Hiwar

Ustadz H Ismail Yusanto: Khilafah: Solusi Bagi Dunia

Pengantar Redaksi:

Dunia saat ini makin problematik. Berbagai keterpurukan terjadi. Kesenjangan ekonomi global makin tinggi. Sebagian besar sumberdaya alam di Dunia Ketiga terus dikuras oleh negara-negara besar. Minoritas orang menguasai mayoritas kekayaan dunia. Moralitas manusia makin rendah. Seks bebas, termasuk merebaknya LGBT (bahkan pernikahan sesama jenis), adalah di antara sedikit tandanya. Belum lagi penggunaan narkoba, pornografi, dan tindak kriminalitas lainnya. Penindasan bahkan penjajahan masih dialami oleh sebagian penduduk dunia. Penderitaan kaum Muslim Uighur di Xinjiang (Cina), Kashmir di India, Palestina, Suriah dll masih belum berakhir. Diskriminasi terhadap kaum Muslim juga masih marak di sejumlah negara di Eropa dan Amerika. Itu hanya segelintir persoalan yang melanda dunia saat ini.

Semua itu jelas tak akan bisa diselesaikan oleh ideologi Kapitalisme global yang justru menjadi biangnya. Semua problem dunia itu hanya bisa diselesaikan oleh ideologi Islam yang diemban oleh Khilafah Islam.

Itulah kesimpulan dari jawaban Ustadz H. Ismail Yusanto atas beberapa pertanyaan Redaksi dalam wawancara kali ini.

 

Ustadz, benarkah dunia saat ini menuju jurang kehancuran di bawah ideologi Kapitalisme?

Benar. Tanda-tandanya sangat nyata. Di bidang ekonomi, misalnya, kesenjangan kaya miskin makin besar. Organisasi nirlaba yang fokus mengatasi ketimpangan ekonomi, Oxfam, dalam laporannya berjudul “Survival of the Richest” yang disampaikan di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss akhir tahun 2022 lalu, menyebut 1 persen populasi teratas di dunia menguasai dua pertiga dari nilai kekayaan yang tercipta selama periode 2020-2022, yakni sebesar US$42 triliun. Jumlah itu hampir dua kali lebih banyak daripada uang yang diperoleh 99 persen populasi dunia terbawah.

Oxfam juga menyebut kekayaan para miliarder meningkat US$2,7 miliar perhari. Ini membuat mereka leluasa memberikan US$5 triliun kepada para ahli warisnya. Nilai yang bahkan lebih besar dari produk domestik bruto (PDB) seluruh negara Afrika.

Di sisi lain, ada sekitar 1,7 miliar pekerja yang tersebar di berbagai negara yang nilai inflasinya lebih tinggi dari gaji pekerja. Adapun pajak 5 persen yang dikenakan pada para miliarder dunia dapat mencapai US$1,7 triliun pertahun, suatu jumlah yang cukup untuk mengangkat dua miliar orang keluar dari kemiskinan.

Kemiskinan menghambat akses ke layanan pendidikan dan kesehatan. Akibatnya, orang miskin makin sengsara karena tidak mendapat layanan kesehatan sebagaimana mestinya. Anak keturunannya tidak terdidik dengan baik sehingga membuat rantai kemiskinan baru.

Ketimpangan yang demikian besar itu mengundang protes di mana-mana. Di antaranya, yang dilakukan oleh publik AS melalui demo besar di Kawasan Manhattan AS beberapa waktu lalu dengan membawa spanduk dan poster bertuliskan ‘Capitalism is not work’, ‘Capitalism is merely for 1%, we are 99%’. Ini menunjukkan bahwa kesenjangan kaya miskin sudah demikian akut dan menggelisahkan masyarakat dunia.

Kesenjangan itu juga sangat nyata terjadi di negeri ini. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia yang ada di bawah garis kemiskinan pada akhir Maret 2022 yang lalu mencapai 26,16 juta orang. Jika menggunakan  purchasing power parities (PPPs) 2017 yang diadopsi Bank Dunia, US$ 2,15 perorang perhari, jumlah orang miskin di Indonesia menjadi lebih dari 67 juta orang.

