Muhasabah

Pertarungan Haq dan Bathil

Medio Februari 2020, umat Islam tersentak.  Yudian Wahyudi, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengatakan, “Jadi, kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan” (news.detik.com, 12/2/2020).

Video terkait pernyataannya itu pun beredar luas di dunia maya.  Sontak, Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Anwar Abbas mengeluarkan pernyataan, “Kalau benar beliau punya pandangan seperti itu maka tindakan presiden yang paling tepat untuk beliau adalah yang bersangkutan dipecat tidak dengan hormat.” (12/2/2020).

Mendengar hal itu, saya pun segera mengirim whatsapp pada beliau, “Buya, luar biasa.  Mewakili perasaan umat.”

Anggota DPR Fadli Zon menanggapi dalam cuitannya, “Bubarkan sajalah BPIP ini, karena justru menyesatkan Pancasila dan mengadu domba anak bangsa.” (12/2/2020).

“Wah, gawat bener nih.  Agama dianggap sebagai musuh terbesar,”  ujar Pak Dedi kepada saya dalam sebuah diskusi ringan.  “Tapi kan sudah diklarifikasi,” kata Mas Iwan.

“Pernyataan pertama dengan klarifikasi itu beda lho secara psikologis,” bantah Pak Dedi.

“Tengok, saat dia mengatakan ‘agama musuh terbesar’ ekspresinya sangat serius.  Lihat juga, diawali dengan kata ‘kalau kita jujur’.  Artinya, perkataan yang jujur itu ya pernyataan ini.  Itu pernyataan yang lahir dari pikiran yang paling dalam.  Pikiran sebenarnya. Sementara, klarifikasi itu kan hanya untuk membela diri saja,” tambahnya memberikan tafsiran.

“Kalau saya sih tidak heran, kan kalau tidak salah dia juga yang meluluskan disertasi doktor yang membolehkan kumpul kebo alias berzina,” Kang Ujang nimbrung.

“Karena agama dianggap sebagai musuh, maka agama jangan dipakai.  Kalaupun dipakai harus dikotak-katik dan disesuai-sesuaikan dengan aturan yang ada. Al-Quran dimaknai sekehendak perut,” imbuhnya.

Memang, ada satu hal yang sangat urgen dalam pernyataan itu, yakni mendudukkan agama sebagai musuh terbesar.  Ada sikap antiagama.  Bila dicermati pernyataannya secara keseluruhan, agama yang dimaksud mengarah pada Islam.  “Iya, yang disebut-sebut ijtimak ulama.  Berarti yang ada di pikirannya adalah Islam,” tambahnya.

Saya katakan, “Ya, itu kan tidak lepas dari islamophobia yang kini terus berkembang di negeri kita ini.”

Saya tegaskan kepada mereka bahwa ini salah satu tanda akhir zaman. Agama ditinggalkan, bahkan dianggap sebagai musuh terbesar.  Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi kita yang mulia, Rasulullah saw. bersabda, “Dajjal akan keluar ketika agama telah ditinggalkan dan manusia jauh dari ilmu. Dajjal akan melakukan perjalanan selama 40 hari di muka bumi. Sehari (pertama) bagai setahun. Sehari (kedua) bagai sebulan. Sehari (ketiga) bagai sepekan. Kemudian hari-hari berikutnya sama dengan hari-hari kalian ini.”

Ya, agama hendak ditinggalkan.  Diletakkan bukan sebagai aturan, perundangan atau konstitusi, melainkan harus ditafsirkan sesuai dengan aturan atau konstitusi yang ada.  “Jadi, tidak heran ya, kitab suci pun harus diletakkan di bawah konstitusi,” ujar Mas Iwan.

Barangkali yang dimaksud dia adalah pernyataan Yudian yang mengatakan, “Saya menghimbau kepada orang Islam, mulai bergeser dari kitab suci ke konstitusi kalau dalam berbangsa dan bernegara.  Sama, semua agama.  Jadi, kalau bahasa hari ini, konstitusi di atas kitab suci.  Itu fakta sosial politik,” seperti dikutip Tempo (13/2/2020).

“Aneh juga ya.  Bila konstitusi membolehkan lokalisasi pelacuran, berarti kita harus mendukung dong.  Padahal, pelacuran alias perzinaan itu haram.  Andaikan undang-undang perkawinan direvisi dan ditetapkan boleh menikah dengan sesama jenis, kita harus menerima dengan alasan konstitusi di atas kitab suci.  Padahal, perbuatan liwath itu diharamkan di dalam Islam.  Aneh nih pemikiran….,” kata Mas Iwan geram.

Berkaitan dengan hal ini, saya jadi teringat khutbah Habib Rizieq Syihab pada saat Reuni 212 tahun 2016, yang ditegaskan kembali dalam pidatonya melalui rekaman video pada acara yang serupa pada tahun 2018.  Beliau menyampaikan, “Jadi, dari Aksi 212 yang pernah digelar pada tahun 2016, tidak lain dan tidak bukan aksi tersebut lahir dari pertarungan ideologi, yaitu antara pertarungan akidah dan propaganda. Ayat suci di atas ayat konstitusi adalah akidah yang tinggi lagi mulia. Kebalikannya, ayat konstitusi di atas ayat suci adalah propaganda busuk dari kalangan anti-agama.”

Segera disusul dengan pernyataan, “Saudaraku seiman dan seakidah, saudaraku sebangsa dan se-Tanah Air, tanamkan dalam jiwa dan sanubarimu yang paling dalam bahwa ayat suci adalah wahyu ilahi yang mahatinggi dan wajib ditaati sehingga tidak boleh direvisi, apalagi diganti. Sedang konstitusi adalah produk akal insani yang wajib tunduk kepada ayat suci karena ayat suci merupakan wahyu ilahi”.

“Wah, bagaimana ini, ya?  Perasaan tambah ribet saja nih,”

Pak Dedi galau.  “Ini adalah sunnatullah.  Dari dulu juga terus belangsung pertarungan pemikiran haq dengan batil.  Bahkan, Rasulullah saw. ditentang oleh orang-orang Quraisy yang sebelumnya menggelari beliau dengan al-Amin, orang terpercaya,” saya berupaya menjelaskan.

Allah SWT berfirman dalam QS al-Furqan ayat 31, yang maknanya: Seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi musuh dari orang-orang yang berdosa. Cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong.”

Dalam kitab Tafsir al-Wajiz karya Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili disebutkan, “Allah SWT menghibur Rasul-Nya dan memberitahukan, bahwa mereka punya pendahulu yang perbuatannya sama dengan mereka, yakni sebagaimana telah Kami adakan untukmu musuh dari kaum musyrik Quraisy. Di antara faedah diadakan musuh bagi setiap nabi adalah agar haq berada di atas kebatilan dan kebenaran semakin jelas.  Sebab, dengan adanya penentangan yang batil terhadap yang haq dapat menambah kebenaran semakin jelas. Semakin jelas keistimewaan yang diberikan Allah kepada orang-orang yang berada di atas jalan yang haq dan hukuman yang Dia berikan kepada orang-orang yang berada di atas kebatilan. Oleh karena itu, bersabarlah sebagaimana mereka (para nabi) bersabar dan janganlah kamu bersedih dan dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka, yakni yang menunjukimu sehingga apa yang kamu harapkan tercapai, demikian pula maslahat agama maupun dunia. Oleh karena itu, bertawakkallah kepada-Nya dalam menghadapi musuh-musuhmu.”

Ya, pertarungan haq dan batil terus berlangsung. [Muhammad Rahmat Kurnia]

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

three + four =

Back to top button