Takrifat

Ragam Majaz Mursal (Bagian Pertama dari Dua Tulisan)

Al-Majâz adalah penggunaan kata (lafal) pada selain makna yang ditetapkan pertama kali karena adanya qarinah yang menghalangi penggunaan makna yang telah ditetapkan itu disertai adanya hubungan antara makna (baru) yang digunakan dan makna (asli) yang telah ditetapkan itu. Jika hubungannya bukan persamaan (ghayr al-musyâbahah) disebut majaz mursal.

Ditilik dari bentuk hubungannya, majaz mursal banyak macamnya. Para ulama berbeda pendapat tentang berapa banyak jenis majaz mursal. Ada yang menyatakan majaz mursal ada 14 jenis, 18 jenis, 21 jenis, 25 jenis, 40 jenis dll. Menurut Tsair Salamah Abu Malik dalam Mazju ath-Thâqah al-‘Arabiyyah bi ath-Thâqah al-Islâmiyyah, jenis majaz tidak hanya terbatas pada majaz mursal yang sudah disebutkan.

Di antara jenis-jenis majaz mursal yang terpenting adalah berikut:

Pertama, majaz mursal dengan hubungan as-sabbabiyah. Intinya, menggunakan as-sabbab (sebab) untuk menyebut al-musabbab (akibat). Menurut Al-‘Allamah al-Qadhi Taqiyuddin an-Nabhani di dalam Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah Juz III dan Asy-Syaukani di dalam Irsyâd al-Fuhûl, hubungan as-sabbabiyah ini ada empat jenis:

  1. As-Sabbabiyah al-qâbiliyah, yaitu mengungkapkan sesuatu dengan menyebutkan qâbil-nya. Contohnya dalam firman Allah SWT:

مَّنۡ أَعۡرَضَ عَنۡهُ فَإِنَّهُۥ يَحۡمِلُ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ وِزۡرًا ١٠٠  خَٰلِدِينَ فِيهِۖ

Siapa saja yang berpaling dari al-Quran, sungguh ia akan memikul dosa yang besar pada Hari Kiamat. Mereka kekal di dalamnya (TQS Thaha [20]: 100-101).

 

Lafal khâlidîn fîhi, yakni fî al-wizri (dalam dosa). Karena al-wizru tidak bisa ditinggali, jadi disebutkan al-wizru, tetapi yang dimaksudkan adalah sanksi yang menjadi musabbab (akibat) yang disebabkan oleh al-wizru.

  1. As-Sabbabiyah ash-shûriyah (deskriptif), Contohnya, penggunaan lafal al-yaddu (tangan) untuk menyebut qudrah (kekuasaan/kemampuan). Juga seperti dalam firman Allah SWT: “ghullat aydîhim (sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu)” (TQS al-Maidah [5]: 64). Bentuk ungkapan ini adalah majaz as-sabbabiyah ash-shûriyah, yakni untuk mengungkapkan sifat bakhil, sebab kebakhilan itu terdeskripsi pada tangan yang terbelenggu. Sebaliknya, pemurah diungkapkan dengan “basthu al-yadd (membuka/ mengulurkan tangan)”.
  2. As-sabbabiyah al-fâ’iliyah, yaitu menggunakan ism al-fâ’il (pelaku) sesuatu untuk menyebut sesuatu itu sendiri. Contohnya ungkapan “bi mâ kasabat aydi an-nâs (disebabkan oleh perbuatan tangan-tangan manusia)” (TQS ar-Rum [30]: 41); atau “bi mâ qaddamat yadâka (karena apa yang dilakukan oleh kedua tanganmu)” (QS al-Hajj [22]: 10); atau “bi mâ qaddamat yadâhu (karena apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya)” (QS an-Naba’ [78]: 40); atau “bi mâ qaddamat aydîhim (karena apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangan mereka)” (QS al-Baqarah [2]: 95; al-Jumu’ah [62]: 7); atau “bi mâ qaddamat aydîkum (disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri)” (QS Ali Imran [3]: 182; al-Anfal [8]: 51). Sebabnya, tanganlah yang kebanyakannya melakukan kebaikan dan keburukan.
  3. As-Sabbabiyah al-gha‘iyah, yaitu menggunakan apa yang menjadi tujuan untuk menyebut asalnya. Contohnya, firman Allah SWT: “innî arâniy a’shiru khamran (Sungguh aku bermimpi memeras anggur)” (TQS Yusuf [12]: 36). Lafal khamran diungkapkan secara majaz untuk menyebut anggur, yaitu dengan uslub menyebutkan apa yang dituju, yang dimaksudkan adalah asalnya.

