Muhasabah

‘Perang’ Belum Usai!

Orang kok makin sini makin berani melecehkan Islam, ya?”  ungkap Dendy secara retoris kepada saya.

“Umat Islam selalu dipojokkan dan mereka diam,” tambahnya.

“Mereka masih sabar.  Namun, jika terus-menerus umat Islam itu diperlakukan seperti itu—dihina, dituding, dilecehkan, agamanya direndahkan, dinyinyiri, akidahnya dibelokkan, and so on—maka saya percaya mereka tidak akan diam,” nadanya meninggi.

“Kalau orang Sunda bilang, ‘ari dijejek-jejek teuing mah sireum oge ngalawan’ (kalau diinjak-injak terus, semut juga pasti melawan),” simpulnya.

Saya diamkan saja anak muda itu mengungkapkan isi hatinya.

Saya tidak bisa menyalahkan pikiran dan perasaan Dendy.  Jika kita merenungkan apa yang saat ini terus ditudingkan pada Islam dan umat Islam, boleh jadi perasaan kita sama dengan apa yang dimiliki Dendy.  Geram.

Sebut saja kejadian pada 8 September 2021.  Mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi I Susaningtyas Nefo Kertopati menghukumi bahwa saat ini banyak sekolah di Indonesia yang berkiblat ke Taliban yang dia anggap sebagai organisasi radikal.  Dia yang dipanggil sebagai pengamat intelijen itu menyebut di antara ciri anak muda yang terpapar radikalisme adalah banyak belajar bahasa Arab.  Tuduhan itu sangat serius.  Betapa tidak. Al-Quran itu berbahasa Arab. Al-Hadis berbahasa Arab. Shalat dan doa berbahasa Arab. Kitab-kitab para ulama pun ditulis dalam bahasa Arab.  Mereka yang hendak belajar Islam dengan sungguh-sungguh mesti belajar Bahasa Arab.  Bahkan, Imam Syafii dalam salah satu qawl-nya mengatakan ‘belajar bahasa Arab itu wajib’.  Pesantren-pesantren pasti mengajarkan Bahasa Arab.

“Eh, ini dituding sebagai salah satu ciri radikal,” ungkap Dendy.  “Mereka yang belajar bahasa Inggris tak dikomentari secuil pun,” ia menambahkan.

Jangan heran bila orang memahami bahwa yang sedang disebut radikal itu adalah ajaran Islam, hanya saja mutar dulu dengan menuding Bahasa Arab.  Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis menanggapi, “Mengamati atau menuduh. Gara-gara tak mengerti bahasa Arab maka dia kira sumber terorisme atau dikira sedang berdoa hahaha. Ini bukan pengamat tapi penyesat,” cuitnya (8/9/2021).

Anggota DPR RI Tifatul Sembiring menilai hal tersebut dapat berpotensi digunakan untuk menuduh umat Islam sebagai teroris.  “Umat Islam dalam shalatnya pakai bahasa Arab, bisa dituding teroris dong,” ungkapnya (9/9/2021).  Anti-Islam berbaju Anti-Arab.

Tak berhenti di bahasa Arab.  Beberapa hari berselang (13/9/2021), Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Pangkostrad), Letjen Dudung Abdurachman menyampaikan ucapan yang menimbulkan reaksi keras.  “Bijaklah dalam bermain media sosial sesuai dengan aturan yang berlaku bagi prajurit. Hindari fanatik yang berlebihan terhadap suatu agama. Karena semua agama itu benar di mata Tuhan,” ucap mantan Gubernur Akmil tersebut.

Semua agama benar?  Kok bisa?  Ini persoalan akidah.  Wakil Ketua Umum MUI Buya Anwar Abbas sontak berkomentar, “Pernyataan tersebut jelas  mengundang kontroversi dan pertanyaan yang mendasar, misalnya Tuhan agama mana yang menganggap semua agama itu sama di mata-Nya? Jadi dalam hal ini  Jenderal Dudung jelas telah salah dalam membuat kesimpulan karena beliau telah menyimpulkan sesuatu yang memang tidak sama”.

Menanggapi hal tersebut, tokoh NU Garis Lurus KH Luthfi Bashori membuat meme yang mengutip pendapat Imam an-Nawawi, “Siapa saja yang tidak mengkafirkan orang yang beragama selain Islam seperti Nasrani, atau ragu dalam menyatakan kekafiran mereka, atau membenarkan pandangan mereka maka ia telah kafir sekali pun menampakkan Islam dan meyakininya” (An-Nawawi, Rawdhah ath-Thalibin, 7/290).”

“Sebenarnya bagi orang yang meyakini semua agama benar, tidak perlu bicara.  Lakukan saja oleh dia.  Hari ini menganut Islam, besok Kristen, lusa Hindu, besoknya lagi Budha, setelah itu Konghucu.  Terus mutar ganti-ganti.  Saya pikir itu lebih fair.  Bukan begitu, Pak Ustadz?” ungkap Hasan kepada saya.

Saya hanya membacakan kepada dia QS Ali ‘Imran ayat 19 yang maknanya:  Sungguh agama di sisi Allah ialah Islam. Juga QS Ali Imran ayat 85 yang artinya: Siapa saja yang mencari agama selain Islam tidak akan diterima dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.

Pada pekan yang sama, tepatnya 15/9/2021, Diaz Hendropriyono mengunggah sebuah video pendek yang memperlihatkan sejumlah santri tengah menunggu giliran untuk vaksinasi Covid-19. Mereka menutup telinga saat diperdengarkan musik.  Terdengar suara di rekaman itu, “Santri kami sedang antre untuk vaksin. Di tempat vaksin ini ada suara musik, Anda lihat, santri-santri kami menutup kupingnya agar mereka tidak mendengar suara musik itu.”

Mengomentari hal ini, anak mantan Kepala BIN Hendropriyono itu mencuit melalui @diaz.hendropriyono: “…Kasihan, dari kecil sudah diberikan pendidikan yang salah. There’s nothing wrong to have a bit of fun (Tidak ada yang salah untuk sedikit bersenang-senang).” 

Tak ketinggalan, Dedy Corbuzier merespon, “Mungkin mereka lagi pakai airpod… Terganggu.. Ye kaaaan,” ungkap @mastercorbuzier.  Terdengar nyinyir.

Tak heran netizen pun bereaksi. Sebut saja @ahm.jimr mencuit: “@mastercorbuzier sumpah kecewa banget gue sama om ded. Dia berusaha buat menjaga hafalannya. Om ded sendiri yang selalu bilang toleransi tapi om ded sendiri gak da toleransinya.”

Tak terbayang, santri yang tengah berupaya menghafal al-Quran dan menjaganya dari musik yang dapat mengganggunya disikapi nyinyir di negeri Muslim terbesar ini.

Ketiga kasus di bulan September 2021 ini cukup memberikan pelajaran adanya fenomena gunung es ketidaksukaan terhadap ajaran Islam.  Sulit dipungkiri adanya upaya menjauhkan keyakinan umat Islam dari agamanya.  Atas nama toleransi, atas nama moderat.  Namun, apa yang terjadi justru lebih menunjukkan sikap ‘radikal’ pada diri orang yang berteriak toleransi dan moderat.  Wajar bila ada yang mengatakan, ‘orang yang menuding Islam radikal adalah orang sekular radikal’.  Ghazwul fikriy (perang pemikiran) dan ghazwu tsaqafiy (perang peradaban) belum juga berhenti.

WalLahu a’lam. [Muhammad Rahmat Kurnia]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

3 × one =

Back to top button