No Perfect Crime
No perfect crime. Ini istilah yang sangat populer di kalangan para kriminolog. Tentu saja juga di kalangan aparat kepolisian. Ungkapan ini senada dengan pepatah “sepandai-pandai tupai melompat, sekali waktu jatuh juga” atau “sepandai-pandai menyimpan bangkai, akan tercium juga baunya”.
Intinya, tidak ada kejahatan yang tidak meninggalkan jejak. Bisa saja jejak itu muncul dengan sendirinya. Bisa juga didapat melalui penelitian yang panjang dan usaha yang keras.
Salah satu contoh dramatis adalah terungkapnya misteri kecelakaan pesawat kepresidenan Pakistan yang menewaskan Presiden Pakistan ketika itu, Ziaul Haq. Setelah lebih dari 3 tahun penyelidikan, terungkap jatuhnya pesawat itu tak lain adalah untuk membunuh Presiden Zia. Tentu para pembunuh berharap publik, termasuk pihak otoritas Pakistan, percaya bahwa Presiden tewas karena kecelakaan pesawat kepresidenan yang dia tumpangi. Faktanya, pesawat itu memang jatuh dan menewaskan semua penumpang. Di dalamnya termasuk Presiden Zia, sejumlah pejabat tinggi Pakistan, berikut pilot dan awak pesawat.
Tak semua orang percaya begitu saja. Seperti slogan tadi, kejahatan ini pun meninggalkan sejumlah kejanggalan. Pertama: Jika benar pesawat itu jatuh karena kecelakaan, mengapa tidak ada data yang menunjukkan kerusakan pada pesawat? Ingat, yang ditumpangi Zia, orang paling penting di Pakistan, adalah pesawat kepresidenan yang tentu kondisinya selalu terjaga prima. Jika pun ada kerusakan, mestinya ada keluhan dari pilot saat mengendalikannya di udara. Nyatanya, itu semua tidak ada. Juga tidak ada sedikitpun nada permintaan tolong atau komunikasi apapun dari pilot yang menunjukkan pesawat itu dalam masalah.
Bagaimana dengan kemungkinan pilot sengaja menjatuhkan pesawat alias bunuh diri? Setelah diselidiki, juga tidak dijumpai adanya tanda-tanda pergerakan atau aktifitas sengaja dari pilot yang membahayakan pesawat. Apalagi pilot yang mengemudikan pesawat kepresidenan itu termasuk pilot pilihan. Tentu saja telah teruji keahlian, pengalaman maupun kesetiaannya kepada Presiden.
Bagaimana dengan kemungkinan sengaja ditembak oleh pesawat musuh atau ditembak dengan rudal? Kemungkinan ini juga ditepis. Pesawat kepresidenan ini kemanapun terbang selalu dikawal oleh sejumlah pesawat lain. Umpama ada pesawat yang hendak mengganggu pasti sudah segera dihalau. Andai benar ada tembakan rudal, juga pasti menyisakan bekas tembakan. Ini tidak ada sama sekali.
Jadi, mengapa pesawat itu bisa jatuh? Justru itu masalahnya. Semua kejanggalan itu makin menyemangati para penyelidik untuk bekerja lebih keras mengungkap apa yang sesungguhnya terjadi di balik kecelakaan pesawat yang menewaskan Presiden Zia. Zia memang dikenal sangat tegas dan tak mudah tunduk pada tekanan Barat.
Akhirnya, tabir misteri itu terungkap. Diawali dari penemuan kandungan gas sianida di tubuh pilot. Mengapa zat kimia yang sangat membunuh ini bisa ada di tubuh kedua pilot? Melalui penelitan yang cermat, didapati kesimpulan bahwa dari sinilah langkah pembunuhan Presiden Zia itu bermula. Para penyelidik mengungkap, melalui sebuah konspirasi jahat, para kelompok pembunuh berhasil memasang tabung gas sianida itu di area kokpit. Lalu disetel begitu rupa agar gas itu keluar di ketinggian tertentu. Benar, sesuai rencana, saat pilot tengah bekerja mengendalikan pesawat, gas itu keluar, dan tanpa ampun langsung membuat keduanya tewas seketika. Selanjutnya, sudah bisa kita duga. Pesawat itu hilang kendali, lalu jatuh, menewaskan semua penumpang, termasuk orang yang memang menjadi sasaran utama. Presiden Ziaul Haq.
++++
Soal prinsip no perfect crime, bahwa tidak ada kejahatan yang tidak meninggalkan jejak, sesungguhnya telah disinggung Allah SWT dalam Surah Yusuf. Dalam ayat 17 Surah Yusuf diceritakan bagaimana saudara-saudara Yusuf membuat cerita dusta kepada ayahandanya ketika hendak menyingkirkan Yusuf. Mereka mengatakan Yusuf dimakan serigala. Padahal tidak. Sebagai bukti mereka membawakan gamis Yusuf yang sudah lebih dulu dilumuri darah palsu (bi damin kadzib).
