Catatan Dakwah

Merdeka

“Allah Subhaanahu wa Ta’aala memerintahkan kami untuk membebaskan manusia dari memperhambakan diri kepada selain Allah dan melepaskan belenggu duniawi menuju dunia bebas, dan dari agama yang sesat menuju keadilan Islam.”

 

Di atas adalah pernyataan tegas Ruba’i menjawab pertanyaan Panglima Rustum, pemimpin pasukan Persia menjelang Perang al-Qadhisiyah (15H – 636 M), tentang mengapa pasukan Islam masuk ke tanah Persia. Ruba’i bin Amir memang dikirim oleh panglima tentara Islam ketika itu, Saad bin Abi Waqqash, untuk menghadap panglima tentara Persia, Rustum.

Ketika Ruba’i masuk ke dalam perkemahan Panglima Rustum, ia hanya berpakaian sederhana. Dengan  menunggang kuda pendek dan menyandang senjata serta perisai, ia masuk tanpa menghiraukan keadaan sekelilingnya, termasuk reaksi para pembesar Persia yang geram melihat kehadiran Ruba’i yang tak acuh kepada mereka.

Pernyataan Ruba’i itu menegaskan bahwa dorongan “ekspansi” Islam bukanlah bersifat material, sebagaimana yang dilakukan imperialis-kolonialis  Barat ketika mereka merangsek masuk ke wilayah-wilayah jajahan di Timur Tengah, Asia Selatan atau Asia Tenggara. Mereka berusaha keras  menemukan daerah baru untuk mengeksploitasi hasil buminya tanpa sisa. Inilah semangat ekspansi demi “Gold, Glory, and Gospel”  (emas, kekuasaan dan agama).

Rustum, sang panglima dari sebuah negara adikuasa kala itu, mungkin menduga tentara Islam memiliki motif yang kurang lebih sama dengan Persia ketika menaklukkan daerah-daerah baru. Rustum kecele. Ruba’i justru memberikan perspektif baru tentang dorongan ekspansi Islam, yaitu tauhid.

Misi Islam adalah menyeru seluruh manusia pada tauhid dengan jalan dakwah dan jihad. Dakwah adalah mengubah manusia, pikiran, perasaan dan perilakunya; dari jahiliah ke Islam; sekaligus mewujudkan pola hubungan  antarmanusia berdasarkan hukum Allah dan memerdekakan manusia dari pengaruh thaaghuut.

Pada masa Rasulullah saw., thaaghuut adalah berhala-berhala yang disembah di seputar Ka’bah. Kini, thaaghuut telah berubah wajah (meski hakikatnya sama), menjadi ideologi-ideologi yang bersumber  pada filsafat materialisme, yang mengingkari kedaulatan Allah, beserta segenap turunannya berupa sistem hukum, politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Inilah kemerdekaan hakiki dalam pandangan Islam. Seseorang atau masyarakat baru bisa dikatakan  benar-benar merdeka ketika ia bisa tunduk sepenuhnya pada seluruh perintah dan larangan Allah serta melepaskan diri dari belenggu sistem yang bertentangan dengan tauhid seraya menegakkan sistem Islam. Al-Quran menyebut misi Islam mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Makanya, tidak ada negeri yang dikuasai Islam berubah kusam, sengsara, mundur dan terbelakang. Spanyol dan beberapa negeri Eropa lain, misalnya, justru mencapai kemajuan ketika berada di bawah kekuasaan Islam, saat belahan dunia lain sedang mengalami masa kegelapan.

Sebaliknya, kolonialisme Barat, juga Timur, selamanya menyebarkan kejahiliahan dan kerusakan. Al-Quran menyebutnya dzulumaat (kegelapan). Di bidang aqidah, mereka menyebarkan filsafat materialism. Di bidang pemikiran menyebarkan sekularisme dan liberalism. Di bidang politik menyebarkan demokrasi machiavelistik yang menghalalkan segala cara guna meraih kekuasaan. Di bidang ekonomi menyebarkan tatanan ekonomi Kapitalisme yang eksploitatif. Di bidang budaya menyebarkan amoralisme. Di bidang militer menyebarkan  peperangan, adu domba dan pertentangan.

++++

 

Jadi, sudahkah negeri ini benar-benar merdeka? Secara fisik militer, Indonesia memang telah merdeka dari penjajah sebagaimana dinyatakan dalam Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945.  Namun, setelah tujuh puluh lima tahun  lebih berlalu,  apakah kita telah benar-benar merdeka secara hakiki? Jawabannya bergantung pada apa pengertian kita tentang penjajahan dan apa itu merdeka.

Dalam kitab Mafaahim Siyaasiyah, dikatakan penjajahan sesungguhnya tidaklah benar-benar berakhir. Kapitalisme akan selalu berupaya menyebarkan paham dan mempertahankan pengaruhnya ke seluruh penjuru dunia. Metode atau thariiqah-nya melalui penjajahan (isti’maar),  berupa penguasaan (pengendalian) dan dominansi di bidang politik, ekonomi, sosial pendidikan, budaya dan hankam.

