Hiwar

Muhammad Hatta, SE, MSi: Migor Mahal Bukan Hanya karena Mafia

Pengantar Redaksi:

Harga minyak goreng yang masih mahal saat ini sejak naik secara ‘brutal’ pada beberapa bulan lalu tentu menimbulkan pertanyaan. Pasalnya, Indonesia dikenal produsen sawit terbesar di dunia. Namun, migor sempat langka di pasaran. Lalu tiba-tiba melimpah dengan harga yang amat jauh dibandingkan dengan harga awalnya. Fenomena ini tentu aneh. Mengapa semua ini bisa terjadi? Apa penyebabnya? Mengapa Pemerintah gagal menurunkan kembali harga migor? Apa kendalanya? Betulkah semata-mata karena mafia? Ataukah ada faktor lain? Itulah di antara hal yang ditanyakan kepada Muhammad Hatta, SE, MSi, analis makro ekonomi di Lembaga Kajian Kebijakan Strategis (eLKKStra) dalam wawancara dengan Redaksi kali ini.

 

Stok melimpah, namun harga tinggi?

Kasus mahal dan langkanya minyak goreng (migor) di Indonesia ini sangat menarik. Mengapa menarik? Menarik karena Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia dengan jumlah produksi mencapai 45,8 juta ton pada tahun 2021 (Council of Palm Oil Producing Countries). Kita ketahui bahwa CPO merupakan bahan baku utama (70%) dari pembuatan migor. Dari jumlah tersebut, sebanyak 29,6 juta (64,63%) ton diekspor dan 15,8 juta (34,61%) ton diperuntukkan konsumsi dalam negeri (domestik). Ekspor hampir 2 kali lipat dari konsumsi domestik. Ini artinya, produksi sangat melimpah. Namun celakanya, melimpahnya produksi tidak diikuti dengan mekanisme pembentukan harga yang independen dari dalam negeri sendiri. Melainkan menggunakan mekanisme pembentukan harga di pasar komoditas internasional yang bersifat spekulatif dan gambling alias judi.

Lebih jauh, pembentukan harga mengikuti pasar komoditas internasional inilah yang kemudian menyebabkan harga CPO dapat melambung tinggi. Itu karena produksi CPO Indonesia dibandingkan dengan tingkat konsumsi internasional yang tentu saja lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat konsumsi domestik. Tentu saja sangat sulit produksi Indonesia untuk bisa mengimbangi konsumsi internasional. Apalagi kemudian pasokan produk substitusi minyak nabati dunia seperti minyak bunga matahari dan lain-lainnya juga sedang bermasalah karena perang Rusia di Ukraina.

 

Mafia mengatur, Mendag tidak berkutik?

Mekanisme pembentukan harga yang tidak independen diperburuk lebih jauh oleh pelaku usaha domestik yang kerap menghalalkan segala cara dalam memperoleh keuntungan. Tingginya harga CPO internasional dijadikan oleh mereka untuk manangguk keuntungan sebanyak mungkin dengan cara lebih mengutamakan ekspor. Dimulai dari titik inilah kemudian terbuka kesempatan kongkalikong antara penguasa dan pengusaha. Ekspor tidak akan bisa berjalan mulus tanpa restu dari penguasa.

 

Sejauh apa mafia migor ikut atur hulu-hilir?

Apa yang terjadi dalam kasus migor ini tidak lagi sebatas adanya mafia, melainkan lebih jauh, yaitu adanya para pemilik modal (kapitalis) yang menguasai begitu dalam dan luas produksi CPO di Indonesia. Mafia bergerak cenderung secara rahasia. Para kapitalis bergerak bisa secara rahasia dan terbuka sebagaimana dalam kasus migor.

Di sisi hulu, dilihat dari data pengusahaan  luas areal wilayah dan tingkat produksi sawit. Setidaknya terdapat tiga pihak yang  menjalankan bisnis kelapa sawit ini, yaitu perkebunan rakyat (PR), perkebunan besar swasta (PBS), perkebunan besar negera (PBN). Dari keseluruhan luas areal kelapa sawit di tahun 2021, sebanyak 56% dikuasai oleh PBS, 40% oleh PR dan 3,9% oleh PBN. Pada tahun yang sama, dilihat dari sisi produksi, PBS memproduksi mencapai 62% dari total produksi nasional. Adapun PR dan PBN masing-masing hanya 34% dan 5% (Buku Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2019 – 2021).

