Opini

Antara Nusantara dan Khilafah Islamiyah

Penyebaran Islam di Nusantara tidak bisa dilepaskan dari peran Walisongo, khususnya di Pulau Jawa. Dalam buku sejarah seperti Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII yang ditulis oleh Azyumardi Azra, Sejarah Wali Songo: Misi Pengislaman di Tanah Jawa karangan Budiono Hadi Sutrisno, atau Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia yang ditulis oleh Ahmad Mansur Suryanegara, diketahui bahwa Walisongo adalah para ulama yang diutus oleh Sultan Mahmud 1 dari Khilafah Utsmaniyah untuk menyebarkan Islam di Nusantara.

Para wali ini datang dimulai dari Maulana Malik Ibrahim, asli Turki, ahli politik dan irigasi. Dialah peletak dasar pendirian kesultanan di Jawa sekaligus mengembangkan pertanian di Nusantara. Ia wafat di Gresik sehingga dikenal dengan sebutan Sunan Gresik. Seangkatan dengannya, ada dua wali dari Palestina yang berdakwah di Banten, yaitu Maulana Hasanudin, kakek Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Aliyuddin. Jadi, masyarakat Banten sesungguhnya punya hubungan biologi dan ideologi dengan Palestina.

Juga diutus Syeikh Ja’far Shadiq dan Syarif Hidayatullah. Keduanya juga dari Palestina. Keduanya dikenal di sini sebagai Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati. Sunan Kudus mendirikan kota kecil di Jawa Tengah, dengan nama Kudus, mengambil nama al-Quds (Jerusalem).

Mayoritas penduduk Indonesia menjadi Muslim tak lepas dari dakwah yang disampaikan oleh para dai yang diutus oleh Khilafah. Kemusliman itu amat berpengaruh dalam dinamika kehidupan bangsa dan negara ini, termasuk dalam tahap-tahap awal perjuangan kemerdekaan. Itu semua tidak bisa lepas dari jasa para khalifah pada masa lalu yang tak henti melancarkan dakwah ke seluruh penjuru dunia, khususnya ke negeri ini.

Menarik apa yang pernah disampaikan Sri Sultan Hamengku Buwono X saat memberikan sambutan dalam Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VI di Yogyakarta, tahun 2015. Beliau mengungkapkan hubungan Khilafah Utsmaniyah dengan Tanah Jawa. Sultan Turki Utsmani meresmikan Kesultanan Demak pada tahun 1479 sebagai perwakilan resmi Khalifah Utsmani di tanah Jawa. Peresmian tersebut, lanjut Sri Sultan, ditandai dengan penyerahan bendera hijau bertuliskan kalimat tauhid. Bendera hadiah Sultan Utsmani masih tersimpan baik di Keraton Yogya.

Menurut dia, Sultan Turki pula yang mengukuhkan Raden Fatah sebagai khalifatullah di Jawa. Perwakilan Khilafah Turki di Tanah Jawa ditandai dengan penyerahan bendera hitam dari kiswah Ka’bah bertuliskan kalimat tauhid, juga bendera hijau bertuliskan Muhammad Rasulullah.

Sebelum itu, hubungan Nusantara dan Khilafah telah terjalin sangat erat di Aceh. Koran Sumatera Post menulis, pejabat Belanda mengakui bahwa banyak sultan-sultan di Indonesia memberikan baiatnya (sumpah kesetiaan dan kepatuhan) kepada Khalifah di Istanbul. Dengan itu secara efektif kaum Muslim di wilayah Sultan itu menjadi warga Negara Khilafah.

Kaum Muslim di Aceh adalah yang paling menyadari akan status mereka. Koran Sumatera Post menulis tentang ini pada tahun 1922: “Sesungguhnya kaum Muslim Aceh mengakui Khalifah di Istanbul.”

Mereka juga mengakui fakta bahwa tanah mereka adalah bagian dari Negara Islam. Ini adalah salah satu alasan atas perlawanan sengit mereka melawan Belanda. [Fajar Afifudin ; (Tabayyun Center)]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

five + 3 =

Back to top button