Dari Redaksi

Lanjutkan Perjuangan Ulama!

Sudah 77 tahun Indonesia merdeka. Lepasnya kita dari penjajahan Belanda, Inggris hingga Jepang yang telah membuat penduduk negeri ini menderita tentu wajib kita syukuri. Perjuangan panjang ini tidak bisa dilepaskan dari peran umat Islam sebagai mayoritas di negeri ini, tokoh-tokoh Islam, para santri dengan ulamanya. Perjuangan fisik memerangi penjajah dilakukan oleh Pangeran Diponogoro, Tuanku Imam Bonjol, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, dan lainnya. Semua tercatat dengan tinta emas dalam sejarah perjuangan negeri ini. Berbagai perang pecah yang oleh Belanda disebut pemberontakan itu digerakkan ulama. Misal, pemberontakan KH Wasyid di Cilegon Banten pada tahun 1888 yang dikenal dengan Geger Cilegon melawan kekejaman Hindia Belanda. Ada pula pemberontakan di Labuan tahun 1926 yang dipelopori KH Asnawi, KH Mukri dan KH TB Ahmad Khotib.

Secara politik berdiri organisasi politik seperti Serikat Dagang Islam (SDI) pada 1905. Beberapa tahun lebih awal dari Budi Utomo. SDI kemudian menjadi Sarekat Islam (SI) yang oleh Mohammad Roem disebut perjuangan politik pertama yang memperjuangkan nasib rakyat. Dalam perjuangan melawan Jepang dan merebut kemerdekaan, ulama berada digarda terdepan. Demikian pula saat mempertahankan kemerdekaan. Tentu kita tidak bisa melupakan “Resolusi Jihad” yang dikumandangkan KH Hasyam Asy’ari pada 22 Oktober 1945 dalam rangka mengusir Belanda dan Inggris yang ingin kembali menjajah Indonesia. Laskar-laskar rakyat seperti Hizbullah, Sabilillah, dan Mujahidin bersama umat berperang merebut dan mempertahankan kemerdekaan.

Ulama juga berperan penting dalam  memperjuangkan Islam sebagai dasar negara dalam berbagai forum konstitusional seperti BPUPKI dan Dewan Konstituante. Para ulama berjibaku menentang kelompok sekuler yang ingin menjauhkan Islam dari negeri ini. Dalam sidang BPUPKI (1945), Ki Bagus Hadikusumo, tokoh Islam dalam pidatonya yang kemudian dibukukan dengan judul Islam Sebagai Dasar Negara mengatakan, “…Bangunkanlah negara di atas ajaran Islam.”

Sebagai dasar, beliau mengutip QS Ali Imran ayat 103 dan QS al-Maidah ayat 3. Menurut Ki Bagus, agama seharusnya menjadi tali pengikat yang kuat, bukan malah menjadi pangkal percekcokan dan takut untuk dibicarakan.

Keinginan untuk menjadikan Islam sebagai asas negara ini juga tampak ketika para ulama merespon Pidato Soekarno di Amuntai (27/1/1953) yang dianggap menyerang Islam. Presiden pertama Indonesia pada saat itu menyatakan kalau Islam digunakan untuk memerintah negara, akan banyak daerah akan lepas. Pernyataan Soekarno ini segera ditanggapi oleh salah seorang tokoh terkemuka Islam KH Wahid Hasyim: “Pernyataan bahwa pemerintahan Islam tidak akan dapat memelihara persatuan bangsa dan akan menjauhkan Irian, menurut pandangan hukum Islam, adalah perbuatan mungkar yang tidak dibenarkan syariah Islam. Wajib bagi tiap-tiap orang Muslim menyatakan ingkar atau tidak setuju.”

