Hiwar

Kiai Fadholi: Banyak Pintu Kebaikan Selama Ramadhan

Pengantar Redaksi:

Ramadhan adalah bulan agung dan mulia. Banyak pintu kebaikan di dalamnya. Setiap Muslim tentu harus memanfaatkan Ramadhan ini dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai Ramadhan disia-siakan. Lalu Ramadhan lewat begitu saja tanpa kita bisa meraih banyak keutamaan di dalamnya.

Apa saja yang harus dilakukan selama Ramadhan?Selain berpuasa, cukupkah kita hanya melakukan shalat tarawih, membaca al-Quran, doa dan zikir saja? Bagaimana dengan amal-amal lain seperti dakwah, amar makruf nahi mungkar bahkan jihad selama Ramadhan? Apa pula tujuan hakiki dari pelaksanaan kewajiabn puasa Ramadhan ini?

Itulah di antara pertanyaan yang diajukan Redaksi kepada Kiai Fadholi dalam wawancara kali ini.

 

Kiai, bisa dijelaskan keutamaan Bulan Ramadhan?

Keutamaan Bulan Ramadhan sangatlah banyak. Di antaranya dibukakan di dalamnya pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka, setan-setan dibelenggu dan dosa-dosa diampuni. Yang perlu digarisbawahi dari keutamaan Ramadhan adalah yang berkaitan dengan al-Quran. Al-Quran diturunkan pada Bulan Ramadhan saat Lailatul Qadar. Selain itu, ketika al-Quran masih turun, Ramadhan adalah bulan saat Nabi Muhammad saw. tadarus al-Quran bersama Malaikat Jibril as.

 

Jika Lailatul Qadar adalah malam al-Quran diturunkan,  apakah berarti Lailatul Qodr hanya terjadi saat itu saja?

Oh, tidak begitu pengertiannya. Lailatul Qadar itu berulang tiap tahunnya. Beberapa ulama menyebut bentuk mudhari’ di frase ayat tanazzalul malaaikatu warruhu fiiha mempunyai faedah terus-menerus. Apalagi ada perintah Nabi saw. agar kita mencari Lailatul Qadar di sepuluh terakhir Ramadhan, terutama pada malam malam ganjil.

 

Kalau yang berkaitan dengan amalan pada Bulan Ramadhan, bagaimana Kiai?

Tentunya yang pertama adalah puasa sebagai kewajiban yang Allah tetapkan. Di dalamnya juga ada shalat tarawih, umrah di dalamnya setara haji, itikaf sempurna sebagaimana yang dikerjakan oleh Rasulullah saw. dan dilanjutkan oleh Ummahatul Mu’minin sepeninggal beliau.

 

Bisa ditambahkan lagi, Kiai?

Qiyaam dan Tarawih sebagaimana telah disebutkan.  Sedekah dengan memberi makan orang yang berbuka puasa. Memperbanyak tilawah al-Quran. Memperbanyak doa, zikir dan istighfar. Berdiam diri di masjid setelah shalat subuh sampai matahari terbit dsb.

 

Tampak sekali aspek ruhiyah sangat menonjol. Bagaimana terkait amar makruf nahi mungkar, dakwah bahkan jihad pada Bulan Ramadhan?

Sebentar. Amar makruf nahi mungkar, thalabul-ilmi,  dakwah bahkan jihad fii sabilillah, semua aspeknya adalah ruhiyah juga. Jadi jangan didikotomikan  dengan itikaf, tilawah al-Qurab, doa dan zikir. Sebabnya, semuanya adalah amalan baik yang pahalanya dilipatkangandakan oleh Allah SWT.

 

Bisa dijelaskan lebih rinci lagi, Kiai?