Pada masa Perang Dunia I dan II, persisnya setelah payung Dunia Islam, Khilafah Utsmani runtuh pada tahun 1924, yang dilakukan negara imperialis adalah penjajahan militer. Negeri Islam yang semula utuh bersatu menjadi terpecah-pecah. Sebagiannya lama sebelum itu malah sudah diduduki oleh penjajah. Di antaranya, Aljazair oleh Prancis, Libya oleh Itali, Irak, India, Palestina, Yordania, Mesir dan kawasan Teluk dikuasai Inggris dan sebagainya.

Kini setelah wilayah-wilayah itu merdeka, Barat tetap berusaha  menjajah dengan  cara yang baru. Di bidang ekonomi, penjajahan dilakukan melalui peminjaman dana. Dengan dalih membantu negara berkembang, termasuk Indonesia, mereka meminjamkan uang dalam jumlah besar. Belakangan terbukti hutang tersebut bukan mengentaskan kemiskinan, melainkan malah menambah miskin. Barat lewat berbagai institusi-institusi yang mereka bentuk seperti IMF, Worl Bank dan sebagainya,  memaksakan kemauan politiknya atas suatu negara, baik secara langsung maupun tidak. Maka dari itu, negeri-negeri itu menjadi tidak merdeka secara politik. Penjajahan ekonomi juga dilakukan dengan berbagai aturan yang mereka paksakan, seperti ide pasar bebas dengan WTO-nya. Juga melalui program-program yang memuluskan penguasaan sumberdaya ekonomi seperti program privatisasi. Akibatnya, sekalipun secara fisik Indonesia merdeka, secara politik dan ekonomi terjajah.

Di bidang kebudayaan, globalisasi informasi yang ditimbulkan oleh kemajuan luar biasa di bidang teknologi informasi bak pisau bermata dua. Satu sisi menguntungkan, tetapi di  sisi lain  terjadi pula gelombang arus budaya Barat (westernisasi) ke negeri-negeri Islam. Itu semua sangat berpengaruh  pada cara berpikir, pemihakan, keprihatinan dan perilaku kaum Muslim. Inilah penjajahan di bidang budaya.

Di bidang hukum, tak terhitung jumlahnya hukum dan perundang-undangan  negeri Muslim, termasuk Indonesia,  yang masih bersumber dari Barat. Kita bangga terbebas dari penjajahan Belanda, tetapi masih menggunakan undang-undang buatan Belanda? Itu berarti, secara tidak langsung kita menyelesaikan berbagai masalah di negeri yang mayoritas Muslim ini dengan cara penjajah. Penjajah memang telah lama pergi, tetapi ternyata mereka masih tetap bercokol dalam wajah yang berbeda.

++++

 

Menjadi kewajiban kaum Muslim secara bersama, untuk bertafakur menyertai rasa syukur, dengan melihat realitas yang ada di negeri kita di segala bidang. Sudahkah semua sistem yang mengatur kehidupan umat di segala bidang ditegakkan  di atas prinsip tauhid?  Juga, sudahkah hakikat dan prinsip-prinsip kemerdekaan hakiki menurut ajaran Islam seperti yang dikemukakan oleh Ruba’i bin Amir tadi telah kita dapatkan?

Jika belum, menjadi tugas  kita bersama untuk mewujudkan  kemerdekaan hakiki itu. Jika perjuangan  dulu bertujuan  untuk merebut kemerdekaan dari penjajahan fisik, kini diperlukan  perjuangan baru untuk membebaskan umat dari penjajahan ideologi sekuler, hukum jahiliah, ekonomi kapitalis, budaya dan segenap tatanan yang tidak islami.

Di sinilah pentingnya spirit hijrah untuk mewujudkan kemerdekaan hakiki harus terus digaungkan. Hijrah secara maknawi dikatakan oleh para ulama sebagai meninggalkan apa yang dilarang Allah. Secara syar’i hijrah adalah keluar dari negeri kafir kepada negeri iman, sebagaimana dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. dan para Sahabat yang berhijrah dari Makkah ke Madinah.

Dengan dua pengertian hijrah tadi, jelaslah bahwa tujuan hijrah tak lain adalah untuk mewujudkan ketaatan sepenuhnya kepada Allah. Ketaatan itu tampak dalam penerapan syariah secara kaaffah baik dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun kehidupan masyarakat dan negara sedemikian sehingga terwujud rahmat bagi sekalian alam.

Tanpa itu, selamanya kita akan terus terjajah dan tenggelam dalam lumpur kehinaan. Tidak ada lagi kemuliaan Islam dan ummatnya (‘Izz al-Islaam wa al-Muslimiin). Na’udzubilLaah min dzaalik. [H.M. Ismail Yusanto]

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

three + 18 =

Check Also
Close
Back to top button