Sebaliknya, ada segelintir orang, dengan memanfaaatkan kekayaan SDA negeri ini yang hakikatnya milik rakyat, meraup kekayaan luar biasa. Sebutlah di antaranya, Low Tuck Kwong. Berkat bisnis tambang batubara di bawah bendera PT Bayan Resources Tbk, pria kelahiran Singapura itu kini jadi orang terkaya nomor satu di Indonesia dengan kekayaan US$25,2 miliar atau Rp 378 triliun. Melalui bisnis serupa, beberapa gelintir orang yang terhubung dengan kekuasaan ini hari juga meraup cuan luar biasa.

Dengan kekayaan yang sangat besar itu, mereka dengan leluasa makin mencengkeram politik di negaranya masing-masing, termasuk di negeri ini. Akibatnya, makin banyak keputusan politik yang dilahirkan oleh penguasa, juga parlemen, seperti perubahan UU Minerba, UU Ciptaker dan lainnya, yang dibuat demi kepentingan pemilik modal, merugikan rakyat banyak.

Di bidang social-budaya, liberalisasi makin menjadi-jadi melanda dunia. Pergaulan bebas bukan hanya terjadi antar lelaki dan perempuan, tetapi juga antara lelaki dengan lelaki dan perempuan dengan perempuan. Komunitas seperti ini terus membesar. Jumlahnya di seluruh dunia disebut-sebut sudah mendekati angka 100 juta. Berpengaruh secara ekonomi, politik dan hukum. Dibuktikan, kini ada lebih dari 32 negara yang sudah melegalkan same-sex marriage (pernikahan sejenis). Apa yang bisa didapat dari pernikahan semacam itu? Di tengah krisis seks yang tengah melanda sejumlah negara seperti Cina, Jepang, Korea Selatan, pernikahan sejenis makin memperburuk tingkat kelahiran (fertility rate) yang sejak beberapa tahun terakhir sudah terus-menurun. Jika tidak segera diatasi, hal ini bisa mengancam masa depan negara, karena menyusutnya populasi.

Di luar itu, kita juga menyaksikan bagaimana ketidakadilan, kezaliman, penindasan, penjajahan dan perang terjadi di berbagai tempat. Semua menunjukkan bahwa dunia di bawah hegemoni kapitalisme, sekularisme dan liberalisme makin jauh terjerumus ke jurang kehancuran.

 

Mampukah Khilafah nanti memberikan solusi atas ancaman kehancuran itu?

Secara imani, kita harus katakan: pasti mampu. Melalui penerapan syariah secara kaaffah, Khilafah akan menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan manusia dalam seluruh aspeknya dengan cara yang benar. Bukankah syariah memang Allah SWT turunkan sebagai mu’aalajah li masyaakil al-hayaah (pemecah problem kehidupan)?

Penerapan syariah secara kaaffah merupakan mandatori (hal yang diwajibkan). Tidak ada dan tidak boleh ada ketentuan lain yang digunakan mengatur kehidupan masyarakat kecuali syariah. Inilah implementasi praktis dari prinsip kedaulatan syariah (as-siyaadah li asy-syar’i). Karena itu siapapun, termasuk kumpulan orang kaya atau oligarki, jika pun ada, tidak akan bisa membuat atau mengubah hukum, khususnya di bidang ekonomi, sekehendak hatinya, sebagaimana terjadi dalam sistem demokrasi. Begitu pun di bidang-bidang lain. Apa yang dihalalkan oleh syariah harus dikatakan halal oleh siapapun. Apa yang diharamkan oleh syariah harus pula dikatakan haram. Inilah tolok ukur perbuatan atau kebijakan (miqyaas al-a’maal) yang berlaku dalam kehidupan pribadi, keluarga, apalagi dalam kehidupan masyarakat dan negara.

Khalifah akan memastikan penerapan syariah itu dilakukan dengan sebaik-baiknya. Hanya dengan penerapan syariah secara kaaffah saja kerahmatan, berupa teraihnya kemaslahatan dan terhindarkan kemadaratan yang dijanjikan Allah itu akan benar-benar terwujud. Lebih dari itu, penerapan syariah secara kaaffah merupakan bentuk nyata dari ketaatan kita semua, baik penguasa maupun rakyat, kepada Allah. Ketaatan ini akan mengundang ridha-Nya. Keridhaan itu akan membawa keberkahan atau bertambahnya kebaikan dan pahala (ziyaadah al-khayr wa al-ajri).

