Dari Redaksi

Islamophobia Marak, Mengapa?

Orang-orang kafir semakin berani menghina Islam. Pendeta Saifudin, yang mengaku murtad, bahkan dengan arogan  meminta kepada Menteri Agama untuk merevisi 300 ayat al-Quran karena diklaim berisi paham radikal dan intoleran. Pendeta ini meminta agar kurikulum pesantren dan madrasah direvisi. Dia juga menuding pesantren selama ini telah melahirkan teroris.

Apa yang dikatakan pendeta ini jelas ini merupakan penghinaan terhadap Islam dan lembaga pendidikan Islam seperti pesantren dan madrasah. Menyatakan al-Quran harus direvisi jelas merupakan penghinaan terhadap Allah SWT. Menuding pesantren sebagai produsen terorisme juga jelas merupakan penghinaan terhadap ulama yang banyak lahir dari pesantren. Juga menghina ajaran Islam yang terdapat dalam kitab-kitab ulama yang diajarkan di pesantren.

Penghinaan seperti ini bukanlah pertama kali. Ada yang menghina Rasulullah saw. yang mulia. Ada pula yang menghina syariah Islam. Kebencian yang dilatarbelakangi islamophobia semakin marak. Pertanyaannya: Mengapa?

Kondisi ini tentu tidak lepas dari situasi politik yang ada saat ini. Situasi politik tidak bisa dilepaskan dari kebijakan politik yang ada. Kemunculan penghina Islam tidak bisa dilepaskan narasi-narasi yang sama gencar dilakukan rezim saat ini. Bukankah isu radikalisme, intoleran, terorisme adalah isu yang sering dimunculkan oleh rezim saat ini. Bahkan dibuat badan khusus untuk memerangi terorisme dan radikalisme. Kementerian Agama pun berada di garda terdepan untuk mengkampanyekan perang melawan intoleransi dan radikalisme. Moderasi beragama menjadi paradigma dalam berbagai kebijakan rezim saat ini.

Kampanye radikalisme, intoleransi dan terorisme kerap menyasar Islam dan kaum Muslim. Rumah ibadah yang sering dikaitkan terorisme adalah masjid. Moderasi beragama sasarannya adalah ajaran Islam. Penceramah agama yang perlu difilter dengan cara sertifikasi adalah para dai Islam, para ustadz. Bahkan muncul list pembicara radikal yang isinya adalah para ustadz yang selama ini dikenal lurus menyampaikan ajaran Islam dan kritis terhadap kemungkaran penguasa.

Ajaran Islam yang mulia pun dikriminalkan. Jihad dituding teroris. Padahal jihad adalah ajaran syariah Islam yang mulia. Khilafah yang merupakan bagian dari syariah Islam, dituding ideologi berbahaya. Padahal jelas Khilafah adalah bagian dari syariah Islam yang mengatur urusan pemerintahan. Pro Khilafah pun menjadi ukuran radikal atau tidak. Seorang pemimpin partai pernah menyatakan gagasan negara Khilafah usang patut disayangkan. Ini sama saja dengan menyerang ajaran Islam. Sebabnya, Khilafah ‘ala minhâj an-Nubuwwah adalah merupakan bagian dari syariah Islam.

Khilafah adalah konsep kenegaraan berdasarkan syariah Islam. KH Sulaiman Rasjid, dalam bukunya, Fiqh Islam, dalam Bab Kitab al-Khilafah, dengan gamblang menyebutkan: Al-Khilafah adalah suatu susunan pemerintahan yang diatur menurut ajaran Islam. Buku yang pernah menjadi buku wajib pada sekolah menengah dan perguruan tinggi Islam di Indonesia dan Malaysia, juga menyebutkan: sistem pemerintahan Islam ini dijalankan oleh Khulafaur Rasyidin, dan kepala negaranya disebut khalifah.

Hal yang sama ditegaskan Al-’Allamah Abu Zakaria an-Nawawi, dari kalangan ulama mazhab Syafii, mengatakan, “Para imam mazhab telah bersepakat, bahwa kaum Muslim wajib mengangkat seorang khalifah.” (Imam an-Nawawi, Syarh Shahîh Muslim).

Ada pula yang menyatakan menyatakan kembali pada satu khilafah yang meruntuhkan peradaban dunia akan meminta korban ratusan bahkan milyaran nyawa dari umat manusia. Pernyataan yang jelas merupakan halusinasi. Mengapa? Karena fakta ancaman itu tidak pernah ada. Khilafah sudah pernah ada, pernah menguasai setengah dunia. Khilafah menyatukan banyak negeri yang penduduknya terdiri dari berbagai ras, bangsa, warna kulit maupun agama. Tidak ada satu fakta pun menyebarkan kekuasaan Khilafah telah menyebabkan miliaran orang terbunuh.

Sebaliknya, kebobrokan peradaban Kapitalisme nyaris tidak pernah disinggung. Peradaban ini nyata-nyata telah gagal mensejahterakan umat manusia, melahirkan banyak konflik, gagal memberikan rasa aman bagi masyarakat. Peradaban ini banyak melahirkan pembunuhan massal (genosida). Lebih dari 1,5 juta rakyat Aljazair terbunuh akibat perang dan sebab lain melawan kolonialisme Prancis selama lebih kurang 130 tahun. Jutaan rakyat Indonesai juga terbunuh akibat penjajahan. Diperkirakan lebih kurang 20 juta orang terbunuh akibat Perang Dunia I. Perang Dunia II yang menelan jiwa  lebih dari 100 juta orang.

Khilafah dipersoalkan, sementara kerakusan ideologi Kapitalisme yang mendorong Amerika dan negara-negara Barat  yang melakukan intervensi di Irak, Suriah, Afganistan tidak dipersoalkan. Padahal jumlah korbannya jutaan orang. Belum lagi pembunuhan masal yang terhadap umat Islam di Bosnia; juga penderitaan yang dialami Muslim minoritas di India, Cina dan Myanmar. Bukankah ini semua terjadi saat Kapitalisme memimpin dunia?

Jadi sikap rezim sekarang inilah  yang justru memberikan legitimasi kemunculan para penghina Islam ini. Karena itu untuk menghentikan maraknya islamophobia ini, rezim sekarang harus menghentikan program radikal radikul, narasi-narasi intoleran, ataupun moderasi beragama. Semuanya menjadi legitimasi musuh-musuh Islam untuk menyerang umat Islam.

Umat juga perlu memahami bahwa program perang melawan terorisme, radikalisme dan isu-isu moderasi beragama, intoleran adalah bagian dari strategi musuh-musuh Islam untuk menyerang ajaran Islam. Perang melawan terorisme dan radikalisme adalah bagian dari agenda Barat untuk mencegah kebangkitan Islam dan menjauhkan umat Islam dari ajaran Islamnya sendiri. Barat sangat takut dengan tegaknya Khilafah. Khilafah akan menerapkan seluruh syariah Islam, mempersatukan umat Islam dan menghentikan penjajahan di negeri-negeri Islam. Khilafah akan melahirkan pemimpin yang amanah yang tidak mau menjadi bagian dari boneka Barat.

AlLâhu Akbar! [Farid Wadjdi]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

20 + 12 =

Back to top button