Siyasah Dakwah

Metode Menegakkan Khilafah

Islam adalah pemikiran (al-fikrah) dan metode (ath-tharîqah). Pemikiran dan metode semuanya dari Allah SWT. Kita wajib terikat dan mengikuti apa saja yang dituntut oleh syariah. Karena itu kita tidak boleh mengubah bentuk sistem pemerintahan dalam Islam, yaitu Khilafah, sebagai tharîqah (metode) dalam menegakkan syariah Islam secara kâffah. Sebabnya, banyak ayat dan hadis yang menjelaskan kewajiban menagakkan Khilafah. Kita wajib mengambil semuanya. Jika ada yang tidak diambil, kikta akan dizab secara keras oleh Allah SWT di akhirat kelak  (Lihat: QS al-Baqarah [2] : 85).

Metode Mendirikan Khilafah

Mendirikan Negara Islam atau Khilafah Islam merupakan kewajiban syariah. Tentu ada metode yang diambil dari sunnah Nabi saw. dalam mendirikan Negara Islam. Metode tersebut tercermin dalam tiga tahapan: (1) pengkaderan (at-tatsqîf); (2) interaksi dengan umat (at-tafâ’ul), termasuk di dalamnya adalah pencarian dukungan dan pertolongan (thalab an-nushrah); (3) penerimaan kekuasaan dari peliki kekuasaan (istilâm al-hukmi). Sunnah Nabi saw menunjukkan atas tiga tahapan tersebut dalam mendirikan Negara Islam di Madinah. Dengan demikian kita wajib mengikuti metode yang tercermin dalam tiga tahapan.

Secara umum ada persamaan antara masyarakat kita dan masyarakat Makkah atau pra-Madinah dalam hal pemikiran, perasaan dan sistem kufur yang mendominasinya. Yang berbeda hanyalah keyakinan mayoritas individunya. Di masyarakat Makkah kebanyakan kaum musyrik. Adapun di masyarakat kita saat ini kebanyakan kaum Muslim. Karena itu yang kita lakukan adalah menyeru mereka untuk melanjutkan kehidupan Islam di dalam institusi Khilafah Islam sebagaimana dulu.

Dengan demikian kita wajib terikat dan konsisten dengan tiga tahapan di atas sebagaimana dicontohkan Nabi saw. saat berdakwah di Makkah. Karena itu, tidak boleh ada kekerasan fisik/bersenjata, misalnya, untuk menegakkan Khilafah. Inilah yang juga dilakukan oleh Hizbut Tahrir (HT).

Ada yang mengatakan bahwa metode HT adalah hasil ijtihad, sama dengan hasil ijtihad kelompok lain. Setiap hasil ijtihad ada kemungkinan benar dan salah. Karena itu mereka berpendapat HT harus membantu kelompok lain yang memiliki pengaruh politik di beberapa negara dalam menerapkan hasil ijtihadnya agar kelompok-kelompok tersebut dapat mendirikan Khilafah.

Untuk memperjelas sikap HT di depan pernyataan dan harapan ini, kami menyampaikan hal-hal berikut ini:

Benar, metode kami adalah hasil ijtihad dan diambil dari Sunnah Nabi saw. Benar, setiap hasil ijtihad ada kemungkinan benar dan salah, tidak terkecuali metode HT dalam mendirikan Khilafah. Namun, harus disadari bahwa hukum syariah bagi setiap individu dan jamaah tidak berubah dan tidak berbilang. Karena itu HT harus berpegang teguh pada pemahamannya tentang metode mendirikan Negara Islam. Tidak boleh bagi HT untuk mengambil metode lain sekalipun metode itu hasil dari istinbâth (penggalian hukum) yang shahih. Meninggalkan metodenya meski kemudian kembali lagi, bagi HT, adalah sama dengan meninggalkan hukum syariah. Ini tidak boleh.

Di sini kami harus menyebutkan bahwa setiap metode harus dikaitkan dengan metode hasil ijtihad yang digali dari dalil-dalil yang rinci. Sungguh jelas bagi kami selama pengkajian kami atas beberapa kelompok dan partai Islam bahwa mereka salah dalam memahami arti metode. Inilah sebabnya mengapa mereka mengubah metode sepenuhnya begitu mereka menghadapi masalah kecil, lalu beralih ke metode dan pendekatan lain. Ini berarti bahwa masalah metode yang merupakan bagian dari hukum syariah sudah menjadi masalah yang tidak ada dalam pikiran dan pemahaman mereka. Akibatnya, mereka dengan mudah mengubah metodenya. Alasannya, mereka melakukan itu sesuai kemaslahatan umum, apalagi maslahat merupakan salah satu di antara hukum syariah. Padahal menjadikan maslahat sebagai dalil adalah cara berdalil yang salah. Ini bisa menjadi alasan untuk memberi topeng syariah atas perkara-perkara haram. Sungguh ini tidak boleh.