Dari situ sudah tampak keanehannya. Bila benar Yusuf dimakan serigala, bagaimana bisa gamisnya tetap ada, bisa dibawa pulang, sedangkan jasadnya tidak ada? Apa iya, serigala itu nyopot baju Yusuf lebih dulu sebelum memangsa tubuhnya? Ketika gamis itu dicium, ayahanda yang sejak awal sudah khawatir kejadian buruk akan menimpa Yusuf, langsung curiga. Dari bau darah yang menempel di gamis Yusuf, ia yakin itu bukan darah manusia. Ia langsung bisa mengambil kesimpulan, cerita Yusuf dimakan serigala itu dusta. Pasti ada yang tidak beres menimpa Yusuf.
Di penghujung Surah Yusuf, persisnya di ayat 111, Allah SWT menyebut, bahwa di dalam kisah-kisah yang terdapat di dalam al Quran itu ada ibrah atau pelajaran bagi orang yang mau berpikir (ulil albab). Salah satu ibrah terpenting dari kisah Nabi Yusuf ini adalah janganlah engkau berbuat jahat atau zalim. Sebabnya, serapi-rapi kejahatan itu dilakukan, pasti meninggalkan jejak. Serapat-rapat kejahatan itu ditutup, cepat atau lambat pasti akan terungkap, seperti kisah Nabi Yusuf tadi.
Namun, rupanya manusia tak juga jera. Masih saja terus melakukan kejahatan. Banyak yang mencoba menutup kejahatan itu dengan cerita dan bukti-bukti rekayasa. Seolah dengan cara itu kejahatan mereka akan tertutup rapat selamanya.
Beberapa tahun lalu ada kasus pembunuhan Munir, aktifis HAM. Ia tewas di dalam pesawat dalam perjalanan dari Jakarta ke Amsterdam, Belanda. Dengan prinsip serupa, no perfect crime, TGPF Kasus Munir yang dibentuk oleh pemerintahan SBY sesungguhnya sudah bisa menarik kesimpulan siapa sebenarnya pelakunya. Namun, tangan-tangan kuasa ketika itu menghalangi pengungkapan pelaku utama.
Kini terjadi lagi. Pembunuhan brutal terhadap 6 anggota laskar FPI. Cerita sudah disampaikan. Bukti-bukti sudah dipertontonkan. Bahkan rekonstruksi juga sudah dilakukan. Selesai? O, tidak sama sekali. Banyak pertanyaan menggantung di benak publik. Tentu yang utama, mengapa mereka dibunuh? Katanya, karena mereka melawan petugas. Darimana mereka tahu jika yang membuntuti mereka itu petugas. Sebabnya, para pembuntut itu sama sekali tak mengenakan seragam atau atribut layaknya aparat. Justru yang sangat mungkin para laskar rasakan saat itu adalah bahwa ada sekelompok orang yang tampak hendak berniat jahat, yang karena itu harus dilawan.
Lalu dikatakan, 4 di antaranya ditembak karena melawan petugas saat hendak dibawa ke kantor aparat. Bila benar demikian, bagaimana menjelaskan adanya lubang-lubang tembakan di tubuh anggota laskar itu yang semua terfokus di sekitar dada, bahkan di antaranya masih menyisakan jelaga dengan lubang yang menganga? Mungkinkah itu terjadi karena tembakan spontan? Apa bukan merupakan hasil dari tembakan jarak dekat, bahkan sangat dekat? Juga, mengapa di tubuh korban banyak sekali luka seperti bekas penyiksaan? Bila benar mereka ditembak di dalam mobil karena melawan petugas, mengapa ada luka-luka seperti itu di sekujur tubuhnya?
Demikianlah pertanyaan-pertanyaan itu. Masih banyak lagi pertanyaan lain. Termasuk mengapa mereka menguntit Habib dan keluarga? Mengapa pula, menurut info, penguntitan itu disertai dengan manuver seperti hendak mencelakakan rombongan? Ini semua jelas tidak akan segera berjawab. Tak tahu sampai kapan. Mungkin sampai nanti setelah angin kekuasaan berubah arah, dibentuk TGPF macam kasus Munir. Baru semuanya terungkap.
++++
Di dunia saja diyakini tidak ada kejahatan yang tak meninggalkan jejak. Tidak pernah ada kejahatan yang sempurna. Apalagi nanti di Akhirat. Ingat, kejahatan, sebagaimana kebaikan, urusannya bukan hanya berhenti di dunia ini, tetapi sampai nanti di Akhirat. Karena itu sebenarnya sia-sia saja menutupi semua kejahatan itu. Toh nantinya akan terungkap juga. Tentu dengan balasan yang jauh lebih pedih. Pasti! [H. Muhammad Ismail Yusanto]