FikihTsaqafah

Tak Ada Ijab-Qabul Dalam Pendirian PT

Soal:

Mengapa majelis pendirian PT tidak dinilai sebagai ijab dan qabul?

 

Jawab:

PT adalah syirkah harta, yakni mencerminkan harta orang-orang yang berserikat dan bukan mencerminkan pribadi orang-orang yang terlibat di dalamnya. Majelis pendirian juga mencerminkan harta dan bukan mencerminkan personalnya. Siapa yang memiliki dua saham, dia memiliki dua suara. Siapa yang memiliki sepuluh saham, dia memiliki sepuluh suara. Begitulah seterusnya. Jadi PT adalah syirkah harta. Ini tidak dianggap akad  di dalam Islam. Adanya syaarik (mitra) berupa badan merupakan rukun asasi di dalam syirkah yang sah di dalam Islam. Sekadar adanya harta saja tidak cukup membuat akad terjadi.

Berdasarkan itu, majelis pendirian PT hanya mencerminkan keterlibatan harta. PT hanya melibatkan satu pihak. Karena itu tidak ada akad (yang meniscayakan adanya dua pihak, red.). Karena itu otomatis berikutnya tidak ada ijab dan qabul.

Dinyatakan di dalam Kitab An-Nizhâm al-Iqtishâdî (hlm. 162-168) tentang PT secara rinci. Beberapa poin di antaranya:

Inilah PT. PT termasuk syirkah yang batil secara syar’i. Ia termasuk muamalah yang tidak boleh dilakukan oleh seorang Muslim. Aspek kebatilan dan keharaman bergabung di dalamnya adalah karena hal-hal berikut:

Definisi syirkah di dalam Islam adalah akad antara dua orang atau lebih yang di dalamnya bersepakat melakukan aktivitas bisnis dengan maksud mendapakan keuntungan. Jadi syirkah merupakan akad di antara dua orang atau lebih. Tidak sah di dalamnya hanya persetujuan dari satu pihak saja, tetapi harus terpenuhi persetujuan dari dua pihak atau lebih.

Kemudian beberapa orang menetapkan akta yang merupakan aturan syirkah. Setelah itu terjadi penandatanganan terhadap akta ini oleh setiap orang yang ingin bergabung. Tandatangannya itu saja dinilai sebagai penerimaan (qabul). Ketika itu pihak yang bertanda tangan dianggap sebagai pendiri dan dinilai sebagai pesero. Artinya, keikutsertaan seseorang dalam PT sempurna ketika dia selesai melakukan tanda tangan, atau ketika jangka waktu pendaftaran berakhir. Jelas di situ tidak ada dua pihak yang melangsungkan akad bersama. Tidak ada ijab dan qabul (dari dua pihak). Yang ada hanya satu pihak yang menyetujui syarat-syarat dan dengan persetujuannya itu setiap orang menjadi pesero. Jadi PT bukanlah kesepakatan di antara dua pihak, melainkan persetujuan dari satu person terhadap syarat-syarat. Oleh karena itu cendekiawan ekonomi kapitalis dan cendekiawan hukum Barat mengatakan bahwa komitmen di dalam PT merupakan salah satu bentuk kehendak sepihak (al-irâdah al-munfaridah).

Berdasarkan hal ini, akad PT dengan kehendak sepihak itu merupakan akad yang batil secara syar’i. Sebabnya, akad secara syar’i adalah keterpautan ijab yang keluar dari salah satu dari dua orang yang berakad, dengan qabul pihak lain, menurut ketentuan yang memunculkan dampaknya terhadap obyek akadnya. Di dalam PT tidak terjadi akad semacam itu.

Lebih dari itu, syirkah di dalam Islam disyaratkan di dalamnya adanya badan, yakni adanya orang yang melakukan tasharruf (tindakan/pengelolaan). Sebabnya, yang dimaksudkan dengan badan dalam syirkah, jual-beli, ijaarah dan semua akad adalah individu yang melakukan tasharruf, bukan tubuh atau tenaga. Jadi adanya badan merupakan unsur asasi dalam terakadkannya syirkah. Jika ada badan maka terakadkan syirkah. Jika tidak ada badan di dalam syirkah maka syirkah tersebut tidak terakadkan dan tidak ada syirkah sejak asasnya. Jelas di dalam PT tidak ada badan sama sekali. Adanya unsur personal sengaja dijauhkan dari syirkah dan tidak dianggap. Akad dalam PT merupakan akad di antara harta saja dan tidak ada unsur personal (badan) di dalamnya. Jadi hartalah yang berserikat sebagian dengan sebagian lainnya, bukan pemilik harta itu. Harta ini berserikat sebagian dengan sebagian lainnya tanpa adanya badan pesero bersamanya. Jadi tidak adanya badan membuat syirkah tidak terakadkan. Demgan demikian PT adalah batil secara syar’i. Sebabnya, badanlah yang bisa melakukan tasharruf (pengelolaan) atas harta. Hanya kepada badan saja disandarkan tasharruf atas harta. Karena itu jika tidak ada badan maka tidak ada tasharruf.

Adapun keberadaan individu pemilik harta (di dalam PT) hanyalah untuk melaksanakan persetujuan (sepihak) untuk berkontribusi harta. Merekalah yang memilih dewan direksi yang melakukan aktivitas di dalam syirkah (PT). Ini tidak menunjukkan bahwa di dalam PT ada badan. Sebabnya, persetujuan mereka adalah terhadap harta sebagai pesero, bukan terhadap diri mereka sendiri sebagai pesero. Jadi, dalam PT, hartalah yang menjadi peseronya, dan bukan pemilik harta.

Adapun keberadaan mereka yang memilih dewan direksi tidak berarti mereka mewakili para pemilik. Namun, harta merekalah yang menjadi wakil mereka, dan bukan diri mereka. Buktinya, pemilik harta (saham) memiliki suara sesuai kadar harta (saham) yang dia miliki.  Orang yang memiliki satu saham memiliki satu suara, yakni satu wakalah. Orang yang memiliki seribu saham memiliki seribu suara, yakni seribu wakalah. Jadi itu adalah wakalah dari harta, bukan wakalah dari person. Ini menunjukkan bahwa unsur badan hilang dari akad PT. Akad PT itu terbentuk dari unsur harta saja.

Dengan demikian akad PT merupakan akad yang batil secara syar’i. Artinya, PT adalah batil. Sebabnya, dalam PT tidak terakadkan syirkah dan tidak berlaku atas PTT itu definisi syirkah di dalam Islam.

Anda dapat memahami secara lengkap topik ini dari Kitab An-Nizhâm al-Iqtishâdî bab “Asy-Syirkah al-Musâhamah”.

WalLâh a’lam wa ahkam. []

 

[Dikutip dari Jawab-Soal Syaikh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah, 03 Rajab al-Haram 1444 H/25 Januari 2023 M]

 

Sumber:

https://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/86675.html

https://www.facebook.com/HT.AtaabuAlrashtah/posts/731997021821003

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

17 − three =

Back to top button