Karena itu ketaatan pada syariah akan menjadi cocern semua pihak. Dengan itu, semua pihak juga berkepentingan untuk suksesnya penerapan syariah ini. Ini berbeda dalam sistem demokrasi. Dalam demokrasi hukum terkadang hanya mengakomodasi kelompok tertentu saja.

Penerapan syariah di bidang ekonomi, misalnya, akan memastikan distribusi kekayaan di antara manusia (tawzi’u tsarwah bayna an-naas) berjalan dengan sebaik-baiknya. Dengan begitu seluruh rakyat tercukupi sandang, papan dan pangannya. Mereka pun tercukupi kebutuhan pendidikan, kesehatan dan aspek ekonomi lainnya. Insya Allah kesenjangan kaya-miskin seperti yang tampak ini hari tidak akan terjadi. Jika pun ada, saat sebagian anggota masyarakat menjadi kaya, itu didapat melalui jalan yang benar. Pengelolaan SDA, yang selama ini menjadi salah  satu sumber ketimpangan, akan dilakukan berdasar syariah. Khalifah akan memberikan hasil pengelolaan itu kepada seluruh rakyat karena hakikatnya SDA adalah milik mereka.

Di bidang social-budaya, syariah akan memastikan kehidupan sosial dalam berbagai bidang seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sebagainya, yang menghendaki interaksi antara kaum lelaki dan perempuan dapat berlangsung dengan benar di atas prinsip penjagaan kesucian atau kehormatan lelaki dan perempuan, serta penjagaan terhadap misi untuk melanjutkan keturunan. Dengan cara itu, tidak akan terjadi kemaksiatan di antara lelaki dan perempuan secara terbuka, apalagi yang dilakukan oleh sesama jenis. LGBT akan dianggap sebagai jariimah oleh syariah, dan akan dikenakan hukuman keras pada semua pelakunya.

Dengan kekuatannya, Khilafah akan menyatukan umat, mempertahankan setiap jengkal wilayah negeri-negeri Islam, melindungi harkat martabat Islam dan umatnya, menjaga kekayaan alamnya, menghilangkan kezaliman dan  menegakkan keadilan bagi semua umat manusia.

 

Mengapa Barat begitu benci dengan Khilafah?

Karena mereka tahu, jika Khilafah tegak, berakhirlah dominasi dan hegemoni mereka, khususnya atas Dunia Islam. Berakhirlah masa pesta-pora mereka mengeruk keuntungan SDA dan seluruh potensi ekonomi negeri-negeri Muslim. Berakhir pula keleluasaan mereka membodohi dan menzalimi umat Islam serta menundukkan Dunia Islam di bawah kekuasaan mereka. Berganti, merekalah yang harus tunduk pada Dunia Islam. Tentu itu semua tak mereka kehendaki. Makanya, mereka akan berusaha menghalangi kebangkitan Islam. Raksasa Dunia Islam yang kini sedang lelap tertidur harus dibuat tetap tidur, kalau bisa untuk selamanya.

 

Siapa yang “terganggu” jika Khilafah tegak kembali?

Bukan hanya dunia Barat, orang-orang Islam sekuler juga tidak suka Islam berjaya kembali. Sama seperti orang Barat, mereka tidak ingin kesekuleran mereka harus berakhir karena akan mengakibatkan mereka tidak lagi bebas melakukan apapun yang mereka mau. Tidak shalat, tidak puasa, tidak menutup aurat, makan riba, minum khamr, bergaul bebas lelaki perempuan, mengeruk kekayaan alam semau-maunya, mengatur kekuasaan sekehandak hatinya, mengatur hukum demi dirinya. Karena itu Islam dengan syariah dan Khilafahnya di mata mereka bagai monster yang harus dicegah kemunculannya.