Jadi begini. Kadang ada sebagian dari kaum Muslim  yang mengatakan: Bulan puasa kok halaqah, bulan puasa kok koordinasi dakwah, dst. Mendingan kita itikaf, berdiam diri di masjid, memperbanyak bacaan al-Quran. Nah, itu adalah bentuk dikotomi yang tidak benar. Kebaikan itu pintunya sangat banyak sekali.

Memang benar sebagian salaf ada yang fokus pada al-Quran dan meninggalkan  jenis ibadah yang lain selama Ramadhan, seperti yang diriwayatkan dari Imam Malik. Namun, semuanya itu  sesuai dengan kondisi dan situasinya.

Di lembaga pendidikan Islam klasik seperti pesantren salaf—sesuai lisan orang Indonesia—Ramadhan  dijadikan momentum untuk menghatamkan kitab tertentu secara talaqqi karena ada kebutuhan untuk itu.

Begitu pula dalam situasi seperti saat ini. Saat sekularisme membelenggu umat maka ada kebutuhan untuk mengedukasi umat tentang bahaya sekularisme dan pentingnya syariah Islam dalam kehidupan. Karena itu dakwah untuk mengajak orang agar meninggalkan sekularisme serta menerapkan syariah Islam secara kaaffah harus lebih gencar lagi dengan mengambil momentum Ramadhan.

 

Terkait jihad, Kiai. Jihad kan ibadah saat kekuatan fisik sangat diperlukan, sementara puasa Ramadhan badan menjadi lemas. Ini bagaimana?

Nah, itu pertanyaan menarik. Berdasarkan riwayat Imam Muslim no 1120 dari Abi Said al-Khudri ra. dikatakan: Kami pernah safar bersama Rasulullah saw. ke Makkah. Saat itu kami sedang berpuasa. Lalu kami turun di suatu tempat. Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh kalian sudah dekat dengan musuh, sementara berbuka itu lebih kuat untuk kalian. Berbuka itu rukhshah.” Lalu dari kami ada yang berpuasa dan ada yang berbuka. Kemudian kami turun di tempat ang lain. Lalu Nabi saw. bersabda. “Sungguh kalian sudah bertemu dengan musuh kalian. Berbuka itu lebih kuat bagi kalian. Karena itu berbukalah kalian. Itu adalah ‘azimah (maksudnya: jika pas perang hukum asal adalah berbuka).” Kemudian kami pun berbuka (HR Muslim).

Jadi, berdasarkan hadis tersebut jihad tetap berjalan pada bulan Ramadhan. Bahkan dalam kondisi perang berkecamuk hukum aslinya justru berbuka.

Riwayat tersebut juga menyebutkan bahwa kemenangan besar kaum Muslim dalam Perang Badar terjadi pada bulan Ramadhan. Jadi bisa dikatakan Ramadhan adalah bulan kemenangan. Tidak semata-mata menang dalam perang melawan hawa nafsu, tetapi juga menang secara politik.

 

Bisa disebutkan peristiwa kemenangan lainnya yang terjadi pada bulan Ramadhan, Kiai?

Wah, banyak. Banyak sekali. Ada beberapa kemenangan spektakuler kaum Muslim yang terjadi pada bulan Ramadhan. Pertama: Perang Badar Kubra (2H) yang paling menentukan antara haq dan batil.  Kedua: Fathu Makkah (8H) yang mengokohkan tonggak Daulah Islamiyah pertama kali menguasai seluruh Jazirah Arab. Ketiga: Perang Qadisiyah (15H). Saat itu kaum Muslim di bawah Panglima Saad bin Abi Waqqash mengalahkan Persia. Keempat: Pembebasan Andalusia (92H). Saat itu Thariq bin Ziyad meretas jalan pembebasan Andalusia. Kelima: Perang Zalaqah (479H). Saat itu Yusuf bin Tasyfin merangsek dari Maroko. Keenam: Perang Ain Jalut (685H). Saat itu Dwitunggal Quthuz dan Baibars menghalau Tartar yang telah meluluhlantahkan Baghdad. Ketujuh: Perang Hitthin (584H). Saat itu Sultan Salahuddin al-Ayyubi mengalahkan pasukan salib. Masih banyak lagi.