 

Kedua, majaz mursal al-musabbabiyah, yaitu menyebutkan al-musabbab (akibat), sementara yang dimaksudkan adalah sebabnya.

مِنْ الْكَبَائِرِ شَتْمُ الرَّجُلِ وَالِدَيْ ه قِيلَ : وَهَلْ يَسُبُّ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ؟ قَال: نَعَمْ، يَسُبُّ أبا الرَّجُلِ، فَيَسُبُّ الرَّجُلُ أباه وَيَسُبُّ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّه مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

“Termasuk dosa besar cacian seseorang kepada kedua orangtuanya.” Dikatakan, “Apakah seorang laki-laki mencela kedua orangtuanya?” Beliau bersabda, “Benar. Dia mencela bapak seseorang. Lalu orang itu mencela bapaknya. Dia mencela ibu seseorang. Lalu orang itu mencela ibunya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

 

Contoh lain, firman Allah SWT:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا ٦

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (QS at-Tahrim [66]: 6).

 

Di sini disebutkan lafal nâr[an] yang merupakan al-musabbab. Yang dimaksudkan adalah  as-sabab, yakni sebab yang memasukkan ke neraka. Maknanya adalah teruslah jaga dirimu dan keluargamu tetap dalam ketaatan untuk membentengi dari azab Allah, Neraka.

Ketiga, majaz mursal al-juz‘iyyah, yaitu menyebutkan bagian tapi yang dimaksud adalah keseluruhan. Contohnya, lafal “irka’û wa [u]sjudû (rukuk dan sujudlah kalian)” atau “aqim ash-shalâta (dirikanlah shalat)”. Maksudnya adalah perintah untuk menunaikan shalat, dengan menyebutkan bagian dari shalat yaitu rukuk, sujud atau berdiri.

Contoh lain, firman Allah “kasabat aydîkum (perbuatan tanganmu sendiri)” (TQS asy-Syura [42]: 300 atau “kasabat aydî an-nâs (perbuatan tangan manusia)” (TQS ar-Rum [30]: 41). Maksudnya adalah perbuatan manusia. Di sini disebutkan tangan. Yang dimaksudkan adalah diri manusia keseluruhan. Pasalnya, kebanyakan perbuatan itu dilakukan oleh tangan.

Keempat, majaz mursal al-kulliyah, yaitu menyebutkan keseluruhan, namun yang diinginkan adalah sebagiannya. Contohnya adalah firman Allah SWT:

قُمِ ٱلَّيۡلَ إِلَّا قَلِيلٗا ٢

Bangunlah (untuk shalat malam) pada malam hari, kecuali sedikit (QS al-Muzammil [73]: 2).

 

Maksudnya adalah sebagian malam. Contoh lainnya, firman Allah SWT:

أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِدُلُوكِ ٱلشَّمۡسِ إِلَىٰ غَسَقِ ٱلَّيۡلِ وَقُرۡءَانَ ٱلۡفَجۡرِۖ إِنَّ قُرۡءَانَ ٱلۡفَجۡرِ كَانَ مَشۡهُودٗا ٧٨

Dirikanlah shalat sejak matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sungguh shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat) (TQS al-Isra’ [17]: 78).

 

Maksudnya adalah sebagian waktu dari siang hari (shalat Zhuhur dan Ashar). Lafal qur‘ân al-fajr maksudnya adalah bacaan sebagian dari al-Quran pada waktu fajar ketika shalat Subuh.