Sebagai gambaran lebih jauh, Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia dalam risetnya (2013) menyebutkan bahwa setidaknya terdapat 25 grup bisnis kelapa sawit yang dikendalikan oleh 29 taipan. Sejumlah 25 grup bisnis ini menguasai luas lahan sawit hampir separuh dari luas Pulau Jawa.

Adapun di sisi antara dan atau hilir, menurut data Outlook Teknologi Pangan 2019 yang diterbitkan oleh BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), lebih dari 70% kapasitas pemurnian di tingkat internasional dikendalikan hanya delapan (8) pemain, yaitu GAR (Golden Agri-Resources), Willmar, Cargill, Asian Agri, Musim Mas, Astra Agro Lestari, IOI Group, KLK (Kuala Lumpur Kepong).

 

Patok harga murah. Migor langka. Keputusan dicabut, migor banjir. Fenomena apa?

Pematokan harga tentu saja tidak menyentuh persoalan dasar dari mahalnya migor. Mahalnya harga migor domestik disebabkan oleh pembentukan harga yang ditarik ke tingkat Internasional. Ketika harga domestik dipatok dengan harga yang lebih rendah, sementara di tingkat internasional bisa dijual dengan lebih mahal, maka tentu saja logika para kapitalis akan lebih menahan pasokan domestik dan bahkan membawanya ke pasar luar negeri. Di sinilah letak penting kewajiban pasokan domestik bagi setiap eksportir alias DMO. Kebijakan DMO ini harus diikuti dengan larangan mengikuti pembentukan harga komoditas di tingkat internasional. Dengan kata lain, wajib mengikuti hukum pasokan dan permintaan (mekanisme pasar) di tingkat domestik secara alamiah. Bukan bursa berjangka yang spekulatif dan gambling alias judi. Termasuk juga bukan dengan mekanisme DPO (domestic price obligation) atau menetapkan harga domestik yang sejatinya hanya akan merusak rasa keadilan di antara produsen dan konsumen.

 

Stok migor nasional aman?

Aman jika dibandingkan antara produksi dan konsumsi nasional. Pada faktanya tidaklah demikian. Produksi nasional ditarik ke dalam konsumsi Internasional yang tentu saja lebih tinggi dari konsumsi domestik. Dampaknya adalah ketidakseimbangan antara pasokan dan konsumsi yang kemudian berujung pada naiknya harga. Ketika ditelusuri lebih jauh, di balik tingginya tingkat konsumsi komoditas internasional terdapat potensi penggunaan yang inefisien. Sebagai contoh adalah penggunaan atau konsumsi energi listrik oleh bitcoin yang melebih sebuah negara seperti Argentina yang memiliki penduduk mencapai 45 juta jiwa.

 

Siapa saja yg menguasai bisnis migor? Juga hubungannya dengan kekuasaan?

Berdasarkan data yang kami sampaikan di atas, kami pikir sudah bisa tergambar dengan jelas siapa dan pihak mana saja yang memiliki penguasaan mayoritas terhadap bisnis kelapa sawit dari hulu (upstream) hingga hilirnya (downstream).

 

Kebijakan Pemerintah malah mendukung mafia?

Tatakelola ekonomi nasional saat ini berjalan dengan paradigma atau kerangka sistem ekonomi kapitalistik. Setiap kebijakan yang lahir tidak akan berjalan jauh darinya. Sebagai contoh adalah kebijakan Pemerintah yang membiarkan harga CPO mengacu pada harga komoditas berjangka internasional.

 

Akar masalahnya?

Sangat berpengaruhnya para mafia dan kapitalis. Tidak hanya karena faktor adanya penguasa yang bersedia kongkalikong, melainkan juga disebabkan oleh tatakelola ekonomi yang kapitalistik. Di titik inilah kebijakan yang mendukung dan hanya akan menguntungkan para mafia dan kapitalis akan lahir dan tumbuh subur.

