Dari Redaksi

Pentingnya Khilafah!

Genap 100 tahun umat Islam hidup tanpa Khilafah. Tepatnya, pada tanggal 28 Rajab 1342 Hijriah (3 Maret 1924 M), institusi politik umat Islam ini dihapuskan oleh agen Inggris. Kamal Attartuk. Turki kemudian menjadi negara republik sekular. Negeri-negeri Islam lain dipecah-belah menjadi negara-negara bangsa (nation state). Lemah tak berdaya.

Pada bulan Rajab 1442 Hijriah ini, Hizbut Tahrir kembali menyelenggarakan agenda global memperingati seratus tahun (saat abad) umat tanpa Khilafah. Peringatan ini bukanlah romantisme sejarah, tetapi bertujuan mengingatkan kembali umat kewajiban menegakkan Khilafah Islam. Kewajiban ini telah ditegaskan oleh para ulama berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah. Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menulis, “Mereka (para Sahabat) telah bersepakat bahwa wajib atas kaum Muslimin mengangkat seorang khalifah.”

Musuh-musuh Islam memang berhasil menumbangkan Khilafah  1 abad yang lalu. Namun, perjuangan untuk menegakkan kembali Khilafah tidak  boleh berhenti. Umat Islam di berbagai kawasan dunia, berjuang bersama-sama menegakkan kembali kewajiban yang diperintah-kan Allah SWT ini. Inilah hakikat penting dari peringatan ini yang mengambil tema, “Setelah 100 Tahun Kehancuran Khilafah, Wahai Kaum Muslim, Dirikanlah!”

Seruan ini mengajak setiap umat Islam untuk berjuang bahu-membahu, bekerjasama, saling mendukung, untuk menegakkan kembali Khilafah. Sistem politik ini akan mengembalikan umat Islam pada kejayaannya, dengan menerapkan syariah Islam dan mempersatukan umat Islam di seluruh dunia.

Menolong perjuangan ini dengan memberikan nushrah adalah kewajiban atas  umat secara keseluruhan dan atas ahlul quwwah secara khusus. Nushrah (pertolongan) ahlul quwah dari kaum Muslim merupakan hukum syariah yang asasi. Nushrah merupakan salah satu aktivitas dari thariqah Rasul saw. untuk menegakkan Daulah Islamiyah.

Bercermin kepada perjuangan Rasulullah saw., secara berurutan ada tiga hal yang diwujudkan beliau. Ini sekaligus menjadi kunci tegaknya Daulah Islam. Pertama: Mewujudkan negarawan yang melakukan perintah Allah SWT dalam pemerintahan sebagaimana keadaan kaum Mukmin di Makkah. Mereka lalu berhijrah bersama Rasul saw. ke Madinah. Mereka kemudian menerima amanah pemerintahan dengan Islam setelah Rasul saw.

Kedua: Mewujudkan opini publik tentang kewajiban berhukum dengan hukum Allah SWT dan berlepas diri dari segala hal selainnya berupa tawaran-tawaran menyesatkan lainnya.

Ketiga: Mewujudkan ahlul quwwah yang menolong agama ini dengan beramal untuk tegaknya Khilafah. Allah SWT menyebut para penolong agama-Nya ini di dalam al-Quran sebagai al-Anshar. Al-Anshar menjadi salah satu pilar pertolongan (Lihat: QS at-Taubah [9]: 100); QS al-Baqarah [2]: 218; QS an-Nahl [16]: 41; QS al-Hajj [22]: 58; QS al-Anfal [8]: 72; QS al-Anfal [8]: 74).

Alhamdulillah, di tengah-tengah umat, telah terdapat dakwah yang mengikut manhaj Rasulullah saw. untuk menegakkan kembali Daulah Islamiyah, sebagaimana yang diperjuangkan Rasulullah saw. Terdapat pula kelompok dakwah, Hizbut Tahrir, yang berjuang bersama-sama umat, dengan kesabaran dan keteguhan menanggung beban ujian yang beragam dari musuh-musuh Islam. Hizbut Tahrir telah mencetak dan berhasil memiliki negarawan-negarawan yang layak untuk memimpin umat. Dengan dakwah yang terus menerus, telah terbangun kesadaran umat dengan berbagai tingkatannya tentang pentingnya kewajiban penegakan Khilafah Islam yang akan menegakkan syariah Islam secara totalitas dan mempersatukan umat.