Meskipun kami tidak mengakui maslahat sebagai dalil syariah, para ulama fikih yang menjadikan maslahat sebagai dalil syariah tidak mengunakan maslahat sebagai cara untuk menghalalkan hal-hal haram. Dalam fikih Maliki dan Hanbali—yang menganggap maslahat sebagai hukum syariah, yang disebut dengan al-mashâlih al-mursalah—maslahat menurut mereka adalah maslahat yang tidak ada dalil syariahnya. Pada dasarnya, al-mashâlih al-mursalah ada tiga: Pertama, maslahat yang diwajibkan oleh nas (dalil). Kedua, maslahat yang diharamkan oleh nas. Ketiga, maslahat yang tidak diwajibkan oleh nas dan tidak diharamkan, seperti pengorganisasian tentara, pendirian diwan (biro atau kantor), dan hal-hal lainnya. Pertama dan kedua tidak ada perbedaan di antara ulama tentang kesyariahannya. Adapun yang ketiga termasuk wasilah (sarana) dan uslûb (cara). Oleh karena itu, menurut pendapat para ulama fikih Maliki dan Hambali, al-mashâlih al-mursalah harus berada dalam lingkup hal-hal yang dibolehkan syariah. Karena itu tidak mungkin mengambil maslahat terkait hal-hal yang dilarang dan diharamkan. Dengan demikian kami mengatakan bahwa persoalan al-mashâlih al-mursalah termasuk dalam ranah uslûb (cara), bukan ranah tharîqah (metode), sebagaimana klaim sejumlah individu dan kelompok Islam.

Mereka yang menyatakan kehujjahan al-mashâlih al-mursalah berargumentasi dengan syarat-syarat berikut: Pertama, maslahat (kepentingan) itu harus bersifat umum dan tidak bersifat pribadi. Kedua, maslahat itu harus nyata dan tidak imajiner. Ketiga, maslahat itu tidak boleh bertentangan dengan salah satu dari dalil-dalil syariah yang diakui.

Sungguh, tidak ada maslahat yang lebih besar dan lebih agung daripada penerapan hukum-hukum Allah SWT di tengah-tengah masyarakat. Sebabnya, hanya ini yang menyelamatkan kaum Muslim dari kekufuran, kezaliman dan kefasikan.

Oleh karena itu, metode yang tidak berasal dari dalil-dalil yang rinci dan tidak melalui ijtihad yang sahih, juga yang berdasarkan pada cara pengambilan dalil yang salah, tidak dianggap sebagai metode Islam menurut kami, juga bukan metode hasil ijtihad. Itu merupakan metode yang didasarkan pada hawa nafsu, yang tidak ada kebenaran dan keabsahan di dalamnya

Kami percaya soal penerapan dan realitanya bahwa metode yang diadopsi oleh HT berasal dari Sunnah Nabi saw. Ketiga tahapan tersebut adalah satu-satunya metode yang digali dari Sunnah Nabi saw. dalam mendirikan negara. Dengan demikian tidak mungkin ada ijtihad terkait metode yang tidak sejalan dengan metode yang sudah kami jelaskan. Akan tetapi, harus kami katakan bahwa ketika kami menolak pandangan kelompok dan partai Islam lainnya terkait metode mereka dalam mendirikan Negara Islam, tidak berarti—seperti yang diduga oleh mereka yang berpikiran cekak—bahwa kami sama sekali menolak kelompok-kelompok ini. Yang jelas kami menganggap para anggotanya sebagai saudara kami dalam Islam. Namun, kami melihat mereka telah melakukan kesalahan besar, yang menjauhkan mereka dari pemahaman syariah yang sahih terkait metode perjuangannya. Oleh karena itu, kami mengharuskan diri kami, sebagai saudaranya dalam Islam, untuk beramar makruf kepada mereka sebagai kewajiban syar’i. Pasalnya, Allah SWT telah menjadikan amar makruf sebagai kewajiban yang harus dijalankan semua kaum Muslim (Lihat: QS Ali Imran [3]: 104). Oleh karena itu, amar makruf nahi mungkar merupakan kewajiban atas kaum Muslim. Kami di HT, sebagai salah satu di antara kelompok Islam, memerintahkan para penguasa, kelompok Islam dan kaum Muslim secara umum untuk berbuat kebaikan sebagai kewajiban di antara kewajiban-kewajiban syariah Islam.