Kelima, majaz mursal al-mujâwarah, yaitu mengungapkan sesuatu dengan menyebutkan apa yang di sekitarnya. Contoh, lafal “bayna aydîkum” atau “bayna aydîhim”. Maksudnya bukanlah apa yang ada di antara kedua tangan, tetapi ungkapan itu untuk menyebut apa yang ada di depan kamu atau mereka.

Contoh lain, firman Allah SWT:

وَٱتَّخِذُواْ مِن مَّقَامِ إِبۡرَٰهِ‍ۧمَ مُصَلّٗىۖ

Jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat (QS al-Baqarah [2]: 125);

 

Maksudnya, bukan maqâm (tempat berdiri) yakni batu pijakan Nabi Ibrahim as. melainkan tempat sekitarnya/belakangnya.

فِيهِ ءَايَٰتُۢ بَيِّنَٰتٞ مَّقَامُ إِبۡرَٰهِيمَۖ

Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata (di antaranya) maqam Ibrahim (QS Ali Imran [3]: 97).

 

Yang dimaksudkan adalah Ka’bah dengan menyebutkan apa yang di sekitarnya.

Keenam, majaz mursal al-mudhâdah, yaitu mengungkapkan sesuatu dengan menyebut kebalikannya. Contohnya, firman Allah SWT: “fa basysyirhum bi ‘adzâbin alîm (Karena itu gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih)” (QS al-Insyiqaq [84]: 24). Lafal basyara (kabar gembira) untuk mengungkapkan kebalikannya, yakni ancaman. Ini untuk mengejek dan merendahkan.

Contoh lainnya, firman Allah SWT: “fa jazâ`uhu jahannam (Balasannya ialah Jahanam)” (TQS an-Nisa’ [4]: 93); atau “wa jazâ`u sayyi`atin sayyi`atun mitsluhâ (Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa)” (TQS asy-Syura [42]: 40). Lafal jazâ` yang konotasinya baik digunakan untuk mengungkapkan sayyi`ah dan Jahanam yang merupakan keburukan.

Majaz mursal ini juga disebut al-jazâ‘iyah, yaitu mengungkapkan sesuatu dengan menyebutkan balasannya. Contohnya “innâ nahnu mustahzi‘ûna Allâhu yastahzi‘u bihim (Sungguh kami sependirian dengan kalian. Kami hanyalah berolok-olok. Allah akan (membalas) olok-olokan mereka)” (QS al-Baqarah [2]: 14-15); atau “nasûlLâha fanasiyahum (Mereka telah melupakan Allah sehingga Allah pun melupakan mereka)” (QS at-Taubah [9]: 67); atau “wa makarû wa makaralLâh” (QS Ali Imran [3]: 54); atau “fa yaskharûna sakharalLâh minhum” (QS asy-Syura [42]: 40); atau “wa lâ takûnû ka al-ladzîna nasûlLâh fa ansahum anfusahum (Janganlah kamu seperti orang-orang yang melupakan Allah sehingga Allah pun menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri)” (QS al-Hasyr [59]: 19).

Ketujuh, majaz mursal bi az-ziyâdah, yakni ucapan akan menjadi teratur maknanya dengan menggugurkan sebagian kata sehingga yang digugurkan itu merupakan tambahan saja. Contohnya, firman Allah SWT:

لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَيۡءٞۖ ١١

Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia (QS asy-Syura [42]: 11).

 

Huruf al-kâf adalah tambahan. Sebab yang dimaksudkan adalah menafikan yang semisal, bukan menafikan mitslu al-mitsli.

Kedelapan, majaz mursal al-hadzfu, yaitu dengan menyembunyikan sebagian lafalnya. Hal ini dapat diketahui dari tuntutan makna/konotasinya. Contohnya dalam firman Allah SWT:

إِن تَنصُرُواْ ٱللَّهَ يَنصُرۡكُمۡ ٧

Jika kalian menolong (agama) Allah, Allah pasti akan menolong kalian (QS Muhammad [47]: 7).

 

Di sini ada lafal yang disembunyikan, yakni dîn. Jadi maksudnya: tanshurû dînalLâh (menolong agama Allah).

Wallâh a’lam bi ash-shawâb. [Bersambung] [Yahya Abdurrahman]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

four × three =

Back to top button