Perlu kita tegaskan, perjuangan umat Islam dan para ulama dalam sejarah bangsa ini tidak lain didasarkan satu  dorongan yang kuat  dan kokoh: Islam. Ajaran Islam memerintahkan untuk melawan setiap penindasan dan kezaliman yang dilakukan oleh para penjajah dan musuh-musuh Islam. Ajaran Islam menyerukan jihad fi sabilillah, mengusir penjajah yang ingin merampas negeri Islam. Ajaran Islam memerintahkan untuk menjadikan syariah Islam menjadi asas pengaturan dalam segala aspek kehidupan, termasuk politik dan negara. Kekuatan Islam inilah yang membentuk dan mengarahkan sejarah perjuangan umat Islam,para santri dan ulama di negeri ini.

Perjuangan para ulama inilah yang harus kita lanjutkan. Mereka menginginkan negeri ini lepas dari penjajahan dalam segala bentuk baik fisik, ekonomi, politik, atau sosial budaya. Mereka  menginginkan negeri ini menjadi negeri yang diberkahi Allah SWT. Semua itu hanya terwujud kalau negeri ini diatur oleh syariah Islam. Inilah cerminan keimanan dan ketakwaan yang akan membawa keberkahan (Lihat: QS al-A’raf [3]: 96).

Inilah kemerdekaan yang hakiki dalam Islam. Saat umat manusia hanya menyembah Allah SWT, hanya tunduk pada aturan-Nya. Inilah yang membebaskan manusia dari penjajahan manusia. Ini seperti yang dinyatakan Rib’i bin Amir dalam Perang Qadisiyah ketika panglima perang Persia Rustum bertanya kepada dirinya tentang tujuan kedatangan pasukan Islam ke wilayahnya. “Sungguh Allah telah mengirim kami agar kami mengeluarkan manusia dari peribadahan sesama hamba menuju peribadah-an kepada Tuhan (Sang Maha Pencipta) hamba; mengeluarkan dari kezaliman agama (kalian) ke keadilan agama Islam; dan mengeluarkan (kalian) dari sempitnya (kehidupan) dunia menuju keluasan dunia dan akhirat.

Inilah yang diserukan Islam. Ini sebagaima surat Rasulullah saw. kepada penduduk Najran yang mengajak mereka masuk Islam yang dijelaskan dalam Tafsir Ibnu Katsir: “ Amma ba’du. Sungguh aku mengajak kalian untuk menyembah Allah dan meninggalkan Tindakan menyembah sesama makhluk. Aku mengajak kalian untuk membantu (agama) Allah dan tidak membantu (agama buatan) makhluk. Jika kalian menolak maka kalian harus membayar jizyah. Jika kalian menolak (membayar jizyah) maka aku mempermaklumatkan perang terhadap kalian. Wassalam.”

Ini pulalah yang harus kita lanjutkan dalam perjuangan di negeri ini. Melanjutkan amanah para ulama untuk menjadikan negeri ini berdasarkan Islam dan diatur oleh syariah Islam. Hanya dengan itu kemerdekaan yang sejati bisa kita peroleh.

Harus kita akui, saat ini, meskipun negeri ini telah terbebas dari penjajah secara fisik, faktanya ekonomi kita, politik kita, sosial budaya kita masih dijajah oleh ideologi kapitalis imperialis. Tidak mengherankan meskipun negeri ini kaya-raya, sekitar 30 juta rakyatnya masih hidup di bawah garis kemiskinan. Kekayaan alam kita dirampas oleh negara-negara imperialis dan kaki tangan oligarkinya. Semuanya terjadi karena liberalisme ekonomi. Politik juga dikendalikan oleh Barat yang menjadikan Islam dan umat Islam sebagai musuh yang mengancam. Tidak mengherankan aspirasi memperjuangkan syariah, termasuk Khilafah, dijadikan sebagai ancaman.

Untuk benar-benar merdeka kita harus melepaskan diri dari segala bentuk intervensi negara imperialis, terutama ideologinya, dan menerapkan syariah Islam secara kaaffah. Ini sekali lagi bukanlah bentuk pengkhianatan kepada para ulama. Justru melanjutkan amanah para ulama kita yang telah berjuang untuk negeri ini. Berjuang demi Islam! Allâhu Akbar! [Farid Wadjdi]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

3 × one =

Back to top button