Berkah Di Balik Musibah
Bagi seorang Muslim, musibah tak selamanya buruk. Bahkan boleh jadi mendatangkan banyak keberkahan. Beberapa di antaranya: Pertama, Allah SWT menghapus sebagian dosa-dosanya. Allah SWT berfirman (yang artinya): Musibah apa saja yang menimpa kalian adalah akibat perbuatan kalian sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan kalian) (QS asy- Syura []: 30).
Nabi saw. pun bersabda, “Tidak ada penyakit, kesedihan dan bahaya yang menimpa seorang Mukmin hinggga duri yang menusuk dia melainkan Allah akan mengampuni kesalahan-kesalahannya dengan semua itu.” (HR al-Bukhari).
Beliau pun bersabda, “Cobaan senantiasa akan menimpa seorang Mukmin, keluarga, harta dan anaknya hingga dia bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak mempunyai dosa.”
Sebagian ulama salaf berkata, “Kalau bukan karena musibah-musibah yang kita alami di dunia, niscaya kita akan datang pada Hari Kiamat dalam keadaan bangkrut.”
Kedua, Allah SWT memberikan pahala yang besar di akhirat kepada orang yang terkena musibah. Nabi saw. bersabda, “Manusia pada Hari Kiamat berangan-angan kulitnya dicabik-cabik ketika di dunia karena iri melihat besarnya pahala orang-orang yang tertimpa cobaan.” (HR at-Tirmidzi).
Ketiga, Allah SWT dekat dengan orang yang tertimpa musibah. Di antaranya musibah sakit. Dalam hadis qudsi Allah SWT berfirman, “Wahai manusia, si fulan hamba-Ku sakit dan engkau tidak membesuk dia. Sungguh, jika engkau membesuk dia, niscaya engkau mendapati Aku ada di sisinya.” (HR Muslim).
Keempat, jika dihadapi dengan sabar, musibah mendatangkan ridha Allah SWT. Nabi saw. bersabda, “Sungguh besarnya pahala bergantung pada besarnya cobaan. Jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka dengan cobaan. Siapa saja yang ridha atas cobaan tersebut maka dia mendapat keridhaan Allah dan barang siapa yang berkeluh-kesah (marah) maka dia akan mendapat murka-Nya.”
Kelima, musibah bisa memurnikan tauhid dan menautkan hati kepada Allah SWT. Berapa banyak musibah yang menyebabkan seorang hamba menjadikan dirinya mendekat kepada Allah SWT dan menjauhkan diri dari kesesatan. Inilah yang Allah SWT tegaskan (yang artinya): Jika Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri. Namun, jika ia ditimpa malapetaka, ia banyak berdoa (TQS Fushilat []: 51).
Keenam, musibah dapat menghilangkan sikap sombong, ujub dan takabur. Betapa banyak manusia sombong, ujub dan takabur, saat ditimpa musibah, ia baru mulai menyadari dirinya serba lemah dan tak berdaya. Saat itu hilanglah kesombongannya.
Ketujuh, Allah SWT menghendaki kebaikan bagi orang yang terkena musibah. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang dikehendaki oleh Allah kebaikan maka Allah akan menimpakan musibah kepada dirinya.” (HR al-Bukhari).
Beliau pun bersabda, “Sungguh menakjubkan kondisi seorang Mukmin. Sungguh semua perkaranya baik bagi dirinya. Jika dia memperoleh kelapangan, ia bersyukur, dan itu baik bagi dirinya. Jika dia ditimpa kesempitan, ia bersabar, dan itu pun baik bagi dirinya.” (HR Muslim).
Kedelapan, Allah SWT tetap menulis pahala kebaikan yang biasa dilakukan oleh orang yang sakit. Di antaranya sakit. Pasalnya, andai ia tidak terhalang musibah seperti sakit, tentu ia akan tetap melakukan kebajikan tersebut. Hal ini akan terus berlanjut selagi dia (yang terkena musibah) masih dalam niat atau janji untuk terus melakukan kebaikan tersebut. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak seorang pun yang ditimpa bala pada jasadnya melainkan Allah memerintahkan kepada para malaikat untuk menjaga dia serya berfirman kepada malaikat itu, ‘Tulislah untuk hamba-Ku siang dan malam amal shalih yang (biasa) ia kerjakan selama ia masih dalam perjanjian dengan-Ku.’” (HR Ahmad).
Kesembilan, musibah bisa makin menanamkan rasa takut kepada Allah SWT. Dengan itu orang yang terkena musibah bisa semakin menaati seluruh perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Inilah yang secara jelas tergambar dari keteladanan Rasululullah saw. Sebagaimana dituturkan oleh Ummul Mukminin Aisyah ra., bahwa jika langit mendung, awan menghitam dan angin kencang, wajah Baginda Nabi saw. yang biasanya memancarkan cahaya akan terlihat pucat-pasi karena takut kepada Allah SWT. Beliau lalu keluar dan masuk ke masjid dalam keadaan gelisah seraya berdoa, “Ya Allah…aku berlindung kepada-Mu dari keburukan hujan dan angin ini, dari keburukan apa saja yang dikandungnya dan keburukan apa saja yang dibawanya.”
Aisyah ra. bertanya, “Ya Rasulullah, jika langit mendung, semua orang merasa gembira karena pertanda hujan akan turun. Namun, mengapa engkau tampak ketakutan?”
Nabi saw. menjawab, “Aisyah, bagaimana aku dapat meyakini bahwa awan hitam dan angin kencang itu tidak akan mendatangkan azab Allah? Kaum ‘Ad telah dibinasakan oleh angin topan. Saat awan mendung, mereka bergembira karena mengira hujan akan turun. Padahal Allah kemudian mendatangkan azab atas mereka.” (HR Muslim dan at-Tirmidzi).
Masya Alllah! Kita sepantasnya takjub dengan rasa takut Rasulullah saw. kepada Allah. Bayangkan, Rasul saw. adalah kekasih-Nya, penghulu ahli surga. Allah mustahil mengazab beliau. Namun, rasa takut kepada Allah SWT sering menyelinap dalam batin beliau di saat-saat awan mendung dan angin kencang.
Bagaimana dengan para Sahabat beliau? Sama saja. Para Sahabat adalah juga orang-orang yang paling takut kepada Allah setelah Baginda Rasulullah saw. Padahal mereka telah dijamin masuk ke dalam surga-Nya. Demikian pula para tâb‘în dan generasi sesudah mereka. Kebanyakan mereka adalah generasi yang mengisi hari-hari mereka dengan amal-ibadah. Malam-malam mereka diisi dengan zikir, tilawah al-Quran dan qiyamul lail. Waktu siang mereka sering diisi dengan shaum sembari tetap mencari nafkah, berdakwah bahkan berjihad (berperang) di jalan-Nya. Namun demikian, rasa takut mereka terhadap Allah SWT begitu luar biasa. Apalagi saat-saat terkena musibah. Dengan itu mereka semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT dan semakin berusaha taat kepada-Nya. Bagaimana dengan kita?!
Wa mâ tawfîqi illâ bilLâh. []