika Serikat tidak mendominasi. Jangan hanya dolar, tetapi mata uang yang mereka gagas. Ini semua sifatnya artifisial, bukan hal yang fundamental.
BRICS mendirikan Bank Pembangunan Baru, yaitu lembaga yang terinspirasi oleh Bank Dunia, dan mulai beroperasi pada tahun 2015. BRICS berencana untuk mendiskusikan kelayakan mata uang bersama pada tahun ini. Jadi tidak ada hal yang baru secara fundamental yang ditawarkan oleh BRICS.
Dalam aspek ideologis dan praktisnya apakah negara-negara yang tergabung dalam BRIC sudah satu visi?
Negara-negara yang bergabung dengan BRICS tidak diikat dengan ikatan ideologi yang sama. Mereka bergabung dengan kepentingan yang sama, menentang hegemoni Amerika Serikat, terutama dalam bidang ekonomi.
Ikatan kepentingan sangatlah pragmatis dan rapuh. Karena itu keberadaan BRICS tidak akan menyentuh hal-hal yang sifatnya fundamental. Ini karena sebenarnya BRICS masih ‘bermain’ dalam kerangka Kapitalisme Global.
India dan Cina memiliki hubungan perdagangan yang lemah satu sama lain. Sebagian karena persaingan politik dan perselisihan wilayah yang sengit.
Inilah yang menjadi hambatan terbesar yang dihadapi oleh negara-negara yang tergabung dalam BRICS, antara lain adalah perbedaan kepentingan dalam isu-isu politik dan keamanan, termasuk hubungan dengan Amerika Serikat, hingga sistem pemerintahan dan ideologi yang berbeda.
Apakah kemunculan BRICS mengisyaratkan mulai banyak perlawanan dan keinginan bersatu melawan Kapitalisme global?
Hegemoni Amerika Serikat dengan Kapitalisme globalnya membuat jengah banyak negara. Terutama negara-negara yang memiliki kapabilitas dan potensi untuk mengambil peran dalam konstelasi internasional. Kehadiran BRICS adalah salah satu dari fenomena ini.
Multilateralisme adalah respon terhadap unilateralisme Amerika Serikat. Selain itu BRICS, penguatan Uni Eropa, dan semisalnya adalah upaya untuk merespon hegemoni Amerika Serikat. Namun, pertanyaannya: apa tawaran konsepsi fundamental yang menjadi dasar dari perlawanan tersebut. Jika tidak ada, itu hanya demi kepentingan pragmatis, yang akan mudah dipatahkan oleh Amerika Serikat.
Tantangan apa yang dilakukan oleh Barat dalam aspek pemerintahan sehingga mampu menguasai politik global?
Demokrasi menjadi fenomena modern saat ini. Huntington menyebut bahwa telah terjadi gelombang demokratisasi di dunia internasional. Seolah tidak terelakan, demokrasi menjadi standar politik global dalam aspek pemerintahan. Barat dalam hal ini sudah dianggap berhasil menjadikan demokrasi sebagai standar sistem pemerintahan modern. Mereka mengklaim tidak mungkin ada negara demokratis yang saling berkonflik sehingga dianggap dapat mewujudkan perdamaian dunia.
Namun, standar ganda dan ketiadaan prinsip baku dari demokrasi, menjadikan banyak perdebatan terkait dengan standarisasi sistem demokrasi ini.
Dalam konteks ini, negara-negara BRICS, secara prinsip mengamini sistem demokrasi ini. Namun, realitasnya totalitarianisme masih ditunjukkan oleh Rusia dan Cina. Adapun Brazil, India dan Afrika Selatan sudah dianggap menunjukkan penerapan sistem demokrasi ala Barat.
Serangan pemikiran apa saja yang dilakukan oleh Barat untuk merusak dan menguasai konstelasi global?
Setidaknya ada empat serangan pemikiran yang dilakukan Barat untuk merusak dan menguasai konstelasi global: (1) demokrasi; (2) pluralism; (3) hak asasi manusia (HAM); dan (4) pasar bebas.
