Dari Redaksi

Islam Kekuatan Kita!

Pada bulan September kita selalu diingatkan tentang peristiwa pahit yang pernah terjadi di negeri ini: pemberontakan Partai Komunisme Indonesia (PKI). Banyak umat Islam yang menjadi korban, termasuk ulama. Tentu ada pula pihak yang sebenarnya tidak bersalah, turut menjadi korban. Namun,  PKI adalah pelaku utamanya, dan umat Islam menjadi korbannya. Posisi ini perlu kita tegaskan. Pasalnya, ada upaya pemutarbalikan sejarah, bahkan pengaburan. Seolah-olah PKI adalah korban, sementara pelakunya adalah ulama bersama TNI.

Tentu semua peristiwa politik di negeri ini tidak bisa dilepaskan dari konstelasi politik internasional saat itu, termasuk peran negara-negara Barat seperti Amerika, yang punya kepentingan besar yang jahat di negeri ini.

Ada satu hal yang perlu kita tegaskan kembali, bahwa Islamlah yang menjadi kekuatan utama kita saat menghadapi PKI yang memang mendapatkan ‘ruang politik’ yang leluasa pada era Soekarno. Bukan hanya melakukan propaganda Komunisme yang sesat dan anti agama, PKI juga melakukan tindakan-tindakan provokasi, adu domba, hingga pembunuhan.

Islam, dengan prinsip tauhid yang jelas-jelas mengakui keberadaan Allah SWT sebagai Al-Khaaliq dan Rabb al-‘aalamiin, telah menjadi penghalang utama PKI yang anti agama. Islam menjadi kekuatan negeri ini. Bukan hanya saat menghadapi PKI pada era Orde Lama. Bisa disebut, hampir dalam sejarah perjuangan negeri ini, Islamlah yang menjadi kekuatan utama.

Pada era kolonialisme, Islam dengan prinsip jihad fi sabilillah menjadi faktor utama perlawanan terhadap penjajahan. Sebabnya, dalam Islam, negeri ini adalah negeri kaum Muslim yang harus dipertahankan!

Islam juga adalah agama yang mengharamkan diam terhadap segala bentuk kejahatan dan kezaliman, termasuk penjajahan. Sangat jelas dalam Islam bahwa wajib hukumnya melawan penjajahan kafir imperialis yang menduduki negeri ini,  merampok kekayaan alamya dengan rakus, menindas, bahkan melakukan pembantaian terhadap umat negeri ini.

Jihad dalam makna syariah, yakni berperang di jalan Allah untuk meninggikan kalimat Allah, adalah bagian dari ajaran syariah Islam yang wajib hukumnya. Kewajiban jihad dalam pengertian perang ini ditegaskan Allah SWT dalam al-Quran. Allah SWT, antara lain, berfirman (yang artinya): Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas (TQS al-Baqarah [2]:190).

Jihad fi sabilillah ini bahkan merupakan ajaran yang mulia. Allah SWT mempertanyakan mereka yang mengingingkan masuk surga tetapi enggan berperang di jalan-Nya. Allah SWT berfirman (yang artinya): Apakah kalian mengira akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kalian, dan belum nyata orang-orang yang sabar (TQS Ali ‘Imran [3]: 142).

Rasulullah saw. juga bersabda bahwa jihad adalah adalah puncak ajaran Islam. Sabda beliau, “…Pokoknya perkara adalah Islam. Tiangnya adalah shalat. Puncaknya adalah jihad fii sabiilillaah.” (HR Ahmad dan at-Tirmidzi).

Beliau pun bersabda, “Orang yang menjaga di tapal batas  sehari semalam lebih baik daripada puasa dan shalat malam selama sebulan. Jika ia mati, mengalirlah (pahala) amal yang biasa ia kerjakan; ia diberi rezeki serta dilindungi dari adzab (siksa) kubur dan fitnahnya.” (HR Muslim).

Ajaran Islam inilah yang menjadi kekuatan utama umat Islam melawan penjajahan!

Perjuangan meraih dan mempertahankan kemerdekaan  juga tidak bisa dilepaskan dari ajaran Islam sebagai kekuatan utamanya. Perlawanan melawan kembalinya kolonial Belanda di Surabaya tidak bisa dilepaskan dari “Resolusi Jihad” KH Hasyim Asy’ari yang memerintahkan berperang melawan penjajah sebagai wajib hukumnya. “Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe fardloe ‘ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itu djadi fardloe kifajah (jang tjoekoep, kalaoe dikerdjakan sebagian sadja)…

Saat merumuskan bagaimana Indonesia ke depan setelah merdeka, para ulama pun berjuang keras untuk menjadikan Islam sebagai asas negara yang mengatur negeri ini. Saat itu, para ulama menentang asas sekuler yang ingin menjauhkan Islam dari negeri ini, yang diusulkan kelompok-kelompok sekuler.

Sayang, perjuangan menjadikan Islam sebagai asas negera ini digagalkan lewat ‘intrik politik’ pada era perumusan persiapan kemerdekaan Indonesia yang ditandai dengan penghapusan Piagam Jakarta. Namun demikian, perjuangan terus, dilanjutkan dalam perjuangan politik di Dewan Konstituente tahun 1956-1959. K.H. Masjkur dari Fraksi Nahdlatul Ulama (N.U.) saat itu dengan gamblang menjelaskan Islam sebagai way of life, bukan sekadar agama ritual dan memenuhi syarat sebagai sebuah negara modern.  “Memang sesungguhnja Saudara Ketua, unsur-unsur Islam bagi hidup dan penghidupan manusia tidak sadja mempunjai sjarat-sjarat dunia modern, tetapi djuga sudah diakui bahwa dunia Islam itu bukan semata-mata agama dalam arti ibadat sadja, tetapi suatu “way of life”, suatu djalan hidup.

Keinginan yang tegas agar Islam dijadikan asas negara juga dinyatakan oleh KH  Masjkur dengan sangat jelas: “Bagi Nahdlatul Ulama (N.U.) dan kawan-kawan seideologi Islam, memperdjuangkan Islam sebagai Dasar Negara adalah keharusan dan kewadjiban jang mutlak.”

Mengapa para ulama memperjuangkan Islam? Tentu karena hanya Islam inilah yang akan menyelamatkan negeri ini. Hanya Islam yang bisa membebaskan negeri ini dari penjajahan fisik maupun penjajahan politik, ekonomi, sosial budaya, yang masih berlangsung hingga kini. Karena itu sangat tidak masuk akal kalau saat ini ada upaya-upaya sistematis untuk menghalangi perjuangan umat Islam untuk menegakkan syariah Islam. Bahkan ada kriminalisasi perjuangan terhadap syariah Islam dengan menyebutnya sebagai radikal bahkan teroris. Tuduhan keji ini tentu akan dipertanggungjawakan dihadapan Allah SWT.

Dengan syariah Islam inilah negeri ini akan bangkit dan maju, selamat dunia dan akhirat. Karena Islam inilah kita mulia! Sebagaimana pernyataan Khalifah Umar bin al-Khaththab ra., “Sungguh, dulu kita adalah kaum yang hina. Lalu Allah memuliakan kita dengan Islam. Maka dari itu, jika kita mencari kemuliaan dengan selain Islam, niscaya Allah bakal menghinakan kita.

AlLaahu Akbar! [Farid Wadjdi]

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

18 + 3 =

Back to top button