Keberadaan opini publik ini telah membuat Barat sangat khawatir. Mereka bersama boneka-bonekanya  melakukan berbagai makar dan kejahatan untuk membendung kembalinya Khilafah di tengah-tengah umat. Mulai dari merekayasa ISIS, menghancurkan revolusi-revolusi umat, memerangi Islam politik  dengan dalih memerangi terorisme, menyerukan pembaruan seruan keagamaan, berusaha bermain-main dengan nas-nas syariah dengan seruan penghapusan as-Sunnah dan menyerang para ulama terdahulu. Seruan kepada reformasi Islam pun mereka gulirkan, untuk membuat Islam versi penjajah yang justru menyimpang dari ajaran Islam. Namun, semua kejahatan mereka ini akan gagal.

Tinggallah perkara ke tiga yang saat ini dibutuhkan umat, yaitu nushrah (pertolongan) dari kaum Muslim, terutama ahlul quwwah. Kewajiban penegakan Khilafah merupakan kewajiban seluruh umat. Melalaikan perjuangan ini adalah merupakan dosa besar karena sama dengan mengabaikan salah satu kewajiban penting, yang oleh para ulama disebut tajul furudh (mahkota dari kewajiban).

Tanpa Khilafah, persatuan umat sejati tidak terwujud. Umat pun terpecah-belah. Lemah dan tak berdaya. Tanpa Khilafah, penegakan syariah Islam tidak sempurna. Umat diurus dengan hukum-hukum yang bersumber dari hawa nafsu manusia, yang menyebabkan berbagai penderitaan umat. Tanpa Khilafah, dakwah Islam yang harus dilakukan negara ke seluruh penjuru dunia terhenti.

Inilah saatnya. Siapapun di tengah umat, terutama yang memiliki quwwah, untuk memberikan pertolongannya. Sambutlah seruan Allah SWT untuk menolong agama Allah ini dengan menegakkan Khilafah, sebagaimana firman-Nya (yang artinya):  Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian penolong (agma) Allah… (QS ash-Shaff [61]; 14).

Tidakkah cukup berbagai penderitaan umat di depan mata, penghinaan terhadap umat Islam bahkan ajaran Islam yang dilakukan musuh-musuh Allah, membuat kita bergerak untuk menolong? Tidakkah deraian air mata, tangis pilu anak-anak yatim dan ibu-ibu kita di Palestina, Suriah, Irak, Afganistan, yang kehilangan banyak nyawa keluarga-keluarga mereka akibat kejahatan  Amerika, cukup menyadarkan kita?

Sungguh pertolongan ini—pertolongan  untuk menegakkan Khilafah—sangat mulia. Pasalnya, Khilafah akan kembali menegakkan Islam, memuliakan umat, memperkokoh persatuan umat, dan membuat mereka kembali menjadi umat terbaik.  Pertolongan inilah yang membuat kaum Anshar terutama ahlul quwwah-nya dimuliakan Allah SWT. Tidakkah kita menginginkan kemulian seperti Saad bin Muadz, ahlul quwwah dari kaum Anshar yang saat wafatnya, ‘Arys Allah pun berguncang?  Rasulullah saw. bersabda, “Tatkala Jenazah Saad bin Muadz di hadapan mereka, ‘Arasy  Allah Yang Maha Penyayang berguncang.” (HR Muslim).

Imam Nawawi dalam Syarh Muslim menjelaskan, Arasy Allah SWT bergetar karena berbahagia menyambut ruh Saad bin Muadz.

Wahai para ahlul quwwah, tidakkah Anda ingin menjadi seperti Saad bin Muadz berikutnya?!

Allahu Akbar!  [Farid Wadjdi]

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

13 − four =

Back to top button