Hiwar

Prof. Dr-Ing Fahmi Amhar: Peradaban Islam Pasti Kembali

Pengantar Redaksi:

Di tengah hegemoni dan dominasi ideologi Kapitalisme saat ini, tentu kita patut bertanya: Sejauh mana peradaban Barat kapitalis berdampak pada dunia, khususnya Dunia Islam? Berapa lama peradaban Barat kapitalis bisa bertahan? Bagaimana dengn peradaban Islam? Mungkinkah kaum Muslim mampu menghadirkan kembali peradaban Islam yang agung? Bagaimana caranya? Bisakah peradaban Islam yang unggul menggantikan peradaban Barat yang saat ini terbukti banyak menimbulkan kerusakan bagi dunia?

Itulah di antara pertanyaan yang diajukan Redaksi kepada Prof. Dr.-Ing. Fahmi Amhar, Anggota Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE), dalam wawancara kali ini. Berikut ini hasil wawancaranya.

 

Bagaimana kondisi peradaban dunia sekarang ini di bawah kepemimpinan ideologi Kapitalisme?

Mewabahnya doktrin-doktrin yang merupakan anak-anak haram sekularisme.  Sekularisme adalah doktrin yang menegaskan bahwa agama tak boleh dibawa-bawa ke kehidupan publik atau ke ruang publik. Ruang publik harus diisi dengan sesuatu yang rasional, sedangkan agama itu tidak rasional.  Dari rahim sekularisme inilah muncul doktrin-doktrin turunannya, seperti liberalisme, pluralisme, demokrasi, kapitalisme dan imperialisme.

 

Apa yang membuat peradaban Kapitalisme itu merusak sumberdaya manusia (SDM)?

Pertama, dan terutama, adalah doktrin liberalisme. “Biarkan semua bebas berbicara, berperilaku, berkeyakinan/ beragama dan bebas memilih cara memiliki sesuatu selama tidak menggangu kebebasan orang lain.”

Kedua, doktrin pluralisme. Pluralisme bukan pluralitas! Kalau pluralitas, itu sebuah kenyataan. Adapun pluralisme adalah doktrin bahwa bahwa ruang publik jangan didominasi salah satu kelompok atau partai tertentu saja ya. Biarkan semua berkontribusi.

Doktrin ini bagi orang-orang yang kurang terdidik atau kurang berpandangan jauh ke depan akan memunculkan permisifisme.  Oleh karena itu, di Barat, perilaku menyimpang seperti LGBTQ+ tumbuh subur.  Semula karena dianggap tidak merugikan orang lain selama dilakukan secara konsensual (saling suka).

Demikian juga bisnis yang belum tampak dampak sosial atau lingkungannya, pasti dibiarkan.  Aneka situs perjudian atau pornografi yang canggih, kini bahkan dengan didukung teknologi, akan dibiarkan.  Paling cuma dibatasi sana-sini, semisal tidak boleh melibatkan anak di bawah umur, dsb.

 

Apa pula yang membuat peradaban Kapitalisme itu merusak sumberdaya alam (SDA)?

Ini doktrin Kapitalisme, yaitu membiarkan “kekuatan gaib tangan-tangan pasar” mengatur dirinya sendiri. Bagaimana distribusi barang dan jasa otomatis teroptimalkan untuk kebahagiaan semua orang.  Padahal tujuan orang ke pasar itu untuk mendapatkan profit maksimal.  Ketika kebahagiaan hanya dinilai dari materi, maka kegagalan peserta pasar berarti akhir dari segalanya.

Alhasil, hal-hal yang belum diatur oleh undang-undang, selama memberikan manfaat/keuntungan, akan diusahakan. Ini bisa termasuk minyak bumi, batubara, emas dan mineral lainnya.  Pendidikan, kesehatan, keamanan dan keadilan juga dianggap seperti komoditas bisnis lainnya.