 

Kiai, bisa dijelaskan bagaimana orang orang shalih dulu mengisi Ramadhan?

Banyak riwayat yang dinukil dari generasi awal Islam atau salafush-shalih perihal amal mereka pada bulan Ramadhan. Ada riwayat bahwa mereka fokus pada al-Quran, seperti Imam Malik dan Imam Ahmad. Ada riwayat bahwa mereka yang menghidupkan malam-malam Ramadhan sehingga diriwayatkan bahwa penduduk Madinah shalat malam sampai tiga puluh tiga rakat. Ada riwayat tentang kedermawanan mereka memberi makan orang berbuka puasa pada bulan Ramadhan, seperti orang-orang dari Bani ‘Ady yang jarang berbuka sendirian. Mereka biasa mencari orang lain untuk berbuka Bersama. Demikian pula Ibnu Umar yang tidak berbuka kecuali bersama anak-anak yatim dan orang-orang miskin. Tentunya jihad fii sabilillah sebgaimana para Sahabat Nabi saw. dalam Perang Badar.

 

Sebagaimana yang Kiai jelaskan, begitu banyak pintu kebaikan selama Ramadhan. Lalu  bagaimana bisa ada Muslim yang tidak mendapatkan kebaikan tersebut?

Ya, hal itu sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw., bahwa betapa banyak orang yang berpuasa yang tiada bagi dirinya kecuali lapar dan dahaga.

 

Mengapa hal itu bisa terjadi?

Banyak faktor. Bisa jadi karena niatnya tidak benar. Berpuasa, tetapi tidak menjauhkan diri dari perkataan dusta, bohong, adu domba, ghiibah, dsb. Sahur dan berbuka dengan yang haram seperti dari hasil riba, suap, dsb.

 

Apa sih sebenarnya tujuan dari pensyariatan puasa ini?

Al-Quran secara gamblang menjelaskan tujuan puasa, yakni: agar kalian bertakwa; agar kalian menjalankan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya; agar muncul perasaan takut berbuat maksiat karena akan menjerumuskan ke dalam api neraka.

 

Bisa dijelaskan  indikasi yang simpel dari ketakwaan yang diperoleh sebab puasa?

Kalau kita memperhatikan QS al-Baqarah dari ayat 183 sd. 187, pada ayat berikutnya, yaitu ayat 188, diisyaratkan indikasi ketakwaan yang diperoleh sebab puasa, yaitu: tidak makan harta orang lain dengan cara yang batil. Maksudnya, jika dengan berpuasa seseorang mampu meninggalkan makanan yang dihalalkan, maka untuk meninggalkan makan yang haram tentunya lebih mampu lagi.

 

Terakhir, Kiai, mengenai Syawal, apa maknanya?

Ada banyak makna dari kata syawal yang bisa kita lihat di kamus. Salah satunya adalah irtifaa’ atau naik/meninggi. Artinya, puasa yang kita jalankan mestinya bisa menaikkan level taqarrub kita kepada Allah. Jangan sampai kita menjadi ramadhaniyyah alias shalih hanya saat Ramadhan, lalu setelah Ramadhan berlalu kita menjadi kendor lagi dalam beribadah.

Begitu pula kalau kita lihat dari sisi perjalanan ibadah. Ditinjau dari sisi linimasa bulan, kita akan mendapati bahwa Syawal adalah bulan pertama dari bulan-bulan haji. Jadi setelah sebelumnya kita berpuasa (beribadah), setelahnya adalah bulan-bulan haji (beribadah lagi). Ini seakan mengisyaratkan kepada kita hari, pekan, bulan, tahun yang kita jalani adalah untuk beribadah dan beribadah lagi sampai kita menghadap ke kehadirat-Nya. []

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

16 − nine =

Back to top button