 

Barat terus mengkampanyekan kriminalisasi Khilafah. Salah satunya dengan mengutip asumsi yang salah tentang Khilafah dari ISIS. Bukan merujuk pada Khilafah ‘alaa minhaaj an-Nubuwah. Bagaimana menurut Ustadz?

Sebelumnya, perlu kita tegaskan, sebagaimana pandangan Hizbut Tahrir sejak awal, bahwa ISIS bukanlah Khilafah. Sepak terjang “Kekhilafahan” yang dibentuk oleh ISIS memang telah memberikan gambaran yang sangat buruk tentang Khilafah. Memang itulah yang dimaui oleh para perancangnya. Menebar rasa takut pada segala yang berbau Khilafah. Pokoknya Khilafah itu buruk.

Kiranya patut dicermati pengakuan Hillary Clinton, bahwa AS-lah yang membentuk dan mendanai ISIS, melalui sebuah operasi sarang lebah. Di dalamnya ada keterlibatan Israel. Pada tahun 2105, pimpinan ISIS yang ditangkap di Irak ternyata seorang kolonel aktif di militer Israel. Namanya Yusi Oulen Shahak di Brigade Golani. Dia tentara rezim Zionis dengan kode Re34356578765az231434. Beberapa militan ISIS yang ditangkap juga mengaku bahwa agen-agen Israel dari Mossad dan badan spionase Israel lainnya hadir berperan dalam gelombang pertama serangan ISIS di Irak dan perampasan Kota Mosul pada musim panas 2014.

Tujuan operasi itu, selain guna mencitraburukkan Khilafah, juga untuk menghimpun pemuda-pemuda Islam yang bersemangat dalam perjuangan ke dalam apa yang mereka katakan sebagai Kekhalifahan. Setelah terhimpun, mereka lalu dilumat habis.

 

Benarkah Khilafah bertentangan dengan tujuan agama, seperti hifzh ad-diin, hifz al-maal dan lainnya?

Melalui penerapan syariah secara kaaffah justru Khilafah akan dapat merealisasikan seluruh maqaashid asy-syarii’ah. Bukankah syariah diterapkan untuk memberikan rahmat? Rahmat itu tak lain adalah jalb al-mashaalih wa dar’ al-mafaasid. Bentuk kongkritnya adalah terjaganya agama, akal, keturunan, harta, kehormatan, keamanan dan negara sebagaimana dijelaskan oleh Imam Asy-Syatibi sebagai maqaashid asy-syarii’ah. Jadi bagaimana bisa dikatakan bahwa tegaknya Khilafah itu bertentangan dengan tujuan agama?

 

Khilafah dituduh akan berhadap-hadapan dengan non-Muslim sehingga rawan konflik. Karena itu, katanya, Khilafah tidak pantas dijadikan aspirasi perjuangan. Bagaimana menurut Ustadz?

Aspirasi seorang Muslim mestinya berdasar pada tuntunan agamanya. Bukan pada asumsi-asumsi yang tidak berdasar. Andaipun setelah Khilafah berdiri, umat Islam terpaksa harus berhadapan dengan non-Muslim, itu perkara biasa. Dulu pada masa Nabi saw. juga begitu. Makanya ada Perang Badar, Uhud, Khandaq dan lainnya. Selalu saja ada kekuatan anti tauhid, anti syariah anti takwa yang tidak menginginkan Islam tegak. Jika mereka menghalangi dengan kekerasan, apa iya kita diamkan? Jadi yang membuat konflik itu mereka, bukan kita. Justru sangatlah tidak pantas seorang Muslim menolak aspirasi politik yang nyata-nyata berdasarkan ajaran Islam.

 

Benarkah tegaknya Khilafah akan menimbulkan perang dan konflik berkepanjangan?

Justru sekarang, tanpa Khilafah, konflik dan perang terjadi di mana-mana. Lihatlah di Rohingnya, Palestina, Ukraina. Sebelumnya juga terjadi di Irak, Afghanistan, Iran Irak, Vietnam, Korea, bahkan juga Perang Dunia. Apakah itu semua ditimbulkan oleh Khilafah? Negara-negara kapitalis penjajahlah yang harus ditunjuk sebagai biang dari segala kekisruhan itu. Mengapa jari telunjuk diarahkan pada Khilafah? Khilafah hadir justru untuk mencegah kezaliman itu berlangsung terus-menerus. Siapa yang bisa menghentikan kezaliman-kezaliman itu bila bukan kekuatan global yang kuat dan adil? Itulah Khilafah.