Jika Khilafah Islam telah didirikan oleh salah satu kelompok Islam yang manapun, semua kaum Muslim harus berbaiat kepada Khalifah. HT sebagai salah satu kelompok Islam melihat bahwa baiat kepada Khalifah dan membela Khalifah merupakan kewajiban syariah. Syaratnya, tidak ada konspirasi melawan kaum Muslim dan Negara Islam (Khilafah) di balik negara tersebut. Namun demikian, kami, sebagai kelompok Islam, menganggap dukungan dari negara-negara non-Muslim adalah haram. Keharamannya bersifat tegas dan pasti.

Metode Mengubah Masyarakat

Tidak mungkin mendirikan Negara Islam yang tahan lama dan berkelanjutan tanpa adanya perubahan radikal dan mengakar dalam masyarakat. Satu hal yang harus diperhatikan, metode mendirikan Negara Islam itu harus sejalan dengan metode mengubah masyarakat. Pasalnya, masyarakat itu akan menjadi masyarakat Islam saat pemikiran (al-afkâr) dan perasaan (al-masyâ’ir) mayoritas kaum Muslim bersifat islami serta di tengah-tengah mereka diterapkan sistem (an-nizhâm) Islam. Dalil dalam hal ini adalah dalil ‘aqli (rasional) karena ini menghukumi sebuah realita. Masyarakat dihukumi berdasarkan warna pemikiran dan perasaan yang dominan, serta sistem yang diterapkan. Jika Kapitalisme, yang terbentuk adalah masyarakat kapitalis. Jika Sosialisme, yang terbentuk adalah masyarakat sosialis. Jika Islam, yang terbentuk adalah masyarakat Islam. Dengan demikian ini sama persis dengan aktivitas-aktivitas yang dituntut dalam mendirikan Negara Islam.

Aktivitas mendirikan Negara Islam yang sesuai dengan metode Nabi saw. menuntut: pembentukan opini umum (ar-ra’yu al-‘âm) tentang pemerintahan Islam yang berasal dari kesadaran umum (ar-wa’yu al-‘âm) akan penting dan wajibnya mendirikan Pemerintahan Islam serta pendirian pemerintahan Islam melalui an-nushrah, yaitu dukungan dan pertolongan. Semua ini sesuai dengan aktivitas mengubah masyarakat. Ini adalah rasional.

Aktivitas mendirikan Negara Islam adalah syar’i (bersumber dari dalil syariah). Ini memberikan kekuatan untuk perubahan karena adanya kesesuaian antara apa yang syar’i dan yang ‘aqli (rasional). Hal ini akan menghantarkan pada perubahan yang hakiki serta memberikan kepercayaan lebih besar pada perubahan Islam.

Sungguh, kesesuaian ini semakin menguat ketika Negara Islam memperluas wilayahnya hingga mencakup berbagai masyarakat yang berbeda pada saat suatu masyarakat memeluk Islam dan berada dalam kekuasaannya. Lalu Negara Islam menjadikan masyarakat itu menerima pemikiran Islam dan tunduk pada sistem Islam karena pemikiran dan sistem ini bersifat global.

Jadi, satu-satunya metode yang diterima oleh pikiran sehat untuk mengubah masyarakat manapun adalah apa yang telah kami jelaskan di atas.

Khatimah

Sebagai penutup, kami mengkatakan bahwa benih berdirinya Negara Islam (Khilafah) adalah benih berdirinya sebuah negara global. Sungguh, telah tiba saatnya bagi berdirinya Negara Islam global, yang disebut oleh Barat (sebagai imperium), sedangkan kami menyebut negara itu adalah Khilafah). Perang sengit terhadap Islam atas nama “perang melawan terorisme” adalah usaha nekat dan putus asa yang dilakukan oleh negara-negara kafir Barat kapitalis, yang dipimpin oleh Amerika, untuk mencegah berdirinya Khilafah. Namun, mereka masih diberi waktu. Allah SWT berfirman:

وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Allah berkuasa atas urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak tahu (QS Yusuf [12] : 21).

[Thariq Abdullah-Muhammad Bajuri, disari dari majalah al-waie, no. 372, tahun ke-32, Muharram 1439 H/Oktober 2017 M].

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

seventeen − nine =

Back to top button