Ditariknya produksi CPO domestik sehingga berhadapan langsung dengan konsumsi di tingkat internasional tanpa terlebih dulu memberikan dan memastikan stok ketersediaan pasokan domestik dalam jumlah yang aman hanya akan memberikan keuntungan yang berlipat ganda bagi mereka. Sebaliknya, itu sangat merugikan mayoritas rakyat.

Di bawah tatakelola ekonomi yang kapitalistik pulalah mekanisme pembentukan harga yang digunakan, yaitu mekanisme pasar komoditas berjangka yang notabenenya bersifat spekulatif, gambling alias judi. Transaksi permintaan dan penawaran yang terjadi di dalam pasar ini sering adalah palsu. Mereka membeli dan menjual hanya semata-mata untuk mendapatkan keuntungan dalam waktu atau tempo jangka sesingkat mungkin. Beli dalam detik ini. Jual beberapa detik kemudian ketika terdapat selisih harga beli dan jual yang positif (capital gain). Inilah akar masalah dari persoalan mahal dan langkanya CPO beserta produk turunannya seperti migor.

 

Pandangan Islam tatakelola migor?

Ekonomi Islam tidak anti dengan ekspor komoditas seperti CPO maupun produk turunannya. Hanya saja, produksi domestik diutamakan untuk konsumsi domestik terlebih dulu. Ketika masih terdapat surplus setelah konsumsi domestik pada tingkat yang aman, pintu ekspor akan dibuka. Ketentuan ini akan menjamin stabilitas harga di dalam negeri. Tentu juga harus diikuti mekanisme pembentukan harga yang syar’i. Itu di sisi hilir.

Adapun di sisi hulu, Pemerintah akan mengatur kepemilikan tanah yang diperuntukkan perkebunan kelapa sawit. Tidak boleh ada pihak tertentu yang menguasai secara mayoritas  sehingga memberi mereka kemampuan untuk mengendalikan harga pasar (oligopoli).

Tidak kalah penting adalah menegakkan hukum-hukum pengupahan syar’i bagi setiap pekerja yang terlibat dalam seluruh proses produksi kelapa sawit sehingga menjamin keadilan bagi pekerja itu sendiri dan juga bagi seluruh produsen.

 

Islam menjamin kebutuhan pokok rakyat?

Sebagai sebuah agama yang paripurna, Islam tentu saja memiliki konsep bagaimana mengatur dan sekaligus menjamin kebutuhan dasar atau pokok seluruh rakyat, tanpa terkecuali. Mekanisme yang digunakan adalah mekanisme tidak langsung. Dalam arti dijamin secara berjenjang berdasarkan ketentuan hukum syariah dalam mengatur tanggung jawab nafkah seorang individu. Seluruh kebutuhan pokok mengikuti mekanisme ini, termasuk di dalamnya adalah minyak goreng.

Adapun kebutuhan masyarakat secara bersama-sama seperti keamanan, kesehatan dan pendidikan (KKP) akan diberikan jaminan secara langsung. Negara diwajibkan oleh Islam memberikan akses terhadap KKP ini semurah mungkin bahkan diupayakan tanpa biaya sedikitpun alias gratis.

 

Apa yang harus dilakukan rakyat melihat karut-marut ini?

Sebagaimana yang kami sampaikan di atas, karut-marut persoalan CPO dan migor seperti saat ini lebih disebabkan oleh faktor sistem tatakelola ekonomi yang kapitalistik yang kemudian sangat menentukan dan mempengaruhi produksi, distribusi, hingga konsumsi akhirnya. Oleh karena itu arah perubahan harus diarahkan pada titik tersebut. Jika tidak, persoalan yang sama akan terus berulang dengan sendirinya.

Lebih jauh, perubahan yang demikian hanya akan bisa terealisasi ketika segenap individu masyarakat  menyadari bahwa kerusakan yang terjadi bersifat sistemik serta aktif terlibat dalam pusaran perubahan tersebut.  []

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

one × two =

Back to top button