 

Benarkah tegaknya Khilafah akan memberangus keberagaman umat beragama?

Islam sangat menghargai keragaman atau pluralitas. Dalam sejarahnya, Islamlah agama yang sangat bisa menjaga pluralitas itu. Lihatlah apa yang terjadi di sepanjang peradaban Islam, orang-orang non-Muslim hidup damai sejahtera. Disebut Espanyol in three religions karena sepanjang lebih dari 700 tahun di bawah Islam, hidup damai sejahtera orang Yahudi dan Nasrani. Bahkan Karen Armstrong menulis, “The jews enjoyed their golden age under Islam in Andalusia.

Namun, semua kebaikan itu hancur ketika Katolik menguasai Spanyol. Bukan hanya Muslim, orang-orang Yahudi pun terusir dari wilayah yang telah memberikan rasa aman selama lebih dari 700 tahun. Namun, lagi-lagi mereka mendapatkan tempat perlindungan baru di Bukit Galata, Istanbul. Muhammmad al-Fatihlah yang melakukan putusan penting itu. Jadi darimana mereka bisa mengatakan bahwa Khilafah akan memberangus keragaman agama?

 

Sering dikampanyekan bahwa perang yang terjadi saat ini di Afganistan, Suriah, dll karena ide khilafah. Benarkah demikian?

Bagaimana bisa disebut karena ide khilafah, wong Khilafah belum ada. Perang di negara-negara itu justru terjadi karena campur tangan negara-negara kafir penjajah. Termasuk dalam apa yang disebut Khilafah ISIS.

 

Apakah Khilafah bisa menjadi super power dunia yang akan menjamin kedamaian, bukan hanya untuk umat Islam, tetapi juga seluruh umat manusia?

Pasti bisa. Terbukti, pada masa lalu Khilafah menjadi payung peradaban agung yang melintas benua berabad-abad lamanya. Khilafah menaungi umat manusia dari berbagai ras, suku, bangsa, bahasa bahkan juga agama. Semua hidup dalam tatanan Islam, dengan syariah yang kaaffah mengatur semua aspek kehidupan manusia, memancarkan kerahmatan bagi segenap alam. Jika pada masa lalu bisa, mengapa pada  masa mendatang tidak? Bukankah yang membuat Islam jaya pada masa itu sama dengan Islam pada masa sekarang? Yang membedakan hanyalah umatnya. Umat Islam pada masa itu mau hidup di bawah Islam, Kini, oleh karena berbagai factor, ada yang bahkan menentang.

 

Bagaimana opini tentang Khilafah saat ini baik di Indonesia dan Dunia?

Jauh berbeda dibandingkan dengan dua atau tiga dekade lalu. Waktu itu, umat tak sedikit yang bahkan untuk menyebutnya pun masih ketukar-tukar dengan istilah khilafiah. Alhamdulillah, kini istilah khilafah makin dikenal oleh public. Bukan hanya di negeri ini, tetapi juga di negeri muslim lain.  Memang, tidak semua memahami dalam konotasi yang positif akibat propaganda jahat para pembenci Islam.

 

Apa peran umat agar dakwah syariah dan khilafah terus berkembang dan menuai kemenangan?

Diperlukan kerja lebih keras, lebih cerdas dan lebih ikhlas untuk menjelaskan ide ini kepada umat agar makin banyak umat yang memahami ide penting ini.  Halangan pasti akan menghadang. Namun, begitulah   perjalanan dakwah. Memang tidak pernah mulus. Selalu saja ada ancaman, tantangan, hambatan, gangguan dan rintangan (ATHGR).

Teruslah melangkah meski duri tajam menusuk kaki. Di depan, masa depan Islam gemilang kan menanti meski orang kafir, orang musyrik dan munafik terus membenci. Demikianlah janji Allah, pasti akan terjadi. []

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

15 − eleven =

Back to top button