Di era digital saat ini, situs internet atau konten media sosial apapun akan terangkat, bukan oleh kualitasnya, namun kalau dapat like dan share yang banyak.  Yang banyak itulah yang potensial menguntungkan untuk ditumpangi iklan.

 

Apa pengaruh peradaban Kapitalisme terhadap Dunia Islam secara politik?

Doktrin lanjutan dari Kapitalisme adalah imperialisme. Dunia Islam saat ini adalah objek, bukan subjek.  Target, bukan aktor.  Mereka ditarget oleh kekuatan imperialis sebagai sumber bahan mentah dan pasar produk mereka.

Oleh karena itu, politik di Dunia Islam dirancang yang menguntungkan mereka.  Kalau diktator yang ada itu pro mereka, maka urusan selesai. Namun, kalau diktator yang ada kontra dengan mereka, mereka akan teriakkan demokrasi.

Doktrin demokrasi adalah dari, oleh dan untuk rakyat. Jadi mereka ajarkan bahwa kedaulatan hukum itu ada pada rakyat, sehingga penguasa wajib berasal dari rakyat, dan bekerja untuk rakyat.  Namun, dalam hal ini mereka berdusta.  Jika proses demokrasi menghasilkan pemimpin yang dekat dengan Islam, dan lalu memperjuangkan kedaulatan hukum Islam seperti yang diyakini mayoritas rakyat yang Muslim, maka kekuatan imperialis Barat akan mengaborsi mereka. Menuduh mereka radikal atau memfitnah mereka dalam satu barisan dengan terorisme.

 

Secara ekonomi bagaimana?

Karena imperialisme, maka ekonomi negeri-negeri Muslim jelas tidak sepenuhnya berdaulat.  Sekalipun GDP atau income perkapita tinggi, ekonomi mereka rapuh oleh pengaruh asing.  Terancam oleh fluktuasi ekonomi dunia.  Bahkan rawan runtuh bila diembargo sewaktu-waktu.

 

Kalau secara sosial-budaya?

Budaya di negeri-negeri Muslim itu ada dua.  Satu yang khas Islam, yang berakar dari ajaran Islam seperti ritual Ramadhan/Hari Raya, pernikahan dan kematian, pakaian yang menutup aurat, atau makanan yang halal.  Satunya lagi yang khas etnis atau kedaerahan, seperti aneka makanan, kain batik atau arsitektur.

Barat mendesak budaya di negeri Muslim itu sedemikian rupa sehingga akhirnya budaya yang diunggulkan hanyalah yang berbau etnis atau kedaerahan. Budaya yang terbentuk dari ajaran Islam akan semakin disamarkan atau dimodifikasi sedemikian rupa agar bisa dikapitalisasi.  Karena itulah ritual Ramadhan tidak terasa makin kental suasana ruhiahnya, tetapi terasa makin gebyar komersialnya. Bangunan masjid yang semula cukup sederhana namun terasa makmur, sekarang dibuat mewah, dan tentunya mahal, namun mungkin malah sepi dari jamaah shalat lima waktu.

Di kancah pergaulan internasional, umat Islam mengalami sindrom minder-wertig-complex (kurang percaya diri) ketika dikenal sebagai Muslim. Mereka lebih suka dikenal sebagai Indonesia, Persia atau Mesir.  Di banyak kantor Kedutaan Besar mereka di Luar Negeri, yang dipajang adalah produk budaya pra Islam, sampai orang terkejut ketika mengetahui bahwa mayoritas populasi negeri itu adalah Muslim.

 

Bisakah peradaban Islam itu menjadi alternatif dunia?

Bisa, asalkan umat Islam berhasil membangkitkan diri mereka sendiri dulu.  Mereka harus bisa lepas dari jerat-jerat sekularisme.  Memperbaiki ekonomi, politik, budaya dengan Islam.  Menyelesaikan semua persoalan seperti kebodohan, kemiskinan, ketergantungan kepada asing, dan lain-lain.  Baru bisa mereka menunjukkan ideologi Islam sebagai alternatif bagi dunia.

