Dari Redaksi

Menguatnya Sekularisasi-Radikal Dan Oligarki

Ada hal penting sepanjang rezim Jokowi yang seharusnya merisaukan kita. Menguatnya sekularisasi radikal dan cengkeraman oligarki. Indonesia semakin liberal dan mengarah ke sekuler-radikal. Liberalisasi ekonomi Indonesia yang makin menguat tampak dari hutang yang makin bertambah, kenaikan BBM yang terus terjadi, berlanjutnya privatisasi BUMN, proyek investasi asing yang diduga bakal merugikan (Proyek IKN, Kereta Api Cepat dll), serta menguatnya mata uang dolar yang menyebabkan instabilitas ekonomi. Pembayaran bunga utang Pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 masih cukup tinggi, yakni mencapai Rp 441,4 triliun. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyatakan awalnya rasio utang cuma 37 persen, sekarang terus bertambah dan mendekati 40 persen. Ini berarti makin bertambah risikonya.

Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memprediksi pembayaran bunga utang Indonesia diperkirakan dapat mencapai Rp 470 triliun pada 2023.

Risiko atas utang negara yang menggunung saat ini bisa muncul jika Indonesia gagal membayar utang (default). Risiko besar, jika itu terjadi, adalah ancaman terhadap kedaulatan RI. Pasalnya, jika sampai Indonesia gagal bayar utang, Indonesia harus meminta talangan kepada Dana Moneter. IMF akan memberlakukan banyak persyaratan. Nah, syarat inilah yang berpotensi mengganggu kedaulatan RI. Kondisi serupa ini kata Faisal, pernah terjadi pada krisis ekonomi 1998 silam.

Sebagai pengingat, Indonesia pernah menandatangani Letter of Intent (LoI) dengan IMF. Apalagi mayoritas atau 85 persen komponen utang berasal dari pasar uang sehingga bisa mengancam stabilitas makro ekonomi khususnya pelemahan nilai tukar rupiah.

Untuk kepentingan oligarki, hukum pun dipermainkan. Presiden Jokowi telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker). Sebelumnya pada 25 November 2021, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja cacat secara formil. Untuk itu, Mahkamah menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusionalitas bersyarat. MK meminta UU ini diperbaiki dalam dua tahun. Namun, belum selesai Jokowi sudah mengeluarkan Perppu yang artinya menganulir keputusan MK. Apalagi kalau Perppu sudah menjadi UU.

Secara politik, Pemilu 2024 diperkirakan menjadi pertarungan antaroligarki dengan kekuatan finansial makin besar. Utamanya akibat kenaikan harga batubara yang luar biasa. Dari bisnis ini, oligarki mendapat cuan yang sangat sangat besar. Dengan harga batubara mencapai lebih dari 450 USD/ton, padahal ongkos produksinya hanya 40 USD/ton, maka mereka meraup untung 400 USD/ton. Dengan total produksi 600 juta ton/tahun,  kurs Rp 15.000/USD, dan pajak 20%, maka mereka meraup untung lebih dari  Rp 2.800 triliun. Jika 50% di antaranya adalah dikuasai 7 perusahaan PKP2B, maka 7 perusahaan itu meraup lebih dari Rp 1.400 triliun/tahun, alias Rp 200 triliun tiap perusahaan.

Dengan kemampuan finansial segitu besar, apa saja bisa mereka beli. Aparat keamanan, aparat penegak hukum, akademisi, mahasiswa, ulama termasuk parpol.  Seperti kata mantan kepala BIN Hendropriyono, cukup dengan uang 1 miliar US dolar, Indonesia sudah bisa diganggu dan dikendalikan.

Adapun sekulerisasi radikal ditandai dengan dengan penghinaan dan pelecehan terhadap ajaran Islam yang makin menguat. Kriminalisasi ajaran Islam dan ulama yang berseberangan dengan rezim. Kebijakan melawan radikalisme terus mengarah pada Islam dan umat Islam. Menguat isu moderasi beragama, intoleransi yang mengarah pada Islam, islamophobia dan anti syariah Islam. Pengesahan revisi KUHP juga mengancam dakwah Islam. Tentu sangat ironis. Bagaimana hukum Islam yang bersumber dari Allah SWT, termasuk ajaran Islam—Khilafah ‘alaa Minhaaj an-Nubuwwah—dikriminalkan di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam?

Di sisi lain, ideologi kapitalisme liberal yang secara de facto diterapkan di negeri ini tidak dianggap bertentangan dengan Pancasila. Padahal nyata, kapitalisme liberal inilah yang menjadi biang kerok berbagai persoalan di Indonesia baik secara ekonomi maupun politik.

Tumbuhnya kesadaran keberislaman di berbagai kampus, sekolah, lembaga dan instansi pemerintah, BUMN dan masjid-masjid masyarakat dinilai berbahaya, bahkan dikatakan akan menghancurkan negara ini. Untuk itu, semua itu harus dihancurkan. Pusat-pusat pertumbuhan dan kekuatan politik umat harus dilenyapkan. Ormasnya harus dibubarkan. Tokohnya harus dikriminalisasikan. UU Pesantren jelas-jelas menyebut moderasi pemahaman dan pengamalan agama sebagai tujuan, dan berbagai ketentuan dan peraturan lain, termasuk mengembangkan narasi anti politik identitas.

Semua dilakukan dengan dalih menyelamatkan negeri ini dari ancaman radikalisme. Ditebarlah ketakutan publik pada apa yang disebut radikalisme itu. Radikalisme adalah satu langkah menuju terorisme, katanya, dan  telah masuk ke segala sektor dan segala lapis masyarakat. Padahal sejatinya yang bakal menghancurkan negara ini ya mereka sendiri, yang membiarkan berkembangnya korporatokrasi dan merelakan diri menjadi kaki tangan asing (Barat), khususnya dalam hal bagaimana memperlakukan umat Islam.

Di dunia internasional, tragedi yang menimpa umat Islam masih berlanjut. Tragedi yang diderita umat Islam ini merupakan akibat langsung dari penjajahan Barat di Dunia Islam. Titik awal untuk semua krisis ini adalah kaum Muslim kehilangan kemampuan mereka mengontrol kepentingan kita secara mandiri. Penyebabnya, ketiadaan negara yang merepresentasikan kepentingan umat dan mengurusi urusan umat di dalam negeri ataupun di dalam negeri. Semua penderitaan yang masih berlangsung ini kembali menegaskan tentang pentingnya di tengah-tengah umat berdirinya negara Khilafah ‘alaa Minhaaj an-Nubuwwah. Negara inilah yang akan memutus mata rantai penjajahan di negeri-negeri Islam yang menjadi sumber utama persoalan di negeri Islam; sekaligus menggantikan rezim-rezim busuk, penguasa boneka yang selama ini melayani kepentingan Barat. Allahu Akbar! [Farid Wadjdi]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

7 + two =

Back to top button