Dari Redaksi

Rezim di India Ikuti Pola Yahudi di Palestina

Penghinaan terhadap Rasulullah saw. kembali berulang. Pejabat elit partai militan Hindu yang berkuasa di India mencela Rasulullah saw. Segera hal ini menimbulkan reaksi besar di negeri-negeri Islam. Beberapa penguasa negeri Islam mengecam penghinaan ini. Ada seruan untuk aksi boikot terhadap produk India. Berbagai aksi unjuk rasa pun pecah di beberapa negeri Islam. Mereka memprotes penghinaan ini.

Di India, protes masyarakat disikapi dengan sikap represif. Beberapa Muslim terbunuh dalam aksi unjuk rasa. Rumah sejumlah tokoh aktifis Islam yang melakukan protes dihancurkan. Seperti diberitakan BBC (13/6), para pemuka komunitas Muslim di Negara Bagian Uttar Pradesh diperintahkan untuk mengosongkan rumah sebelum tempat tinggal mereka dihancurkan. Hingga kini, setidaknya pihak berwenang telah menahan 300 orang yang dituding terlibat dalam kericuhan selama demonstrasi di Uttar Pradesh, pada Jumat (10/06). Gubernur Negara Bagian Uttar Pradesh, Yogi Adityanath, memerintahkan penghancuran bangunan salah satu rumah milik politisi bernama Javed Ahmed.

Otoritas Pembangunan Prayagraj mengatakan bahwa mereka telah mengirim pemberitahuan tentang konstruksi ilegal kepada Mohammad pada tanggal 10 Mei, memintanya untuk datang pada 24 Mei. Namun, putranya, Umam, membantah hal ini. Ia mengatakan keluarga tidak menerima pemberitahuan apa pun sampai malam sebelum rumah itu dihancurkan. Selain itu menurut Umam, tanahnya adalah legal atas nama ibunya, hadiah dari kakeknya.

Tindakan rezim India ini mengikuti pola-pola entitas penjajah Yahudi di Palestina. Hal ini tidak mengherankan mengingat rezim BJP memang dikenal dekat dengan penjajah Yahudi.  India secara historis telah menjadi sekutu politik dalam melawan pendudukan kolonial Israel atas Palestina. Mahatma Gandhi, Nehru dan nenek moyang perjuangan kemerdekaan India lainnya menentang pendudukan Israel. Namun, India secara resmi mengakui negara Israel pada tahun 1950. India menjalin hubungan diplomatik formal dengan Israel pada tahun 1992.

Pada dekade-dekade berikutnya, prinsip-prinsip tunduk pada kepentingan. Pada tahun 2006, India dan Israel menandatangani Proyek Pertanian Indo-Israel untuk berbagi praktik terbaik tentang peningkatan keanekaragaman dan produktivitas tanaman, di samping program pelatihan profesional. Perdagangan bilateral mulai tumbuh sejalan dengan hubungan militer.

Sejak 2017, hanya tiga tahun setelah partai nasionalis sayap kanan Perdana Menteri Narendra Modi Bharatiya Janata Party (BJP) berkuasa, India telah menjadi mitra strategis dan co-produsen senjata Israel. Kedua negara melakukan latihan militer bersama serta menjadi tuan rumah kunjungan pertukaran polisi dan tentara.

Sejak Modi mulai menjabat pada tahun 2014, sekitar 42 persen dari semua ekspor senjata dari Israel telah masuk ke India. Menurut Stockholm International Peace Research Institute (Sipri), pengiriman senjata ke India dari Israel meningkat sebesar 175 persen antara tahun 2015 hingga 2019.

Kedua negara juga telah memperluas kerjasama mereka dalam bidang keamanan siber dalam beberapa tahun terakhir. Di bidang ekonomi, antara tahun 1992 hingga 2021, perdagangan bilateral melonjak menjadi $6,35 miliar pada tahun 2021 dari hanya $200 juta pada tahun 1992. Di bawah pemerintahan BJP, penguatan hubungan antara India dan Israel telah bergerak melampaui kepentingan-kepentingan ekonomi menjadi sinergi ideologis.

Aliansi India-Israel telah berkembang melampaui kerjasama ekonomi untuk berbagi praktik melakukan tindakan rasis dan kekerasan. Benang merah yang menyatukan mereka adalah nasionalisme sayap kanan. Mereka menyerukan pengucilan, jika bukan pengusiran, dari semua orang lain yang tidak menganut identitas eksklusivisme yang telah mereka tetapkan kepada negara. Ini adalah Palestinaisasi umat Islam India.

Adopsi taktik-taktik Israel telah secara eksplisit dipromosikan oleh diplomat India Sandeep Chakravorty, yang pada tahun 2019 menegaskan bahwa umat Hindu harus mengadopsi model Israel di Kashmir yang diduduki oleh India. Dengan demikian tidak mengherankan bahwa di Kashmir tentara India menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia. Ini seperti yang dilakukan Israel di wilayah Palestina yang diduduki. Praktik-praktik ilegal ini dikutuk secara internasional.

Dari apa yang terjadi, sudah seharusnya menyadarkan kita bahwa  yang menimpa umat Islam adalah gerakan global yang sistematis. Bonggolnya adalah kebijakan negara-negara kapitalisme Barat, terutama Amerika Serikat dan Eropa, yang menjadikan Islam dan umat Islam menjadi musuh mereka. Ini adalah agenda global atas nama perang melawan terorisme dan radikalisme yang menjadikan Islam dan umat Islam sebagai targetnya. Tindakan keji rezim militan Hindu India, rezim Budha militan di Myanmar, etintas penjajah Yahudi di Palestina, termasuk yang terjadi di Suriah, Irak dan Afghanistan, tidak bisa dilepaskan dari lampu hijau Barat.

Agenda global ini tidak mungkin dilawan secara parsial, apalagi non-politis. Umat Islam harus melawan dengan kekuatan global yang disegani secara politik internasional. Inilah yang hilang di tubuh umat sejak Khilafah Islam diruntuhkan Inggris pada tahuan 1924. Kehilangan perisai ini telah seolah memberikan izin bagi musuh-musuh Islam untuk menghancurkan umat Islam. Setelah keruntuhan Khilafah, umat Islam, dikendalikan melalui penguasa-penguasa boneka yang bertindak untuk kepentingan penjajah.

Konsep Negara-bangsa juga telah melumpuhkan kesatuan dan kekuatan politik umat Islam secara global. Di sinilah relevansi perjuangan penegakan Khilafah secara global. Jalan satu-satunya untuk menghentikan penghinaan terhadap Islam dan kezaliman terhadap umat, dan pembebasan negeri Islam yang tertindas.

AlLâhu Akbar! [Farid Wadjdi]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

eighteen − seven =

Back to top button