 

Apa saja keunggulan peradaban Islam dibandingkan dengan peradaban Kapitalisme?

Peradaban Islam didirikan di atas basis aqidah Islam.  Di atas keimanan bahwa ada Allah Sang Pencipta alam semesta yang Mahatahu dan Mahabijaksana. Allah tahu apa yang diperlukan oleh manusia untuk hidup dengan baik dan benar di dunia ini.  Allah menurunkan berbagai aturan, sedangkan Allah tidak punya bias kepentingan apapun.  Berbeda dengan demokrasi yang bias kepentingan oligarki yang bisa mengendalikan partai politik dan opini publik.  Benarnya demokrasi kadang dibatasi sekat-sekat negara bangsa, atau sekat-sekat program lima tahun periode pemerintahannya.

 

Apa saja bukti-bukti kejayaan peradaban Islam dalam sejarah?

Ada beberapa parameter untuk menilai kejayaan peradaban Islam. Pertama: Peradaban Islam itu membekas di tempat-tempat yang ia naungi, sekalipun kekuasaan Islam sudah tidak ada di sana.  Bahkan di Spanyol yang terjadi genocida pasca reconquista, dan hampir seluruh umat Islam terbunuh atau terusir, masih banyak teknologi dan tradisi Islam yang masih hidup tanpa disadari oleh orang-orang Spanyol.  Irigasi, istana, taman-taman masih dapat disaksikan hingga hari ini.  Aneka makanan, kosakata, hingga tradisi tidur siang (Siesta) masih terlihat di kehidupan sehari-hari.

Kedua: Peradaban Islam itu tidak eksploitatif. Islam berkuasa di Barat dan di Timur, namun tidak menjarah atau menyedot sumberdaya wilayah yang ia taklukkan untuk kemewahan pusat.  Tidak seperti penjajahan oleh bangsa-bangsa Eropa.

Ketiga: Peradaban Islam itu membuka akses atas ilmu pengetahuan dan kemakmuran bagi siapapun, tanpa pembedaan agama, kasta ataupun asal-usul.  Lebih banyak ilmuwan besar non-Arab daripada Arab. Bahkan banyak ilmuwan dari India yang pada masa itu hijrah ke wilayah Islam karena di sana bisa berkarier tanpa hambatan kasta.  Orang-orang koptik di Mesir atau majusi di Persia masih ada hingga hari ini. Ini karena di era peradaban Islam mereka tidak pernah dipaksa untuk pindah masuk ke agama Islam.

Keempat: Peradaban Islam itu sustainabel, bertahan berabad-abad di wilayah yang sangat luas.  Mustahil sebuah peradaban yang zalim dan self-destructive bisa bertahan selama itu.  Peradaban Islam baru runtuh setelah taraf berpikir umat turun, daya kritis mereka pada kekuasaan melemah. Akibatnya, para penguasa tenggelam dalam kemewahan dan abai pada persoalan umat. Umat akhirnya tidak puas pada layanan negara. Lalu  muncul semangat separatisme dan nasionalisme yang merusak persatuan umat.

 

Bagaimana agar peradaban Islam dapat diwujudkan lagi bahkan memimpin dunia sebagaimana sebelumnya?

Ibnu Khaldun pernah menasihati begini, bahwa era yang berat akan cenderung menghasilkan generasi yang hebat, selama mereka sabar dan tekun belajar. Nanti generasi yang hebat itu akan menghasilkan era yang mudah.  Namun, era yang mudah itu harus dijaga dengan terus berdakwah dan tidak lengah atau tenggelam dalam hidup bermewah-mewah.  Jika tidak, era yang mudah itu justru akan melahirkan generasi yang lemah, dan generasi yang lemah itu rawan mengembalikan kita ke era yang berat.

