Dari Redaksi

Memutus Siklus Kegagalan Demokrasi

Dunia Islam tak henti bergejolak. Meski untuk sementara bisa diredam dengan represif, aksi unjuk rasa kembali pecah di Mesir. Aksi demonstrasi menyerukan agar Presiden Abdel Fattah al-Sisi dicopot terjadi di Ibu Kota Kairo dan kota-kota Mesir lainnya. Aksi demonstrasi semacam itu jarang terjadi setelah Mesir secara efektif melarang protes di bawah undang-undang yang disahkan setelah militer menggulingkan mantan presiden Mohamed Morsi pada 2013. Lebih dari 500 orang telah ditangkap di Mesir sejak aksi-aksi demo marak di Kairo dan kota-kota lainnya. Sebelumnya, ratusan warga Mesir turun ke jalan-jalan pada pertengahan September lalu. Mereka menyerukan lengsernya Presiden Abdel Fattah al-Sisi.

Pasca Arab Spring, yang ditandai dengan kudeta terhadap Presiden Mursi, kondisi Mesir terus memprihatinkan. Negeri ini menjadi salah satu negara yang hidup dalam kemiskinan. Sebanyak 30 juta warga Mesir hidup di bawah garis kemiskinan ekstrem. Angka pengangguran juga tinggi, mencapai 3,5 juta orang. Hutang Mesir pun meningkat.

Dalam laporan tahun 2019 organisasi non-pemerintah (LSM), El-Nadeem berbasis di Kairo, rezim Al-Sisi telah melakukan setidaknya lebih dari 1.000 pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Menurut El-Nadeem, pelanggaran itu meliputi; 283 kasus penyiksaan individu, 30 kematian dalam tahanan dan 111 orang yang telah mengalami kelalaian medis telah terjadi di negara itu. Demikian menurut laporan itu sebagaimana dikutip Middle East Monitor (MEMO). Laporan LSM itu juga mengungkapkan bahwa ada 492 orang telah hilang di negara itu sejak awal tahun ini.

Gejolak yang sama terjadi di Irak. Aksi unjuk rasa di Irak telah menimbulkan banyak korban. Sejak awal Oktober, diperkirakan lebih dari 100 orang terbunuh, 6000 orang terluka. BBC (6/10) melaporkan para pendemo menuntut berbagai isu, termasuk soal pengangguran, layanan publik yang buruk dan korupsi di negara itu.  Aksi ini dipandang sebagai tantangan besar pertama bagi pemerintahan Perdana Menteri Adel Abdel Mahdi, yang terjadi hampir setahun sejak dia berkuasa.

Irak memiliki cadangan minyak terbesar keempat di dunia, namun 22,5% dari 40 juta penduduknya hidup dengan pendapatan kurang dari US$1,9, atau sekitar Rp 26.000 perhari pada tahun 2014, menurut Bank Dunia. Satu dari enam keluarga mengalami kerawanan pangan. Tingkat pengangguran di negara itu sebesar 7,9% tahun lalu. Hampir 17% dari populasi yang aktif secara ekonomi kini menganggur. Kondisi kehidupan sangat buruk di beberapa daerah yang kena dampak konflik, dengan layanan yang tidak memadai.

Di Aljazair, sejak Februari, gelombang unjuk rasa terus terjadi. Mereka menuntut perbaikan politik. Gerakan protes ini sudah memasuki bulan kesembilan pada pertengahan Oktober ini. Ribuan demonstran turun ke jalan-jalan di ibukota Aljazair. Mereka menentang adanya pengamanan yang ketat dan menuntut agar kepala militer Aljazair dipecat. Sebagaimana diberitakan AFP, Sabtu (21/92019), para demonstran berkumpul di dekat alun-alun kantor utama ibukota pada Jumat (20/9). Gerakan yang sebelumnya memaksa presiden lama Abdelaziz Bouteflika untuk mundur pada bulan April lalu, kali ini menyerukan pemecatan Jenderal Ahmed Gaid Salah.

Krisis di Sudan pun belum selesai. Meskipun Presiden Omar Bashir sudah mengundurkan diri, nama para demonstran menuntut Sudan untuk terlepas dari rezim militer. Aksi ini agak mereda setelah  Dewan Militer Transisi Sudan dan para pemimpin protes telah menandatangani perjanjian pembagian kekuasaan di Ibu Kota Sudan, Khartoum pada pertengahan Agustus. Pakta tersebut membuka jalan bagi kedua faksi untuk membentuk dewan militer dan sipil bersama yang akan memimpin Sudan selama tiga tahun sampai Pemilu diadakan untuk pemerintah yang dipimpin sipil. Acara penandatanganan yang singkat itu disambut perayaan selama berjam-jam di seluruh Khartoum.

Tuntutan untuk pemerintahan yang demokratis lebih dominan di Sudan dan Aljazair, mengingat negara ini sebelumnya dikuasai rezim militer. Sudan dan Aljazair bisa ‘selamat’ dari gelombang Arab Spring jilid pertama di Timur Tengah, yang bermula dari Tunisia. Warga Sudan melambai-lambaikan bendera dan meneriakkan slogan-slogan Madinia yang paling popular. Mengacu pada keberhasilan protes sipil dalam membentuk pemerintahan baru. Hal yang sama terjadi di Aljazair, menuntut pemilihan yang bebas dan demokratis.

Pertanyaannya, masihkah percaya sistem demokrasi akan memberikan kebaikan pada dunia Islam? Faktanya, demokrasi sekular yang dipraktikkan negara itu pasca Arab Spring belum menyelesaikan masalah-masalah mendasar masyarakat seperti kesejahteraan, pengurangan kemiskinan. Korupsi pun masih marak terjadi.

Hal yang sama terjadi di Indonesia. Pasca reformasi, berbagai persoalan masih tak terselesaikan. Tadinya banyak pihak berharap, dari sistem politik yang demokratis akan melahirkan kesejahteraan dan kebaikan. Yang terjadi, pasca reformasi, justru muncul berbagai UU yang semakin liberal yang berpihak kepada pemilik modal. Kebijakan ekonomi negara pun semakin liberal tampak dari pengurangan subsidi, privatisasi BUMN, hingga kenaikan BBM mengikuti pasar. Kebijakan BPSJ dalam kesehatan justru menimbulkan masalah baru. Defisit anggaran BPJS, pun terus membengkak. Pelayanan kesehatan BPJS pun semakin banyak disorot.

Inilah yang dipertanyakan Nazreen Nawaz, menyoroti krisis politik dan ekonomi di negeri-negeri Islam. Direktur Urusan Muslimah Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir ini mempertanyakan:  Jadi kapan kita akan sadar bahwa sistem ‘Demokrasi’ asing, yang diilhami Barat, yang diberlakukan atas negeri kita sudah mati dan tidak cocok untuk mencapai tujuan?

Tidak ada jalan lain, lanjut Nazreen, kecuali umat Islam kembali pada Khilafah Islam ‘ala minhaj an-nubuwwah yang akan menerapkan seluruh syariah Islam, mempersatukan umat Islam. Inilah solusi ilahiah yang realistis, kredibel, teruji dalam waktu bagi masalah Irak serta semua negeri Muslim. Inilah solusi yang menjadikan negeri Irak menjadi sebuah peradaban yang berkembang, adil, dan makmur yang merupakan pusat pembelajaran dunia dan pemimpin global dalam inovasi, pengembangan, kemajuan ilmiah dan perawatan kesehatan. Allahu Akbar! [Farid Wadjdi]

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

fourteen − 11 =

Back to top button