Keempat serangan ini dikemas sedemikian rupa sehingga seolah dapat diterima tanpa reserve dari komunitas internasional. Padahal realitasnya, ide-ide ini telah merusak tatanan internasional. Demokrasi seolah menjadi ide ideal dalam aspek pemerintahan. Padahal realitasnya demokrasi hanyalah utopi. Tidak bisa benar-benar diterapkan sesuai dengan konsepsinya. Yang ada hanyalah penguasaan kelompok yang mendapat legitimasi dari rakyat. Demikian juga pluralisme. Ide ini memimpikan penghormatan terhadap keberagaman masyarakat dunia. Padahal faktanya terjadi pemaksaan untuk menerima nilai-nilai Barat. Demikian juga dengan hak asasi manusia. Terjadilah standar ganda. Hak asasi yang boleh ada adalah sesuai dengan perspektif Barat. Yang lain, dikriminalisasi, dan dianggap tidak relevan dengan yang mereka sebut sebagai nilai-nilai universal. Pasar bebas pun menjadi alat untuk mengeksploitasi negara-negara lemas. Dengan alasan keterbukaan, kebebasan, masyarakat dunia dipaksa bersaing secara tidak sehat, karena kapabilitas negara yang berbeda-beda.
Apakah benar hanya Islam dengan sistem Khilafah yang bisa menandingi Kapitalisme Global?
Secara historis dan ideologis, hanya Islam dengan sistem Khilafahnya yang terbukti dapat berkiprah dalam konstelasi internasional. Khilafah menghegemoni secara positif dengan menjadikan Islam rahmatan lil alamin.
Islam adalah petunjuk dari sang Khaliq. Sang Pencipta Mahatahu apa yang terbaik bagi umat manusia. Secara sistemik telah diterapkan sejak masa Rasulullah saw. dan dilanjutkan oleh para khalifah setelahnya. Kebaikan aturan Allah SWT bisa dirasakan umat manusia secara global melewati sekat-sekat kemanusiaan tanpa ada penentangan kecuali hawa nafsu belaka.
Selanjutnya tinggal bagaimana membangkitkan kembali Islam dengan sistem Khilafahnya untuk dapat tampil menandingi Kapitalisme Global yang sedang eksis saat ini.
Amerika dan sekutunya sadar bahwa Islam politik akan bangkit secara global. Oleh karena itu mereka melakukan upaya penghadangan dan bumi hangus terhadap gerakan Islam dan ide Khilafah. Bagaimana menyikapi hal ini?
Lumrah jika Amerika Serikat dan sekutunya waspada akan kebangkitan Islam politik secara global. Mereka lalu melakukan upaya penghadangan dan bumi hangus terhadap gerakan Islam dan ide Khilafah. Tentu mereka memiliki kesadaran politik akan potensi ancaman ideologis terhadap ideologi mereka. Amerika Serikat memiliki NIC (National Intelegence Council) yang secara rutin melakukan analisis mendalam, memprediksi apa saja yang menjadi ancaman Amerika Serikat di masa mendatang. Terakhir, misalnya, merilis Global Trends 2040.
Dengan melihat seriusnya mereka merancang upaya penghadangan ini, tentu hal ini menunjukkan bahwa Islam dan Khilafah Islam adalah potensi ancaman yang nyata bagi Amerika Serikat dan sekutunya.
Jika mereka saja memahami demikian, tentu umat Islam harus memiliki keyakinan yang sama. Islam harus diwujudkan secara global melalui Khilafah Islam. Apalagi ada amanah untuk merealisasikan rahmatan lil alamin yang dinanti umat manusia. Kapitalisme yang rusak dan merusak mesti dihentikan dengan sesuatu yang baik yang datang dari Islam.
Apa yang harus dilakukan oleh umat Islam agar Islam dan Khilafah mendapatkan kemenangan dalam perlawanan terhadap Barat?
Setelah keyakinan kuat terhadap Islam ini tertanam, selanjutnya adalah bagaimana mewujudkan keyakinan itu dengan langkah serius dan sistematis sebagaimana dulu Rasulullah saw. mewujudkan Negara Islam pertama di Madinah. Ini tidak hanya sekedar keyakinan, namun menjadi gerakan politik yang menapaki langkah mewujudkan negara adidaya yang akan menantang hegemoni Amerika Serikat di kancah global.
Kemenangan Islam adalah janji Allah SWT. Namun, kaidah kausalitasnya harus ditempuh. Para pejuang Islam harus terus diperbanyak karena ideologi Islam harus diemban oleh sebanyak mungkin kader dakwah. Merekalah para penopang konseptualisasi Islam untuk dapat diterapkan secara nyata dalam kehidupan.
Opini tentang kebaikan Islam dan keburukan Kapitalisme Global harus terus digelorakan agar nyata perbedaan antara haq dan batil, juga agar tersingkap segala selubung yang menjadi fatamorgana keburukan ide-ide Barat.
Ketika dukungan umat semakin menguat, dengan datangnya nashrulLaah, insyallah kemenangan Islam akan semakin nyata.
WalLaahu a’lam. []