Jadi, kita sekarang ini harus bersabar, tekun belajar dan bekerja keras, berjuang agar peradaban Islam kembali, hukum-hukum Islam secara kaaffah kembali hadir ke kehidupan publik.

 

Sebagian umat Islam “silau” dengan kemajuan peradaban Barat. Apakah kemajuan tersebut membawa kerahmatan?

Bergantung pada cara kita menilai kerahmatan itu apa. Kalau yang dimaksud adalah perlakuan yang adil terhadap rakyat, perlindungan terhadap minoritas, akses pendidikan dan kesehatan yang terjamin, lingkungan yang bersih dan tertata, layanan publik yang bebas korupsi, angka pengangguran yang rendah, bahkan insentif untuk keluarga yang memiliki anak, maka kehidupan di Barat jauh lebih menyenangkan.  Bukankah semua itu juga hal-hal yang islami, yang di Dunia Islam saat ini malah kurang ditemukan?

Namun, di Barat juga kita temukan, makin banyak orang terjebak dalam perjudian, alkoholisme dan penggunaan narkoba.  Makin banyak yang depresi akibat tidak memiliki keluarga yang harmonis.  Makin banyak yang terseret ke seks bebas dan makin sedikit yang menikah.  Bahkan makin banyak pula yang kini ikut arus LGBTQ+.  Anehnya, justru yang semacam ini juga diikuti oleh banyak masyarakat di negeri-negeri Muslim.

 

Tingkat pendapatan negara-negara Barat sangat tinggi. Sebaliknya, pendapagan rendah terjadi di negeri-negeri Islam. Mengapa demikian?

Tidak selalu juga.  Di negeri-negeri Muslim yang kaya sumberdaya alam seperti UEA, Qatar atau Brunei, pendapatan sangat tinggi.  Namun, secara umum memang pendapatan negeri-negeri Islam lebih rendah dibanding negara-negara Barat.  Hal ini karena produktivitas mereka sangat rendah dan korupsi penguasanya sangat tinggi.

 

Apa penyebab ketimpangan ekonomi begitu ekstrem antara dunia Barat dan Dunia Islam?

Kualitas sumberdaya manusianya, budaya masyarakatnya, dan kepemimpinan penguasanya. Di Barat, sekalipun penyakit sosial makin banyak, masih cukup banyak orang-orang yang mengambil tanggung jawab untuk bekerja dengan jujur dan profesional.  Budaya masyarakatnya masih menghargai ilmu dan menghargai kerja, tidak semata-mata kaya secara instan.  Mereka masih punya para pemimpin yang memiliki integritas, tidak aji mumpung, dan dapat diteladani.

Ini berbeda dengan Dunia Islam hari ini.  Banyak pengangguran, namun para pengusaha juga kesulitan mencari pekerja yang jujur dan profesional.  Masyarakatnya lebih banyak yang bermimpi bagaimana cepat kaya secara instan.  Para pemimpinnya hanya memikirkan diri sendiri.

 

Apakah benar sistem ekonomi Barat penyebab kerusakan ekonomi global?

Sistem ekonomi Barat memang dikritik oleh para ekonom mereka sendiri sebagai “greedy” (serakah). Namun, itu tidak pada seluruh masyarakat Barat.  Mereka mengkritik “the 1%”, yakni segelintir elit kapitaslis saja. Karena rakyat di Barat sendiri kritis, maka keserakahan itu tidak lagi dapat diterapkan di negerinya.  Karena itu para kapitalis akan mencari lahan baru di seluruh dunia.  Itulah globalisasi.  Penjajahan ekonomi gaya baru.

Di negeri-negeri sasaran mereka itu, mereka tidak begitu peduli soal lingkungan atau perlindungan sosial.  Karena itu juga, maka globalisasi itu harus selaras dengan nasionalisme, dalam arti elit global itu harus berpikir dalam sekat-sekat kebangsaan.  Di negeri asal mereka, mereka setuju pada isu lingkungan atau perlindungan anak.  Namun, di negeri sasaran mereka, isu lingkungan atau perlindungan anak hanya diperhatikan sepanjang tidak mengurangi keuntungan bisnisnya.

 

Sistem politik demokrasi dari Barat di puja-puji memberi transparansi dan keadilan bagi semua pemegang hak pilih. Apakah demikian adanya?

Demokrasi memang memberi jalan agar masyarakat bebas berpendapat (tampak dari kebebasan pers), bebas berserikat (tampak dari kebebasan membentuk ormas dan parol), bebas memilih (ada pemilu) dan bebas berpartisipasi dalam pemerintahan (ada parlemen yang mengontrol pemerintah).  Ini memang berjalan dengan baik di negara-negara Barat.

Namun, tentu ada masa-masa ketika demokrasi ini error, baik dalam memilih figur pemimpin yang tepat, atau memutuskan kebijakan publik yang benar.  Semua bergantung pada tingkat kesadaran politik rakyat juga.  Ini mungkin bisa dimainkan oleh para opinion leader.

Demokrasi di Jerman pernah menghasilkan diktator seperti Hitler.  Demokrasi di Amerika pernah melarang minuman keras, namun kemudian mengijinkannya kembali.  Saat ini, demokrasi di hampir seluruh negara Barat mengijinkan pernikahan sejenis (LGBTQ+).  Anehnya, mereka melarang pernikahan poligami.

 

Benarkah dalm sistem demokrasi, pemimpin membela kepentingan rakyat? Atau sebaliknya membela oligarki?

Bergantung pada tingkat pendidikan dan kesadaran politik di negeri itu.  Jika literasi politik masyarakatnya tinggi, niscaya oligarki akan sedikit sekali mendapat peluang.

Namun, kalau itu menyangkut luar negeri, kadang-kadang memang empati rakyat akan terbatasi oleh tembok nasionalisme.  Karena itulah rakyat Amerika memilih kembali Presiden G.W. Bush untuk jabatan kedua. Parlemennya sepakat untuk membiayai perang di Irak dan Afganistan yang diserukan Bush atas nama Global War of Terrorism.  Rakyat Amerika tidak peduli dengan malapetaka di negara lain selama negeri mereka tetap jaya.  Perang bahkan dianggap membuka banyak sekali kesempatan kerja, terutama di pabrik-pabrik senjata, juga nanti di sektor konstruksi untuk pasca perang, selain juga di sektor finansial.

 

Benarkah sistem demokrasi akan menjamin kesejahteraan rakyat?

Lagi-lagi bergantung pada banyak faktor.  Di Eropa kontinental, dengan mazhab ekonomi sosialisme yang masih kuat, kesejahteraan rakyat lebih terjamin, daripada di Amerika yang mazhab ekonomi liberal lebih dominan.  Di Eropa, akses pendidikan gratis atau sangat murah dari TK sampai S3.  Semua warga juga punya jaminan kesehatan.  Beda dengan di Amerika yang pendidikan dan kesehatan sangat mahal.  Cuma ada sedikit beasiswa bagi yang sangat cerdas.

 

Budaya berperilaku bebas dijajakan oleh Barat. Dimanakah letak bahayanya?

Pada kelangsungan generasi.  Sekarang ini, di kampus-kampus sulit (seperti Fisika Nuklir, atau Biotechnology), semakin banyak akademisi yang non-Amerika.  Mengapa?  Karena semakin sedikit orang Amerika yang malas belajar yang sulit-sulit.  Mereka generasi lemah akibat era yang mudah!

Mungkin kalau umat Islam bersabar dan siap belajar lebih tekun, suatu hari nanti Amerika akan dikuasai oleh talenta-talenta Muslim yang siap menolong dunia dengan menerapkan Islam kaaffah. []

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

nine − 8 =

Back to top button